"LCGC menjadi mode dan tren green car (mobil hijau) yang bisa hemat bahan bakar," kata Menteri Perindustrian, MS Hidayat, saat mengomentari terbitnya regulasi untuk LCGC tersebut, Rabu (5/6).
Di satu sisi, terbitnya regulasi tersebut akan mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak ken daraan dengan efisiensi bahan bakar tinggi.
Namun, benarkah mobil-mobil baru di Indonesia yang nantinya akan menjadi lebih irit itu otomatis juga bakal ramah terhadap lingkungan?
Menanggapi isu tersebut, Regional Head External Affairs and Governmental Relations South East Asia PT Robert Bosch, Klaus Landhausser, mengatakan hal itu sulit dicapai selama kualitas BBM di Indonesia masih seperti sekarang.
Menurutnya, kualitas bensin dan solar di Indonesia yang lebih rendah ketimbang negara lain menjadi penghalang utama tercapainya efisiensi dan emisi gas buang kendaraan yang lebih rendah. Kondisi BBM itu terkait dengan standar emisi gas buang Euro 2 yang masih berlaku di sini.
"Malaysia sudah menerapkan Euro 4. Singapura malah berencana akan mulai memperkenalkan Euro 5," ujarnya dalam wawancara khusus dengan Media Indonesia di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Rabu (5/6). Bosch merupakan perusahaan pemasok teknologi otomotif asal Jerman.
Lebih lanjut, Landhausser menjelas kan, selain berdampak pada aspek lingku ngan, standar Euro 2 di Indonesia membuat perkem bangan teknologi di industri otomotif negeri ini juga tertinggal jika diban dingkan dengan yang lain.
"Mobil-mobil di belahan dunia lain sudah berteknologi tinggi. Sangat rendah emisi, rendah konsumsi BBM, dengan perf o r m a ke n daraan yang jauh lebih baik.
Di sini, Anda tak punya semua itu karena kualitas BBM yang rendah. Kualitas BBM-lah yang akan membawa kita pada teknologi kenda raan yang lebih modern dan lebih ramah lingkungan." tukasnya.
Kerisauan Landhausser itu rupanya juga dirasakan pemain industri otomotif di Tanah Air. Para pabrikan roda empat kerap berpikir berulang kali sebelum memasukkan mobil berteknologi terbaru mereka ke Tanah Air. Itu karena keadaan BBM yang tidak memenuhi standar dengan yang dibutuhkan, baik itu yang bermesin diesel maupun bermesin bensin.
Hal tersebut dibenarkan Direktur Pemasaran PT KIA Mobil Indonesia Hartanto luang menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015 nanti, yang berdampak pada perpindahan bebas barang dan jasa di seputar region tersebut.
Hal itu berhubungan dengan besarnya biaya logistik melalui jalur darat karena perusahaan freight forwarding dalam dan luar negeri harus merogoh kocek ekstra untuk mengganti angkutan truk mereka yang sesuai dengan standar Euro dan kualitas BBM saat melintasi Indonesia.
"Ini penting jika Indonesia ingin menjadi pusat otomotif (automotive hub) di ASEAN.
Lagi pula, bagaimana Indonesia bisa menjadi pusat otomotif dan mengekspor ke luar negeri jika di sini produknya tidak kompetitif dengan standar Euro 2, sedang baru. Untuk mobil yang completely built up malah ibaratnya sekedip mata saja karena di luar sudah banyak yang Euro4," terang Mukiat.
Bagaimana de ngan pemerin tah? Menperin MS Hidayat menuturkan pemerintah baru bisa beranjak ke Euro 4 jika perusahaan-perusahaan minyak telah terlebih dahulu memproduksi BBM dengan kualitas sesuai standar Euro 4.
"Bila seluruh BBM sudah memenuhi kualitas tersebut dan tersedia merata secara nasional, persyaratan wajib Euro 4 bisa diterapkan," jelasnya melalui pesan singkat, Selasa (11/6) malam.
Namun, apa pun alasannya, Indonesia memang mesti segera melompat ke batu pijakan berikut
kira kira kapan ya ke euro 4 ? sekarang di jlanan penuh debu,polusi,asap hitam diesel ..cost jangka panjang pasti berbahaya bagi kesehatan


