Keputusan membeli KWR ini diambil setelah membandingkan dengan LCGC lain di kisaran harga 110-120juta OTR TangSel. Sehingga muncul 2 opsi, yaitu :
- Suzuki Karimun Wagon R GL M/T, dengan kelebihan immobilizer & 1 airbag
- Daihatsu Ayla M M/T, dengan kelebihan power window di 4 pintu.
Dengan pilihan tersebut, keputusan final diambil setelah test drive. KWR menang di kenyamanan posisi mengemudi.
Setelah keputusan diambil, maka pembelian dilakukan di GIIAS, dan mendapat diskon di angka belasan juta rupiah. Dari harga pricelist Rp.129.000.000,-. Dengan paket bonus kaca film standart samping belakang, talang air, karpet dasar, karpet karet persegi empat model jadul dengan tulisan "SUZUKI". Dan free servis sampai 50000KM.

Setelah mobil sampai di rumah, KWR langsung dibawa untuk dipasangkan sarung jok, alarm (ini sedikit menyesal, kenapa gak pasang alarm SGA. Mungkin tahun depan akan saya ganti alarmnya dengan SGA), dan KF depan 3M BB40.
Plat nomor turun dalam waktu 20 hari kerja. Dan sesuai pesanan, nomor ganjil.
Setelah berjalan kira-kira 500KM, mobil saya bawa ke beres untuk servis pertama dan ganti oli dengan Unil Opal 0W-20, dan ganti filter olinya sekalian. (Harga filtet oli di beres malah lebih murah daripada harga di marketplace online)
Kesan awal berkendara dengan mobil ini adalah suspensi yang keempukan, body roll yang sangat terasa, stir hambar, dan respons mesin terasa lambat. Namun setelah beberapa hari mengemudikan mobil ini, sudah semakin tau bagaimana mengatasi body rollnya, dengan cara menggerakan stir sehalus mungkin.
Respons mesin setelah berjalan di atas 1000KM terasa membaik, dengan sweet spot di kisaran 2500-5000RPM. Tenaga terasa mengisi, tetapi memang rasanya tidak seagresif respons mesin Daihatsu Ayla M yang rasio gearnya rapat. Rasio gear KWR ini tidak serapat rasio gear Ayla, tetapi tetap bisa diajak agresif juga, dengan menjaga RPM di atas 3000. Dari karakter mesinnya, mobil ini memang enak buat melaju konstan dan dikendarai dengan gaya mengemudi santai. Melaju konstan 100KPJ didapat di RPM 3100-3200.
Posisi duduk mobil ini mirip dengan posisi duduk LMPV. Walaupun stir tidak bisa distel, tetapi tidak sulit untuk menemukan posisi mengemudi yang nyaman. Mobil ini saya pakai untuk taksol di hari Sabtu, dan saya tidak merasa terlalu capek setelah mengemudi selama 13 jam dengan jarak tempuh 200KM. Kaki kiri pun tidak terasa terlalu pegal.
Konsumsi BBM mobil ini terhitung irit. Dengan pemakaian untuk taksol dan pulang pergi kerja sehari-hari, rata-rata menghabiskan 1 liter Pertamax/Super untuk 14KM.
"Apalah Arti Sebuah Nama ?" - Shakespeare
Barangkali, permainan nama adalah salah satu trik Mitsubishi untuk membuat produknya bisa laris di pasaran. Bahkan saking hobinya Mitsubishi mempermainkan nama produk, mungkin sampai pada level nama tersebut tidak spesifik untuk satu produk.
Misalnya yang pertama, Mitsubishi Pajero Sport. Hanya kalangan petrolheads yang tau kalau Pajero Sport bukan Pajero "beneran". Orang awam akan refer ke SUV ladder berbasis Triton satu ini sebagai "Mitsubishi Pajero".
Mitsubishi Mirage, dulunya hatchback 3-pintu sport berbasis Lancer, tapi sekarang malah lebih dikenal sebagai mobil kutu. Evolution, dulunya sedan sport sekarang jadi mobil listrik.
Eclipse ? Ya, dulunya juga mobil sport coupe 2 pintu yang sempat populer juga salah satunya karena film "Fast n Furious". Mobil ini digunakan di film pertama dan kedua berturut - turut. Di film kedua menggunakan versi Convertible. Selain itu, Mitsubishi Eclipse juga terkenal jadi mobil starter di game NFS series.

