
Menurut gue, CMIW, ATPM akan merelease mobil ke suatu negara dengan melihat possible octane range yang ada di negara tsb, termasuk peraturan ttg emisi dan ketersediaan unleaded gasoline. Jadi kalo unleaded gasoline sudah tersedia dan peraturan sudah Euro 2 diberlakukan maka CC akan dipasang, dan lebih jauh lagi yang akan dilakukan adalah menyetel ECU mobil yang bersangkutan berdasar required compression ratio + kemungkinan range RON yang masuk ke mesin + kemampuan operasi knocking sensor. Gua rasa ada dua goal utama adalah:
1. PERFORMANCE: Kalo user mengikuti saran RON yang recommended untuk mobil itu, maka akan dapat performance daya dan torsi yang maksimum sesuai dengan rancangan mesin dan akhirnya yang tertera di brosur mobil itu. Knocking sensor hanya bekerja untuk mengantisipasi hal2x yang luar biasa misal beban besar nanjak di RPM tinggi dsbnya
2. KEAMANAN MESIN: Kalo user pakai RON yang lebih tinggi atau rendah, goalnya adalah mesin jangan sampai rusak karena knocking, baik karena sisa pembakaran yang tidak ideal atau karena bener2x immature explosion itu. Tapi ini akan mengorbankan performance / daya. Inget ya asumsinya bensinnya unleaded.
Ya untuk mobil2x sport yang rasionya demikian tinggi, e.g. sport car, maka setting ECU sampai kayak apa juga mungkin gak nolong he he he.
Ini mungkin akan menjelaskan juga kenapa mesin iDSI dengan rasio 10.5:1 bisa dikasih Premium dan QR25DE (rasio komressi 9.5:1) minta PERTAMAX sebagai recommended octanenya. Dan ada yang bilang di forum ini kalo QR25DE udah jalan 80K KM minum Premium terus (RON88) masih ok2x saja. Tertolong settingan ECU dan kerja keras knocking sensor. He he he ... Pertamax naik ....