
Ini adalah review lanjutan dari yang pertama di thread ini https://www.serayamotor.com/diskusi/vi ... 19&t=29081. Saat itu umurnya baru satu bulan dan baru jalan 500 an KM. Di thread yang sama juga ada update 1500 KM dan 2600 KM di page 2 & 3. Saya sebenarnya mau nulis update ini di thread yang sama supaya ga dobel, tapi rupanya saat saya coba preview jadi kepanjangan post nya.
Setelah melewati waktu 14 bulan dan jarak 7000 KM, saya mendapati banyak kesan dan pengalaman yang tidak mungkin saya temui kalau tidak melewati periode yang cukup panjang. Dan untuk hal-hal obvious, seperti angka-angka di brosur pun, saya jadi lebih kenal sehingga bisa menambah atau bahkan merubah kesan saya.
Ini yang saya dapatkan.
I. Exterior





Semakin dilihat, semakin saya merasa yakin bahwa design body mobil ini timeless. Biasanya, design mengotak untuk mobil dianggap satu-satunya style yang ga akan ada matinya, dan design body membulat tak bersudut adalah salah satu resep untuk melahirkan lemon cars selain bad reliability.
Namun sejak tahun 90an hingga pertengahan 2000an, entah dari mana gelombang ini berasal (mungkin dari demam film UFO jaman cold war), semua remodelling dari generasi mobil yang sebelumnya mengotak garis design nya, dibuat menjadi bulat tidak peduli apakah luxury atau middle class car. S class W140 ke W220, 5 series E34 ke E39, Kijang kapsul ke Innova telor, Baleno '95 ke facelift '99, Mazda vantrend '90 ke Mazda 6 '02, Camry XV20 ke XV30, Land Cruiser 80 series ke 100 series, Accord 4th gen ke 5th gen, Panther hi-grade ke LS, Escudo 1st gen ke 2.0, Galant Eterna ke lele, dan begitu banyak lagi.
Lineup di periode tersebut sebagian besar langsung terlihat begitu obsolete dalam waktu singkat, bahkan dimasanya sendiri. Salah satu the king of obsolete car lines adalah korean car yang booming di awal 2000an. Carnival, Carens, Santa fe, Shuma, Sportage, Atoz, Tiburon, Accent, semuanya ga ada yang bisa dijadikan attractive classic car betapapun baik kondisinya hari ini. They are so laughably curvy.
Dan waktu saya masih menimbang untuk beli CX9 sky, pertimbangan design kebulat2an ini jelas ada. Namun saya bisa berkonklusi bahwa mobil ini tidak termasuk di golongan di atas barusan. Karena belakangan saya paham bahwa sebenarnya ada bagian-bagian basic dari sebuah body mobil yang kalau dipertahankan pada bentuk tertentu, regardless se-nyeleneh apapun restyling di bagian lain, tetap akan membuat designnya ageless. Yang saya temukan di mobil ini antara lain:
1. Low sloping A pillar & D pillar
2. Wide body, through wider fender/arch
3. Long bonnet
4. Aesthetically wide tire profile
5. Thin head & tail light size
Very much like its 2015 concept car, Mazda Koeru.



Dan kebanyakan collectible exotic cars memiliki tarikan garis design serupa. Makanya tidak aneh kalau tipe estate atau hatchback cenderung menjadi pilihan koleksi, karena bentuk dasarnya membantu designer untuk membangun séxy cars. Semua variabel di atas menempel di mobil ini, yang juga sebenarnya sedikit diteruskan dari siluet generasi sebelum skyactive yang sampai hari ini pun masih membuat saya kesengsem.



Segala unsur tadi membuat mobil ini tidak pernah terasa membosankan untuk diperhatikan. Setiap kali sehabis parkir, saya selalu give her 2-3x last look ke arahnya untuk kembali memuaskan mata saya melihat profil mobil ini dari kejauhan. Years from now, I believe it'd be just like JLo. People couldn't care less about she being a 52 years old grandma, they just wouldn't be able to take their eyes off her, cause the fine curvy front & rear end are undeniable.
II. Interior


