FortunerMan wrote:kelana wrote:Beberapa hari yl harian Bisnis Indonesia memuat tulisan angka penjualan delapan merek mobil Jepang, yakni Toyota, Honda, Daihatsu,Isuzu, Mazda, Mitsubishi, Nissan, dan Suzuki, yang menguasai sekitar 92,7% pasar Indonesia.
Sebagai konsumen saya sih mengharapkan adanya pilihan yang lebih banyak dalam sebuah pasar mobil yang lebih sempurna persaingannya, dan tidak didominasi sedemikian telak oleh otomotif dari sebuah negara saja
Kenapa persaingan antara pemain dari Jepang bro anggap tidak/kurang sempurna? Asal negara memang sama, tapi disini sama2 cari duit, bukan buat berteman. Yg punya pun berbeda. Jadi ya antara Toyota vs Honda vs Mitsubishi vs Nissan...ya persaingan juga. Org milih Avanza atau Grand Livina? CR-V atau X-Trail? Kecuali yg punya ATPM Toyota Honda Mitsubishi Nissan dll yg merajai 93%b diatas adalah satu perusahaan...nah boleh itu dibilang nggak sempurna. Kalo sekarang Nissan vs Mitsubishi tidak ada bedanya (dr segi persaingan) dgn Honda vs Proton. Sama2 mau menarik pembeli sebanyak banyaknya dengan dagangannya. Bedanya Honda sudah lama disini, Proton baru masuk - itu adalah advantage buat Honda, tapi bukan unfair advantage. Asal negara mah gak ada urusan, sama2 bersaing.
Kecuali pemerintah kita kasi special treatment buat perusahaan asal Jepang, nah itu tidak fair. Kalo konsumen memberi special treatment
buat merek Jepang? Itu fair2 saja, konsumen mah bebas.
Siapa yg serius bermain disini? Siapa yg mau membangun jaringan 3S yg serius. Jangan disamakan sama negara lain. Hyundai di Indonesia tidak sama sepak terjangnya dgn Hyundai Amerika misalnya. Hyundai di Amerika mati2an seriusnya, di Indonesia? Beda. Peugeot di Eropa vs di Indonesia? Beda.
Saya sangat skeptis dikarenakan eling bahwa perusahaan2 Jepun yang beroperasi di Indonesia (dan juga di negara2 lain) mempunyai asosiasi yg kuat yang mana eksekutif2 Jepunnya secara reguler bertemu bahkan untuk industri sejenis, lengkap dg sirkulasi buletin internal untuk itu dalam bahasa mereka! Mereka bahkan memiliki buku panduan bagaimana menggaji tenaga kerja Indonesia dengan detil yang mengagumkan, dipaparkan dalam rincian mencakup tingkat pendidikan, jumlah tahun pengalaman kerja, bidang pendidikan (jurusan atau keahlian), posisi pekerjaan (staf, junior mgr, mgr, sr mgr dll). Harus diakui pada dasarnya pihak Jepun memiliki data yang sangat komprehensif & terinci tentang seluk-beluk negara ini, termasuk katakan semacam statistik Indonesia versi Jepun. Dan peranan lembaga spt JETRO sangat kental di sini sebagai dirigen besar yg mengatur paduan suara dari perusahaan2 Jepun di sini!
Sedikit uraian ttg "Japanese Connection", sebagai contoh, sedemikian "parah" koneksi Jap-only sehingga dalam perusahaan Jepun, ketika mereka pindah kantor, mereka akan utamakan cari perkantoran yang dikelola atau ada share oleh pihak Jepun; removal service; renovasi kantor (partisi, interior dll); jasa konsultan legal & human resources, jasa kurir, hotel langganan, persewaan mobil & perlengkapan office; apartemen tempat tinggal; jasa warehousing & forwarding, shipping lines, jasa perbankan & keuangan (leasing), dan lain2 aktivitas ekonomi, hingga hari ini semua aktivitas ekonomi semacam itu jika dimungkinkan akan ditangani di dalam sesama perusahaan Jepun di sini!! Konsep nihon-jin, gaijin bukanlah isapan jempol!
Apa makna dari deskripsi di atas menyangkut hal permobilan? Intinya sistem ekonomi model Jap connection ini tidak mencerminkan persaingan sempurna, jasa ekonomi yang digunakan bukanlah penawaran yg paling kompetitif yang ada di industri, tapi faktor perkoncoan sesama anak bangsalah yang teramat kental!!
Dalam konteks seperti ini, bagaimana kita bisa meyakini bahwa persaingan industri otomotif mereka di sini bukanlah sebuah "managed or regulated competition?" Bagaimana kita bisa meyakini bahwa mereka tidak akan menetapkan "floor conditions" atau batas bawah persaingan, lebih-lebih pada kondisi yang begitu dominan, pangsa pasar keseluruhan 90% ke atas? Dengan mengacu ke praktek2 perkoncoan pada praktek bisnis sehari-hari mereka di atas, saya tidak akan heran sekiranya asosiasi otomotif mereka secara kolektif akan menerapkan segala cara untuk mencegahnya masuknya sembarang pemain baru dari negara lain jika dimungkinkan, menciptakan kondisi2 "killing fields" buat pemain baru! Regulasi yang lemah sangat memungkinkan hal spt ini.
Mengacu kembali pada pertanyaanku di atas: "Di negara lain manakah kita bisa menjumpai posisi otomotif Jepun yang sedemikian dominan seperti di Indonesia?" Apakah mereka sedemikian hebat dan lainnya sedemikian lemah?
Saya percaya regulasi yg lemah & kebijaksanaan ekonomi/industri yang payah dari negeri ini yang memungkinkan dominasi semacam itu terjadi!
Contoh ilustrasi saja, bagaimana bisa harga sebuah Honda Accord di sini adalah 2X harga mobil sejenis di AS? Apa benar ukuran pasar sedemikian timpang untuk justifikasi selisih harga sedemikian tajam (tentunya setelah dikeluarkan semua biaya pungutan oleh pemerintah)??
Silahkan pembaca renungkan apakah kondisi yang eksis saat ini sehat atau tidak buat KONSUMEN otomotif Indonesia; dan juga buat perkembangan negeri ini secara keseluruhan?
Saya setuju bahwa prinsipal2 lainnya mungkin memiliki prioritas penetrasi bisnis yg berbeda, tidaklah mengherankan jika pasar otomotif sebesar 10 juta seperti AS & China mendapat prioritas yang jauh berbeda dibandingkan dengan pasar Indonesia sebesar 500-600rb.
Namun sebagai konsumen, saya tetap mengharapkan adanya sebuah pasar otomotif yang berkembang terus, dg beragam pilihan berbagai pabrikan dari berbagai negara & persaingan lebih 'all out' di sini demi kebaikan semua konsumen!