Kini Mitsubishi pun mempermainkan nama Eclipse menjadi "Eclipse Cross". Bentuknya nggak lagi sportcar, tapi crossover 4-pintu.
Pengganti Outlander Sport ?

Mitsubishi sendiri tidak pernah state Eclipse Cross adalah pengganti Outlander Sport. Menurut Wiki, ia diposisikan di antara Outlander Sport dan Outlander "beneran". Ukurannya 4.405 x 1.805 x 1.685, memang lebih besar dibanding Outlander Sport : 4.295 x 1.770 x 1.625. Wheelbase sama persis 2.670 mm. Ini disebabkan karena mobil - mobil ini dikembangkan dari platform modular "Mitsubishi GS Platform" baik Outlander Sport, Eclipse Cross, Outlander, bersama dengan Lancer dan Delica, dan juga beberapa lineup Fiat/Chrysler.



Tapi masalahnya panjang Eclipse Cross juga masih jauh kalau dibandingkan dengan CR-V atau X-Trail yang sudah mendekati 4,6 meter. Terlalu kecil untuk dibandingkan dengan CR-V, tapi terlalu besar kalau dibandingkan dengan HR-V dan kawan - kawan. Kelasnya jadi somewhere in the middle. Kebingungan ini mirip dengan lineup Citycar Suzuki yang terlalu banyak. CR-V dan X-Trail pun sebenarnya beda konsep dengan Eclipse Cross yang cenderung ke sporty.
Untungnya di Indonesia, Outlander Sport sudah di-discontinue. Jadi kebingungan ini akan segera terselesaikan. Eclipse Cross secara tidak resmi menjadi pengganti Outlander Sport. Ditambah, dengan dijualnya Outlander PHEV, keribetan lineup Mitsubishi ini pun jadi terurai, dan di kelas 500 juta-an Mitsubishi juga nggak mungkin mengorbankan Pajero Sport.
Tapi ini masuk ke masalah kedua : harganya. Mobil ini dijual dengan harga 480 juta-an OTR, beda 1 juta 1 juta hanya dari warna dan 1 tipe saja : Ultimate. Tanpa mengetahui dilema lineup Mitsubishi ini, gampang saja ngomong Eclipse Cross adalah mobil yang overpriced secara kelas. Walaupun memang mahalnya tidak hanya karena kelas, tapi juga status Japan CBU yang diusung, berikut kelengkapannya juga kelas wahid, setara bahkan lebih canggih dari Pajero Sport Dakar Ultimate.
Exterior Styling : "Unik, Aneh ?"

Kalau anda hanya lihat bagian depannya, mungkin kita akan anggap mobil ini desainnya "biasa aja". Tapi begitu liat pantatnya.... Whoa! Mulai lambe nyinyir netizen pun pro-kontra. Ada yang suka, ada yang tidak. Pantatnya tepos, dengan garis lampu memanjang dari kanan ke kiri "membelah" kaca. Seperti di Civic Hatchback. Bedanya Civic Hatchback "dibelah" spoiler, ini "dibelah" lampu.

Sebenarnya mobil ini tidak boleh dinikmati desainnya sepotong-demi-sepotong. Maksudnya, kita harus lihat Eclipse Cross sebagai mobil yang "full" dari depan sampai belakang. Karena hanya dengan cara menikmati flow designnya kita bisa mencerna designnya. Seperti dengan angle seperti ini, malah terlihat keren. Mitsubishi sendiri bilang lampu belakangnya jika dilihat dari samping seperti kuda-kuda start seorang pelari.

Velg mobil ini menggunakan 18 inch dengan Toyo Proxes R44 yang sekilas motifnya mirip dengan velg CR-V gen 4, tapi sebenarnya di Eclipse lebih kaku, sedangkan CR-V lebih seperti kelopak bunga.