Teknologi di dalam mobil berpengaruh langsung pada design kabin. Dan di jaman teknologi yang berkembang terlalu cepat seperti sekarang, design overall cockpit khususnya kabin kemudi yang juga terus dipaksa mengikuti trend, bisa jadi senjata makan tuan.
Di satu sisi kita ingin mendapat fitur termutakhir ketika membeli mobil, dan di sisi lain car companies yang saling berlomba menyematkan fitur terbaru bisa membuat umur tampilan kokpit mobil yang sudah dibeli menjadi terlalu cepat obsolete. Sedangkan kita sebagai petrolhead akan selalu berhadapan dengan layout dashboard setiap kali naik mobil rather than being the passenger at the back.
Katakanlah saya suka sekali dengan design exterior mobil saya, namun yang selalu saya nikmati sebenarnya adalah bagian dalamnya. Akan bermasalah kalau setiap berkendara di kepala saya sudah terbayang tampilan kokpit dari versi updated trim yang telah di announce, dan membuat saya kecewa batin setiap kali melihat ke depan.
Yang terjadi di saya antara lain:
1. Saya gemas dengan dummy button di bawah e-parking brake yang dari awal saya sudah tahu pasti bakal jadi tombol auto hold soon, dan ternyata benar.


2. Berikutnya adalah layar mulmed dan operating system nya. Hari ini sudah ada layar mulmed versi 10.25 inch yang proper sekali bentuk nya dengan OS yang sama seperti Mazda 3, ditambah resolusi kamera hd.


3. Tachometer digital yang sekarang ada di versi AWD, padahal sudah ada secara global sejak 2018.


4. Autodimming rvm dan rumah lampu kabin yang langsung terlihat ketinggalan jaman kalau disandingkan dengan yang updated.


______Tapi seperti timeless exterior tadi, ada elemen basic di interior mobil yang bisa menjadi safety net untuk mood booster regardless tech gimmicks yang bermunculan setiap saat. Yang saya temukan di mobil ini antara lain:
1. Rattle free a.k.a. Build Quality
Dulu saat masih mengemudikan xtrail T30, saya memang mengagumi peredaman kaki-kakinya terhadap aspal jelek, namun minta ampun rattling di dashboardnya. Kalau melewati speedtrap, bunyinya sudah ga beda dengan suara muatan dalam truk colliding each other karena vibrasi tadi. Hal ini terjadi juga di Crv RE milik saya dulu.
Di mobil ini, no rattle saat melewati poldur, speedtrap, atau aspal mengelupas, memberikan everlasting luxury aura tersendiri. Saya rasa peredaman suara mula-mula bukanlah menahan suara dari luar supaya tidak masuk ke dalam, namun adalah lebih dahulu pemasangan interior yang intact sehingga tidak menimbulkan unnecessary noise di dalam kabin.
Saya bersyukur mobil ini masih cbu Jepang. Di sana ada teknik woodworking turun temurun bernama "miyadaiku" dimana setiap sambungan kayu tidak dihubungkan dengan paku. Melainkan pada ujung tiap kayu yang akan dihubungkan, sang pengrajin precisely mengukirnya menjadi semacam 3D puzzle interlocking each other. Cara ini terbukti sejak ribuan tahun lalu membuat bangunan jauh lebih tahan goncangan gempa karena jangkauan genggamannya lebih luas dibanding paku.


Saya yakin budaya perservering orang Jepang, yang adalah akibat dari pengalaman panjang menghadapi gempa bumi, bermain besar dalam urusan rattle-free di interior CX9. Bukannya mau lebay atau mengagungkan bangsa lain, tapi memang hasil tidak akan pernah mengkhianati proses. Hasil yang bagus begini pasti berasal dari proses yang disiplin.
2. Material Quality
Ketika duduk mengemudi, ada beberapa bagian paling mendasar yang akan selalu tersentuh badan, dan semuanya terasa delicate di sini.
Telapak tangan pada kulit setir

Siku kiri di padding center console

Siku kanan di padding door trim

Tubuh di jok kulit orisinil

Handle buka pintu dengan real stiching leather

Meskipun bukan trim nappa leather, saya rakyat middle class merasa inilah yang namanya jok dan trim kulit original. Venturer yang di brosur bilangnya memakai jok kulit, menyamai aroma leather yang sesungguhnya saja tidak bisa, let alone the feel.
3. Sound Insulation
Saya yakin efek memakai banyak bahan soft touch pasti secara ilmiah berefek langsung ke peredaman suara. Bahkan trim pintu bagian atas dekat kaca, yang biasanya di mobil premium pun ada yang masih memakai hard plastic, di CX9 kalau ditekan bisa mendal, sama dengan CX5 1st gen saya. Saya dulu heran, bahan apakah gerangan ini? Soft touch tapi kok kelihatannya bukan, atau apakah hard plastic tapi kalau ditekan kok jari saya tidak perih.

