

SHORT HISTORY

Tiguan, mungkin nama mobil yang paling meaningless dan gak nyambung sepanjang sejarah VW - malah mungkin salah satu nama terburuk yang pernah diberikan pabrikan ke produknya. Dimana Beetle namanya terinspirasi dari siluet yang memang mirip beetle, Golf-Passat-Jetta-Scirocco dari jenis arus angin (ada masa dimana VW menamain mobilnya berdasar nama angin), dan Touran merupakan singkatan dari Tour and Sharan (nama van yang lebih besar dan lebih kecil dari Touran, Touran sebagai pengisi gap diantara keduanya), nama Tiguan malah merupakan singkatan dari Tiger and Iguana.....
Yes, I know.. Saya juga gak ngerti maksud mereka apa..

Selain dari namanya yang sama sekali nggak mencerminkan bentuk dan kemampuan mobil ini (nothing at all resembles a tiger or an iguana)

Jadi... Apa donk yang menarik di bahas dari mobil ini?...

Well, untuk strater-nya, Tiguan dibangun diatas platform PQ35 Volkswagen. PQ35 ini adalah platform pertama dimana VW Group (VW, Audi, Seat, Skoda, Bentley) develop sebuah platform yang extra modular dan extra flexible. Investasi VW Group ini menghasilkan PQ35, sebuah platform yang VW sebut sebagai MQB. (Sebagian dari bahasan MQB ini tidak sengaja saya kasih teaser nya dalam kopdar Surabaya bersama oom Tomkat... Asemm.. Gara-gara keasikan ngobrol jadi kepancing..


Ok, lanjut. MQB merupakan singkatan dari Modularer Querbaukasten atau Modular Transversal Toolkit dalam bahasa Inggris-nya. And literally, seluruh bisnis VW saat ini sangat bergantung pada kesuksesan MQB, karena nyaris semua kendaraan dari VW Group menggunakan MQB parts matrix. Desain MQB menerapkan serangkaian hardpoints di titik yang fixed untuk sejumlah besar line-up mobil dan powertrain. Hardpoints ini membuat peletakan struktur standar mobil, meliputi: engine and transmission mounting, steering rack, electrical systems, dan static dan kinematic setting dari suspensi (toe, camber, caster, dll) sudah ditentukan, dan tidak dapat diubah. Akan tetapi, MQB tetap memberikan sedikit kebebasan VW Group untuk mendesain printilan seperti entertainment system, atau aircon dengan spesifikasi yang berbeda sesuai dengan line up masing-masing brand (VW, Audi, Skoda, Seat, Bentley).
Dalam bahasa manusianya; setiap kali VW Group menelurkan produk baru dengan basis MQB, they don't start with a piece of blank paper, melainkan mereka sudah punya strukturnya, tinggal desain eksterior, interior, suspensi, dan memilih powertrain. Positifnya? Mereka tidak membutuhkan biaya besar untuk development produk terbaru karena desain MQB minimal dapat dipergunakan untuk line up 3 generasi, dan dalam kasus VW Group, itu artinya 3 generasi untuk 5 merk yang bersama menggunakan MQB. Itu artinya 3 generasi VW Golf, 3 generasi Tiguan, 3 generasi Jetta 3 generasi A3, 3 Generasi A4, 3 generasi A5, 3 generasi A6, 3 generasi Q3 dan Q5, 3 generasi Seat Leon, 3 Generasi Skoda Yeti, bahkan sampai 3 generasi Bentley Continental. Bayangkan berapa banyak penghematan yang bisa mereka lakukan.. Setiap meluncurkan produk baru dari masing-masing merk untuk 20 tahun kedepan mereka hanya perlu desain new features saja karena tulang nya sudah ada.


Negatifnya? Ada juga. Karena menggunakan basis platform yang sama dengan semua strukturnya nyaris unified, maka identitas dari tiap merk dipertaruhkan. Masing-masing merk bisa jadi kehilangan jati dirinya dan malah termakan dengan merk yang lain karena feel-nya nyaris sama. Contohnya seperti ketika saya merasakan new VW Golf mk7. Karena mereka tidak perlu develop dari awal lagi, VW memutuskan Golf mk7 ditujukan untuk segment upmarket, yang pada akhirnya mereka menggunakan dana investasi berlebih untuk kualitas parts dan fit and finish lebih baik. Hasilnya? Saat ini saya malah mikir Golf mk7 terasa lebih well-made ketimbang Audi A4 2012, dengan karakteristik pengendaraan yang sangat identik. Ternyata tidak hanya saya yang hanya reviewer ecek-ecek yang merasakan demikian, Chris Harris, seorang jurnalis terkemuka asal Inggris (Drive, Evo, anak didik langsung Harry Metcalfe dan merupakan teman baik Jeremy Clarkson) juga mengatakan hal serupa saat melakukan test drive Bentley Continental GT Speed dan Audi S4, mengatakan bahwa luar biasa banyak kesamaan karakteristik diantara keduanya, walau pada saat itu Chris tidak membahas tentang MQB sama sekali. Video review Chris di upload tepat setahun yang lalu, dan bisa dilihat disini:
https://www.youtube.com/watch?v=wl9wGfp ... BD346EEEFA
Dan nggak cuma Chris, jurnalis Top Gear, Paul Horrell, sering bercanda kalau kepanjangan MQB yang sebenarnya adalah Made from Quiet similar Bits, yang mana sebenarnya secara tepat bisa langsung mendefinisikan MQB.