Kekurangan pada exteriornya adalah pada pada bagian belakang tidak menonjolkan mufflertipnya. Agak kurang gimana untuk mobil yang konsep desainnya sport, seperti Civic Hatchback spek Indonesia, walaupun di luaran masih mending Civic karena ada versi knalpot nongol di tengahnya.
Interior : High tech
Design bagian dalamnya menonjolkan kesan sangat high-tech. Setirnya mengambil milik Xpander, instrumentnya Pajero Sport, tombol AC digital juga mirip dengan Pajero Sport. Seluruh tombol dan panel terasa solid dan presisi, tentu saja karena CBU Jepang.


Yang berbeda adalah tuas transmisi dan sekitaran center console. Mobil ini memiliki touchpad di tengah untuk layar multimedianya. Layarnya sendiri mengatur banyak fungsi kendaraan, kurang lebih kayak di MZD Connect.


Dan mobil ini dibekali sh*tloads of features. Heater seats, Forward Collision Mitigation (FCM), Auto High Beam (AHB), Adaptive Cruise Control (ACC), Blind Spot Warning (BSW), Rear Cross Traffic Alert (RCTA), Active Stability and Traction Control (ASTC), Active Yaw Control (AYC), 7 airbags, All-auto power window, Head up Display. Ada lagi yang kurang?



Jok pengemudinya busanya terasa lebih empuk dari CR-V Turbo, driving positionnya cukup bagus walau tidak bisa down-low. Mungkin ekspektasi ane karena biasa pake Civic Turbo.
Ruang belakangnya pun cukup mumpuni, tidak se-menyedihkan Mazda CX-3, kurang lebih setara dengan Honda HR-V.
Powertrain & Driving
Eclipse Cross versi pasar Indonesia dibekali unit 4B40 1.5 Liter Turbocharged dengan CVT. Tenaganya 150 PS @ 5.500 RPM / 250 Nm @ 2.000 - 3.500 RPM. Mesin 4B40 ini unik, memiliki dual injection (port dan direct) , lalu juga dengan MIVEC.