Setelah saya coba tekan lagi ternyata memang soft touch. Tidak heran lineup produksi lokal, yang sering pakai hard plastik di banyak bagian, mudah mengalami rattle. Seharusnya bagian ini ditiru oleh pabrik lokal dengan memperbanyak pemakaian bahan semi soft touch seperti di atas. Sehingga paling tidak mengurangi bahan keras yang kalau collide suaranya annoying, serta sekaligus jadi outside sound damper. Ketimbang ramai-ramai upscaling interior pakai molded fake stiching yang pathetic dan kampungan.
4. Premium Sound System

Alat pemutar sekaligus OS dan variasi konektivitas bisa obsolete seiring waktu, sehingga yang bisa menyelamatkan hanyalah hardware nya.
Speaker can slightly be seen as wine. Bukan artinya didiamkan begitu saja lalu makin berkualitas. Maksudnya makin lama dipakai, makin bagus, asalkan tidak over volume dan bikin brebet lalu pecah. Karena kalau didiamkan penampangnya malah akan getas dan mudah sobek. Namun kalau di excercise regularly and properly, they will age almost like a wine.
Maksud saya adalah tidak percuma menyematkan premium speaker di sebuah mobil sebab selain tidak akan lapuk dimakan waktu, sampai kiamat pun yang namanya lagu pasti keluar dari speaker, tidak akan pernah beralih sumber ke media lain.
______4 hal mendasar di ataslah yang membuat saya berkesimpulan bahwa di dalam kabin CX9 akan terasa cukup ageless meski kehidupan terus diberondong oleh update fitur ini itu tiap tahunnya. Penggunaan warna hitam juga undeniably helps with the agelessness.
III. Little Details
1. A/C di dalam mobil ini rupanya bisa menandingi kompresor Venturer saya. Blower 2nd row nya tidak bisa diremehkan meskipun tidak ada saluran angin di plafon. Penumpang belakang sendiri yang bersaksi bahwa naik CX9 di terik matahari bisa lebih cepat dingin di banding Venturer, padahal keduanya sama-sama ber interior hitam yang menyerap panas dan innova memiliki blower yang dianggap lebih proper.

2. USB Charger di handrest 2nd row tidak pernah tersentuh sekalipun. Handrest di tengah malah selalu jadi tempat duduk balita saya setelah berperang rebutan dengan adik batitanya. I wonder if this 2nd or even 3rd row USB slots gimmick would ever be used by people.

3. 3rd Row juga nyaris selalu dilipat untuk stroller anak. Hanya pernah 2x diduduki selama ini oleh babysitter. Namun saya juga baru 'ngeh' saat mengatur kursi untuk membantu penumpang masuk ke 3rd row, ternyata cushion nya untuk bokong tebal juga. Biasanya 3rd row seat yang bahkan di mobil dengan more leg & headroom saja saya tidak ingat pernah melihat setebal ini.

Iseng-iseng saya coba duduki baru-baru ini, padahal awal beli sudah pernah, rupanya memang empuk. Alphard saja saya tidak ingat se empuk ini. Bisa menjadi obat penenang 3rd row passenger yang merasa terhina kenapa dilempar ke bagasi.
4. Mesin
Tidak terlalu ada juga kesan tambahan disini. Sama seperti di awal pemakaian, saya masih mengalami jumpy acceleration a few times karena torsi yang tiba-tiba nongol disekitar 1800 rpm, terutama di 1st & 2nd gear. Tapi overall masih smooth & effortless in anytime. Di tes oleh otodriver 0-100 di 8.4 detik. Hm.. shud be better.

Anyway, angka tenaganya meyakinkan saya bahwa untuk 10 tahun kedepan masih adalah angka yang signifikan diatas rata-rata mobil produksi masal lain, meskipun sekarang lagi gencar kampanye mobil powerbank dengan tenaga instannya yang digemborkan victorious in everyway itu.
OOT bentar, I don't believe in EV. That's the worst innovation & nightmare people ever invented for carguys. Saya mencium gerakan globalis yang sekedar ingin menggeser komoditi liquid gold ke electric gold untuk memperkaya perutnya sendiri, far away from the glorious motive to save the earth using global warming issue. Kita harus tahu ada juga fenomena sebaliknya bernama earth cooling yang sama-sama disastrous, film anak-anaknya saja sudah dibuat 5 kali oleh Pixar. The earth is circling, nothing more. In order to really halt the global warming, we 7 billion human must stop living because our breath produce the most carbon. Creating EV is just like a rock on a river, at best it may create annoying big splashes but doesn't really change the stream.
Combustion all the way!
IV. Variasi Ringan
1. TPMS Xiaomi