Ok, one fact down... What's next?... Hmmm... Oh yeah :
The best bit about the car is the engine; the dual charger 1.4 L TSI

OK lah fanboy Mitsu boleh bangga bahwa FQ400 sudah pernah membuktikan kalau mesin 2.0L bisa memiliki output 400 HP, tapi TSI memiliki struktur engineering yang berkali lipat lebih complicated. Dan... 4G63 DOHC FQ series Mitsu dari awal didesain untuk menelurkan output maksimal (iron cast engine block, aluminium head, beefier forged steel connecting rods, big turbo and intercooler), sedang TSI tujuan utamanya adalah untuk ekonomi, mesin dibuat se-ringan dan sekecil mungkin supaya FC terjaga dan ruang interior makin lega.
To put it in a certain point of view; Mitsu 4G63 FQ memaksimalkan potensi mesin yang sudah ada sampai batas akhir, membuktikan potensi sebuah mesin jadul pada saat ini, sedang VW 1.4 TSI memberikan sebuah opsi baru sebuah mesin yang batas potensi pengembangannya belum terlihat. Basis mesin untuk masa depan (an engine for the future), baik secara ekonomi atau performa, dan sangat sesuai dengan regulasi masa kini; That is the importance of TSI.

Sayangnya, karena biaya produksi TSI ini begitu mahalnya pada saat ini, maka VW memutuskan untuk menghentikan produksinya, dan beralih ke pakem turbo-scroll (single small turbo) yang di prakarsai oleh BMW, sampai suatu saat TSI bisa menjadi opsi yang lebih efisien untuk di produksi.

But hey, ini malah jadi kesempatan emas bagi orang yang mau meminang Tiguan, atau sudah memiliki Tiguan dengan mesin TSI. You will be a part of history, owning the possibly IS the most important engine of the decade, yang mana pabrikan sebesar VW Group saja kewalahan di biaya produksinya..
OVERVIEW
Tiguan yang edar di Indonesia ada 2 tipe; Highline, dan Standard. Perbedaan yang terdapat di highline dan tidak ada di Standard adalah:
Eksterior :
• Roof rail,
• Dark tinted side window,
• Comfort bumpers with chrome,
• Side moulding,
• Bi-Xenon with DRL
Interior :
• Sport seat with "Alcantara"
• Chrome package
Safety :
• Rest Assist
Fitur yang menjadi standar adalah:
• Folding table,
• TPMS,
• ESC, ABS, ASR, EDL, EDTC
• Front Wheel Drive
• 7 airbags
• Start/Stop system
• LCD HU
• Electronic parking brake
• DSG gearbox + 1.4 L TSI
• R17 wheels dengan ban Continental Crosscontact UHP (ban SUV paling mahal Continental)
• Rear vent aircon
Yang tidak standar adalah:
• Sunroof
• Paddle-shift
• Electric seats
• Rain-sensing wiper
• Leather seats
Nah, yang akan saya review adalah yang tipe Highline warna Candy White. Platform PQ35 yang digunakan di varian ini telah menggunakan new lightweight hybrid steel dan aluminium chassis sehingga lebih ringan dan lebih kaku dari pendahulunya, walau dalam skala High Tension CX-5 levelnya masih lebih tinggi. Suspensi sama persis dengan Golf Mk6; McPherson di depan dan multilink di belakang. Dengan mesin 1.4 TSI yang sudah saya ceritakan diatas, dan transmisi DSG, yang masih merupakan transmisi paling mahal untuk passenger car, Tiguan menjanjikan pengalaman berkendara yang berbeda dari compact SUV lain.
Langsung aja masuk ke review ya:
EKSTERIOR


Well.. Secara general bentuknya biasa saja.


INTERIOR
Terlihat lebih membosankan dari eksteriornya..




Ruang kaki depan dan belakang cukup luas, setara dengan CX-5, dengan posisi duduk terasa lebih tinggi. Di row 2 duduknya terasa sangat tegak dan tidak dapat di rebahkan walaupun memiliki fitur recline individual. Headroom pun cukup. Yang jelas, untuk harga 495 juta, terasa buang-buang uang berada dalam kabin Tiguan dalam kondisi diam.