Fun fact, 4B40 dikembangkan dari mesin 4A9-series, jadi mungkin ada beberapa kesamaan komponen dengan 4A91 Xpander.
Suspensinya menggunakan kombinasi McPherson Strut dan Multilink + torsion bar stabilizer, dilengkapi twin-tube shock absorber. Mungkin ini sejenis damper seperti di Xpander yang bekerja dual-action.
Dan here we go...
Keluar dari dealer kontur jalannya menurun dengan ada gundukan, langsung terasa karakter suspensinya : keras. Kualitas redamannya pun masih sedikit di bawah Civic / CR-V.
Langsung disambut dengan antrian kemacetan parah di Jl. Arteri Semarang, ngantri panjang dengan truk - truk besar. Mobil ini nggak terasa seperti CR-V kalo stop and go, bukaan gasnya lebih "kalem". Saya pun iseng dong mau coba FCM nya, eeee gak berhenti malah di bawah bak truk. Mungkin karena sensor tidak mendeteksi objek karena truknya nggak ada bumpernya. Bubar deh niatan mau coba fitur - fiturnya. Agak serem di kondisi kayak gini.
Lolos dari kemacetan ke jalan bandara baru Semarang, lumayan lengang, ane gas tipis-tipis lalu tambah kecepatan sampai ke RPM 4.000. Respon CVTnya sigap dan tidak ada unnecessary whining. Gimana ya, kalau dibandingkan dengan mobil dengan rate power sama, Wuling Almaz, beda level udahan. Meski sama-sama 150 PS tetap Eclipse Cross CVTnya terasa lebih refined, karakternya juga agak agresif, jadi setelan CVTnya malah lebih deket ke Civic daripada CR-V yang memang selipnya "disengaja" buat creeping di medan tanjakan.
Memutar ke perumahan dengan jalan pavingblok tidak rata, ternyata dengan setting suspensi seperti ini justru Eclipse Cross bantingannya terasa nggak se-lebay Xpander yang empuk, di pavingblok yang sama. Ayunan suspensinya lebih pas melibas jalan bergelombang dan nggak bikin pantat protes. Don't get me wrong, Xpander tetap lebih empuk dibanding Eclipse Cross.
Sekali lagi ane ketemu jalan lengang dan karena masih penasaran, akhirnya gaspol lah Eclipse Cross ini. Sampai 6.000 RPM, sampai 100 km/h. CVTnya bisa simulate pindah gigi, dan entah kenapa nggak terasa sintetik, terasa natural sekali. Mirip dengan transmisi AT. Mesinnya sendiri hmmm... I can't call it powerful. It's 150 PS anyway, not 190 like CR-V. Toh peak torque nya juga sudah habis di 4.000 RPM. Tetap lebih terasa turbo "kick" nya dibanding Almaz sih gimanapun. Jadi mesin ini kuat di putaran menengah, atasnya cenderung agak berat. Perlu sentuhan tuning nampaknya, krn terasa sekali mesin ini masih bisa dikuras potensinya. Tapi better daripada SUV tiongkok? Indeed, by a huge margin.
Handling dong, mulai dari sasis mobil ini, it feels more nimble than Outlander Sport. Setirnya pun less synthetic feel, beda dengan Outlander Sport. DI Outlander Sport ane selalu merasa setir dan bodi ini nggak konek, bodinya kemana, setirnya kemana. Bodinya berat, setirnya ringan. Jadi aneh. Eclipse tidak begitu, meskipun akurasi setirnya masih di bawah Honda, dan masih terasa terlalu ringan, paling tidak bodinya terasa rigid dan ringan. Pantat mobil ini pun tidak ada gejala "ngebuang" karena suspensi multilink nya. Didukung pula dengan ban yang mumpuni (Proxes R44). Aneh, padahal Outlander Sport justru lebih kecil dari Eclipse Cross.
Conclusion
VALUE FOR MONEY.
Sekali lagi ini diksi yang sangat relatif. Tidak serta-merta mobil dengan fitur banyak harga terjangkau itu value for money. Menurut saya, kita harus lihat mobil, as a whole car. Apakah ia harus jadi alat transportasi, apakah ia memberikan rasa kesenangan berkendara, bagaimana mobil itu merespon input dari tangan dan kaki kita. Semua itu bagi saya, priceless. Tidak dapat dinilai dengan uang. Kepresisian berkendara butuh otak dan jam terbang, bukan sekedar tempel ini tempel itu.
480 juta untuk crossover yang masuk kelasnya Honda HR-V, Mazda CX-3 ? Singkirkan dulu asumsi - asumsi kita mengenai mobil value for money itu harus murah dan fiturnya lengkap. Mobil ini kaya fitur, tapi bukan itu pointnya. Karena sekali lagi : fitur akan menyesuaikan zaman dan persaingan.
Dibanding mobil seperti HR-V, CX-3, bahkan saudaranya sendiri, Outlander Sport, mobil ini punya drivability yang overall lebih baik. Mesin yang tidak terlalu powerful tapi jelas lebih powerful dibanding lawannya (and easy to tune, I guess ?).
Refinement di sisi drivetrain yang baik, tuning suspensi dan sasis yang presisi, tanpa mengorbankan kenyamanan penumpang, walaupun ia kecil. Plus status CBU Japan, yang artinya, bebas segala jenis first-batch problem, dan fakta bahwa mobil ini sudah lama beredar di luaran.
Will I buy this car ? Sure, Why not? Mobil yang sangat menarik menurut saya. Tetep saya lebih suka Civic soal rasa berkendara, tapi kalau memang butuh crossover, I'd consider this thing.
Konsumsi BBM tersebut didapat dengan kondisi ban standart berukuran 145/80-R13. Kalah lebar sama ban motor 250cc.
Untuk NVH mobil ini terhitung baik dibandingan dengan LCGC 3 silinder lain. Getaran mesin ketika idle tidak sekasar mobil LCGC 3 silinder lain, karena engine mountingnya berukuran cukup besar. Suara mesin juga tidak terlalu terdengar di kabin.
Dengan kekurangan dan kelebihannya, mobil ini telah menjadi mobil favorit saya untuk perjalanan ke kantor, dengan rute Pamulang - Pejaten, karena sangat lincah bermanuver, dan gak bikin stres kalau lewat jalan tikus yang sempit. Serta gak bikin capek, walaupun mobil ini bertransmisi manual.