Andai saja tpms ori Mazda tetap di pertahankan, meski kurang informatif, tapi bagi saya sangat membantu. Jadilah ini yang saya beli. Dashboard di bagian driver tidak ada yang rata, jadi saya taruh minggir ke passenger depan, tepat sebelah kiri center speaker.
1
2. Karpet

Beli di Ace. Nothing crazy.
3. Xiaomi Air Purifier


Bentuk barangnya bagus, nyambung sama interior hitamnya. Ada sensor debu, bisa kencang atau pelan sendiri. Biasa sehabis buka jendela kipasnya selalu mengencang, sangat peka sensor nya.
Kepikiran beli karena ada anak bayi. Apakah benar-benar ngefek? Tidak tahu, lebih ke sugesti, dan kosmetik.
4. Lampu sein belakang LED

Nyala lampu sein belakang di mobil ini ga berwibawa dibanding overall presence nya, saya langsung ganti di hari pertama terima unit. Sebenarnya saya suka sekali bentuk sein Mazda 3 hatcback yang seperti bunga sakura, andai CX9 bisa di custom seperti itu.
5. Kaca Film Wincos

Belakang kiri kanan 80%, depan 60%. Dari dulu sebetulnya selalu memilih Vkool. Merk ini saya temukan di internet karena saya mencari kaca depan yang spec 60%, dan merk ini bisa, plus harganya menarik banget.
Hasilnya memang terbukti lebih dingin dari vkool. Ketika sama-sama dijemur dan pertama dimasuki kabinnya, Venturer dengan Vkool tergelap terasa signifikan lebih panas. Memang kaca depan vkool hanya bisa 40%, dan jok kulit-kulitan Venturer terasa lebih panas menusuk seperti layaknya kulit imitasi.
6. Mazda AIO tweak
Sudah install di PC, tapi belum berani sync ke MZD connect nya. Entah kapan beraninya. Banyak tweak yang menarik, seperti ganti bakcground, screensaver, putar video file, ganti animasi startup, driving gauge, dan banyak banget lainnya

V. Interesting Encounter
1. Memory seat

Mobil ini juga sering dipakai oleh istri dan beberapa kali oleh sopir, jadi suatu saat saya coba ingin menyimpan settingan seat saya. Tapi dasar memang orang culun, saya sampai harus cari caranya di manual book karena saya coba berkali-kali ga bisa. Who the heck opens a manual book in 21st century?? Seringnya saya adalah orang yang tangkas dalam berteknologi, namun kali ini failed miserably. Ini seperti membeli smartphone premium dan harus buka manual book untuk tahu cara copy paste. (Dulu pas pertama punya iphone generasi awal pernah terjadi

2. Ban bocor samping
Bocornya halus sekali, saya mengira cuma kurang tekanan karena di tpms Xiaomi selama periode yang panjang angkanya tidak berubah. Ternyata harus dipakai baru anginnya keluar, dan mobil ini dipakainya lumayan jarang.

Ecopia ku yang malang



Pengerjaan di GBT, ga ke syuting pas di hot press.

Karena insiden ini saya iseng research lagi soal ban ecopia versi premium ini. Dan saya temukan memang benar-benar premium, at least soal harga. Saya mendapatkan harga dari sebuah toko ban besar di Surabaya sebesar 4 juta nett per biji, katanya asli impor Jepang, bukan eco lokal. Wow, ban yang sering di roast warga sini rupanya mahal. Saya research reviews nya di internet memang comfort dan grip nya cenderung tidak preferable. Namun treadwearnya di klaim oleh Bridgestone sangat bagus, sehingga banyak dipakai pabrikan mobil untuk ban oem mereka. Tapi user reviews nya memang ngga bagus.


Lalu saya cari merk-merk premium lain seperti Conti Ultracontact atau Michelin, harganya juga 4 juta lebih semua dan ga ada yang jual di Surabaya ukuran CX9. Saya masih belum rela memperbaiki kualitas ride dengan mengeluarkan dana sebesar itu dikali 4 ban. Ditambah saya tidak menemukan tempat proper di garasi untuk menyimpan ban ori nya. "Dijual lah, bro!" Emang ada suhu disini yang mau beli eco mahal saya?