Bagasi terasa agak sedikit terbatas, karena bagian kiri dan kanan bagasi yang di rivalnya biasa ada cekungan, tidak ditemukan disini. Akan tetapi ketika dipergunakan untuk mengisi barang-barang bawaan saya ternyata masih cukup mumpuni. Mungkin karena color scheme nya yang membuat bagasinya sekilas terkesan lebih kecil dari yang lain.


All in all, berada dalam Tiguan sangat berasa seperti berada di dalam Golf Mk6, hanya saya lebih prefer berada di dalam kabin Golf.

TEST DRIVE
Menyalakan mobil, derum mobil saat start up terkesan agak kasar, walau tidak ada suara yang masuk berlebihan. TSI memiliki tipikal lebih halus jika dijalankan dalam kondisi mesin dengan suhu optimal, jadi saya tunggu sekitar 1 menit sebelum menjalankan mobilnya. Posisi duduk terasa perfect dan commanding.


Boom!

Woaah... Karakter twincharger menghentakkan kepala saya ke headrest. The take off feels quick! Torque steer pun terasa cukup besar di tangan saya, karena setir secara otomatis mengarahkan ke kanan pada awal akselerasi. Walaupun begitu, waktu yang saya dapatkan untuk 0-100 kpj adalah 9,5 detik menggunakan stopwatch handphone, yang mana biasa saja.. sama sekali tidak impresif. Mobil ini memiliki 150 HP/ 240 Nm, masih dibawah CX-5 2.5 yang 185 HP/250 NM (perbandingan harga terdekat), akan tetapi jangan lupa, Tiguan memiliki mesin 1100 cc lebih kecil, itupun masih bisa di tweaking banyak hanya via piggyback.
diveblues wrote:
Setelah itu saya coba manuver ringan ringan ditengah kemacetan kota Jakarta... Meh.. Transmisi DSG nya masih terasa jerky, sangat mengurangi driving experience. Handling mobil ini cukup superb, EPS nya sangat reaktif terhadap pergantian kecepatan dan selalu dapat memberikan berat yang tepat saat manuver. Walaupun penggantian arah nowhere as fast as a Golf, tapi akurasi setir sangat baik untuk ukuran SUV dengan feedback yang cukup baik. Saya rasa koneksi ekstra yang saya rasakan lewat setir ini sedikit banyak di karenakan ban Continental yang digunakan di unit ini. CrossContact UHP, memberikan grip yang luar biasa besar sehingga saat belok kencang sekalipun driver akan pede terus bejek gas karena percaya dengan grip yang diberikan oleh ban. Dalam beberapa kesempatan di dalam kota pun saya beberapa kali jalan 60 kpj sebelum akhirnya dalam jarak +- 10 meter dari kemacetan di depan saya baru injak rem, hanya untuk merasakan besarnya grip ban Continental ini. Dan walaupun begitu, ban ini tetap memberikan pantulan suspensi yang supple untuk Tiguan. Memang cenderung ke arah keras sekali, tapi semua terbayarkan dengan sangat baiknya performa yang ditawarkan dan sangat sinkronnya dengan karakter drivetrain, sampai pada level saya gak akan ganti ban comfort jika saya punya Tiguan.. Padahal sebelumnya beli CRV RE yang keras sedikit saja udah gatel mau ganti ban comfort dan silent, di CX-5 pun juga rasanya saya akan prefer menggunakan ban Touring yang comfort.
Kekurangan Tiguan paling besar jika dibandingkan CX-5 adalah body control-nya..



KESIMPULAN
One SUV with a future historical engine. Steering yang hanya bisa disamai oleh CX-5, brand yang di Indonesia lebih prestisius dari Honda, dan sangat Jerman: functional, clean, and very well-made. Dengan displacement mesin yang kecil menjanjikan keiritan walau minimal harus Pertamax+, ruang yang cukup akomodatif, dan tentunya lebih aman dari banjir atau jalan rusak ketimbang small cars, menjadikan Tiguan sekilas seperti SUV yang layak dipilih.
Sayangnya, dengan harga 495 juta untuk versi Highline, apa yang ditawarkan tidak cukup menggiurkan. Interior yang sangat plain, fitur yang tidak menarik, transmisi DSG yang jerky, ride yang cenderung harsh, dan kemampuan rem yang dipertanyakan sudah cukup membuat saya berpikir bahwa Tiguan hanya produk medioker yang overpriced.. Akan sangat berbeda ceritanya jika harganya bisa sama dengan Mazda CX-5 2.5 L.
Jadi, kalau anda mau dapat semua hal baik yang dimiliki oleh Tiguan, buy a Golf Mk6.
Stig Score :
6 out of 10
HARGA
Highline 495 juta unit 2014.
RIVALS
Based on Class : CX-5 2.5, CRV 2.4
Based on Price : Hyundai Santa Fe 2.2 CRDi FWD