3. Monyong di parkiran mall

Saya meng capture kejadian yang bukan pertama kali ini di Ciputra Mall. Bisa dilihat meskipun ban belakang sudah saya mentokkan ke batas parkir, tetap saja kelihatan seperti sebuah mobil yang diparkir secara tidak tuntas, padahal memang sudah posisi termundur.
Terlihat ada Terios/rush tepat di sebelah kanan, terbayang agak repot nya si driver kalau mau belok kiri untuk exit parkir. Untung saja mall ini slot parkirnya lebar untuk ukuran mobil Indo, namun memang sedikit kurang panjang. Maafkan daku, Rush/terios driver.

Foto berikutnya, kejadian sama di Tunjungan Plaza. Agak risih juga ninggalin mobil dengan posisi seperti di atas. Kalau keadaan tidak pandemi dan ramai, pasti bakal bikin susah banyak orang.
4. Jangkr!k, dikira CX5! What a blasphemy!!!

Ketika sedang antri untuk giliran cuci interior di In n Out, staff nya datang membawa kertas spk untuk di tandatangani. Dengan sopan dan tanpa rasa berdosa dia berseloroh,
"Pak, betul yang punya CX5 merah ya? Bisa tolong tanda tangan di bawah sini?"
Rasa marah, kecewa, terhina, campur sedikit ngakak, nimbrung semua di otak saya waktu itu. Sebetulnya tidak perlu juga saya koreksi dia, toh yang ditunjuk memang mobil saya. Namun sanubari yang terlanjur tercoreng ini sedikit meletup dan langsung balas berseloroh, "CX9 ta, pak?!" Pikir saya "Elo ga liat apa those super sleek lines, long bonnet, and those 20" rims?! CX5 ma azz.. Those are for peasants!" Akhirnya ketawa kecil dia sambil ditebelin tuh angka 5 jadi angka 9. "You're lucky I'm a merciful guy, you mortal ignorant!"

Saya agak ngakak mengingat kejadian di atas karena, di forum ini plus opini many video reviewers, tidak jarang yang mengkritik kalau bentuknya agak terlalu mirip adiknya. Namun saya sebagai owner adalah yang sangat tidak setuju sampai nulis review cerpen di SM. Eh, kejadian langsung di depan batang hidung saya. Asli ironis, coeg.
5. Menerjang banjir besar
28 Desember 2020 kemarin kota Surabaya hujan seperti sedang menangis sejadi-jadinya sehabis ditinggal lebih cepat oleh ibu walikota Tri Rismaharini dari jadwal seharusnya karena beliau dipanggil menjadi mensos.
Hari itu ketika keluar dari rumah, hujan baru saja mulai turun namun memang langsung deras. Selama 30 menit sampai menjelang tiba di tujuan, hujan yang deras terus bertambah deras ditambah angin ribut. Tiba-tiba tidak disadari jalanan sudah jadi sungai, trotoar dan pembatas jalan sudah tenggelam. Saya tidak cepat sadar karena hujan lebat sekali sehingga mengurangi kejelasan keadaan di luar.


Courtesy of Suara Surabaya FB page.
Gambar I dan II adalah literally live image jalur yang saya lewati waktu itu. Dalamnya air sudah jelas setengah paha orang dewasa. Through the wonder of socmed, saya juga menemukan video jalur di mana saya exactly menerjang banjir. Di video di atas bisa dilihat di sebelah kiri ada S class w221 yang mogok dan air sudah menyentuh headlamp nya. Saya literally melewati mobil itu sembari mbatin, "Piro iku tagihane sesok?". Fyi bagi orang Surabaya, semua lokasi di atas adalah daerah rumah sakit Mitra Keluarga, sekitar jl. Raya satelit, pasti anda mengerti ngerinya banjir di sekitar situ.
Disaat seperti ini lah ras ladder frame, yang tidak jarang di roast juga di forum ini, saya rindukan. Mobil ini termasuk lumayan jauh lebih ceper kalau dibandingkan kaum ladder. Tegang sekali saat saya menerjang air sedalam itu pakai mobil ini. Ditambah gerombolan motor mogok yang memperlambat laju traffic, plus mobil lain macam jazz, mobilio, voxy, dll bermogok ria di tengah jalan menambah nuansa seram-seram-pasrah di dalam kabin.
Belakangan saya sadar foglamp nya sudah pasti tenggelam dan saya masih nyalakan. Efeknya? Besok ketika dinyalakan, foglamp bagian kanan brebet nyalanya seperti lampu neon yang tidak kunjung ajeg menyala. Lalu semenit kemudian normal, dan muncul embun di dalam housing nya.

Sebenarnya kalau dilihat, rata-rata intake suv monokok pada umumnya sudah terletak cukup tinggi, di bagian paling atas ruang mesin. Di CX9 juga sama, letak intake nya kira-kira separuh total tingginya yaitu 85-90 CM dari tanah atau sekitar pinggul orang dewasa. Asal kelistrikan ga ada yang konslet, ketinggian segitu seharusnya masih aman bagi mesin melewati banjir kemarin.

Dapat jackpot sehabis kebanjiran:


Di bengkel resmi, pengecekan foglamp yang sempat brebet terendam air.

VI. Summary
Ketika Palisade diumumkan masuk ke Indo dan di internet mulai banjir video 1st impression yang menayangkan versi lokalnya, jujur saja saya terintimidasi. Saudara kembar si KIA Telluride yang juga ngetop di US ini memang di cap sebagai how an USDM SUV should be made, boxy and roomy. Saya berkontemplasi mungkin mencapai 2 minggu melihati terus video para reviewer lokal, dan mencoba menentukan sikap hati yang jujur, "Haruskah saya menyesal karena terlanjur membeli CX9? Kalo menyesal kenapa, kalau tidak alasannya juga apa?"



Saya adalah pembeli yang mempertimbangkan Hyundai Santa fe sebagai 2nd candidate sebelum akhirnya memutuskan mengambil CX9. Jadi Palisade ini seharusnya akan mengambrukkan psikologi saya akibat keputusan mengambil Mazda kemarin. Sebab semua yang ada di Santa fe ada di Palisade and very much better in every way.
Namun seperti uraian saya tentang unsur-unsur agelessness yang ada di exterior maupun interior CX9 di atas, rupanya lebih sedikit yang menurut saya berada di Palisade setelah bertapa dua minggu. Yang paling krusial diantaranya ialah garis design eksterior nya yang bagi saya lagi-lagi mengulangi kebiasaan lama K-car, yaitu membuat variasi tekukan-tekukan yang bikin tampilannya cepat obsolete.
Bahkan saya bisa menguraikan unsur-unsur di CX9 tadi dikarenakan saya telah melihat Palisade, meski memang baru sebatas video online. Namun andai si Hyundai big SUV ini tidak muncul, mungkin appreciation saya terhadap tongkrongan saya sendiri tidak akan sedewasa sekarang.
Kalau dipikir lagi, saya malah lebih gemas dengan munculnya CX9 versi AWD di Indo dengan segala tambahan printilannya, belum lagi kalau Mzd connect dengan 10.25 inch display nya segera dimasukkan. Saya tidak menyangka kalau tambahan harganya 'hanya' 100 jt pas. Saya mengira tidak akan masuk ke Indo karena mengira harganya akan 1 milyar lebih, tapi ternyata masih cukup jauh. Artinya kalau diulang lagi apakah harus memilih Palisade atau CX9, malahan saya jelas akan pilih CX9 awd.

Well, indeed some reviewers said, "You have to love a Mazda to own one." Bagi saya memang ada benarnya opini tersebut. Karena hal baiknya, if our love isn't a blind one, maka artinya kita bisa menemukan her inner beauty instead of just finding mere utility and practicality.
Venturer saya adalah kereta kuda perang yang selalu saya pakai untuk menerjang halangan musuh di battlefield, built solely on utility basis, which is only to survive. Namun siapa yang mau hidup dalam medan peperangan seumur hidup? Perang juga tidak dikobarkan tiap hari, sehingga kereta perang tidak relevan kalau dipakai setiap hari.
Separuh waktu kehidupan yang tidak mengalami peperangan memerlukan kereta lain. CX9 ibarat kereta kerajaan, yang sering dipakai untuk mengangkut raja dan permaisuri untuk ngedate atau menghadiri undangan pesta ke kerajaan lain. For that particular reasons, there must be a distinctive and distinguishing special look & feel yang harus ada di kereta ini, cause it represents identity, more than just a carrying cart with moving tires.
Saya kesulitan mencari kandidat lain yang bisa menyamai unsur keawetan pada looks & feels yang ada di CX9. Kalau ada, barangnya akan dijual begitu mahal sampai-sampai orang seperti saya akan bosan sendiri sangking seringnya berfantasi tanpa ada harapan menggenggamnya dengan tangan sendiri. I call this, everlasting joy through timeless elegance.


