Ini ketauan banget dari review nya short banget waktu yang dipakai untuk merasakan mobilnya.. Ada banyak point yang perlu ane koreksi, tapi biar lebih whole, ane short review aja sekalian ya 500 biasa sama Abarth 695 Tributo Ferrari.. Kebetulan sempat ada yang bawa ke garasi kedua-duanya.
Untuk 500, bisa dilihat di Liga LCGC;
http://www.serayamotor.com/diskusi/view ... 19&t=20811
Ane review yang Lounge
Untuk short review 695 sebagai berikut;
Oke, beberapa point penting tentang 695 Tributo Ferrari adalah; mobil merupakan mobil yang diproduksi dengan limited numbers; hanya 1999 unit di seluruh dunia. Sampai saat kencan, unit yang saya bawa merupakan mobil ke dua dari 2 695 Tributo Ferrari yang "sudah laku" di Indonesia. Saya kasih tanda kutip karena denger-denger 695 Tributo Ferrari masih ada unit (2012 atau 2013 gitu) yang belum laku di Indonesia.
Point kedua, mobil ini tenaganya sedikit lebih besar dari 595C ataupun Essesse, yaitu 230 Nm dan 180 HP (sekitar 10 HP lebih besar dari Essesse, CMIIW). Walaupun basically semua sama. 1400cc, dan gearbox Competizione (beberapa fanboy alay lebih suka nyebutnya sebagai F1-Superfast gearbox, padahal gak tau mereka ini gearbox basically sama aja sama Smart punya, cuman lebih beefy).
Jadi ane yakin, feelingnya 11-12 sama 595 dan Essesse punya ini 695, secara sama versi lounge juga steeringnya masih familier kok 695 (sedikit).
Oke, pertama, Abarth bukan hot hatch yang bisa dibilang "balanced". Paling terasa kalau dibawa ditengah hujan, ngebut 100 kpj aja di tol terus injek rem sedikit keras, udah belakangnya ilang. Dalam beberapa kasus, di jalan kering gripnya besar, tapi kalau hujan di bawa ngebut, mobil ini kerasa ada kemungkinan melintir. Mungkin efek ban, bisa jadi juga karena distribusi bobot atau apa, yang jelas elektronika keamanan seperti TTC ESP di mobil ini merupakan kontrol traksi paling stupid dari semua mobil yang pernah ane coba. Kayaknya orang-orang Itali yang buat cuman sengaja bikin tombol TTC tanpa tau kegunaannya apa. ESP sendiri ga bisa dimatikan.
Lalu gearbox-nya. Sebenarnya Comp gearboxnya (automated manual) udah jauh lebih baik dari yang bawaan Lounge, downshift di 695 langsung klik sekedipan mata disusul burbling exhaust, jauh lebih nikmat didengar daripada MINI Cooper punya. Akan tetapi setiap mau upshift, seakan-akan turbonya mau ngekick terus (seperti efek turbo spooling lalu mobil njendut-njendut kedepan) jadi mau nggak mau reflek kaki kanan sedikit melepas pedal gas biar gak jerky, tapi malah pada akhirnya memperkuat jerky nya upshift karena rpm nya jadi terlalu rendah untuk upshift.
Setelah beberapa kilometer jalan bareng dengan 695, baru ketauan trik nya kalau mau upshift rada halus dan kaki tetap di pedal gas, jarum RPM harus berada diantara 2500-3000 RPM, karena sinkronisasi rpm mesin antar gigi paling baik berada di range itu. Which is painful, karena jadi agak tricky kalau kita pakai di tengah kota yang sedikit ramai.
Lalu yang bilang steering Abarth itu feedback nya banyak, kayaknya masih perlu banyak latihan deh. Ya, setirnya Abarth berat karena minim EPS, akan tetapi feedback nya tidak melimpah, apalagi kalau dibandingkan sama MINI R56 series. Roda depan susah di prediksi posisinya, sedangkan bagian belakang gak berasa apa-apa. Hal ini diperparah dengan yang tadi itu, kebodohan TTC dan ESP. ESP nya selalu ON dan selalu ambil alih perintah untuk memutar roda bagian dalam lebih kencang dari roda bagian luar saat menikung. Ini efeknya bagus kalau fine tuning. Masalahnya, karena Abarth produk Italia, kayaknya engineernya lupa setting karena keburu istirahat makan siang.
Di kecepatan yang berubah-berubah, ESP nya rada idiot membuat berat setir berubah-berubah karena perputaran roda bagian luar dan dalam konstan berubah-berubah, jadi mobil ini kalau dipacu kencang, apalagi manuver, kerasa kayak gak punya patokan rasio setir. Akhirnya setir perlu di koreksi 100 persen dari 100 persen lamanya pengendaraan. Sekali lagi, ESP gak bisa dimatikan; saya yakin penyebabnya adalah engineer nya lupa masang tombolnya di mobil karena ngidam makan spaghetti.
Dan lucunya, Abarth itu lebih enak dikendarai secara sportif jika TTC nya dinyalakan karena efek understeer bisa di eliminasi secara maksimal, walau nggak bisa dibilang akurat juga. Ini juga mobil hatch pertama yang dalam kondisi normal TTC nya mati, dan kalau mau enak, kita harus manual nyalakan TTC dengan mencet tombol.
Lalu Abarth juga punya Comp suspension yang terlalu keras walau gak perlu. Kerasnya suspensi ini tidak memberikan damping yang lebih baik ataupun grip lebih melimpah, yang ada malah efek bouncy mobil kalau ngebut berasa banget. Di kecepatan tinggi lurus, bagian belakang mobil kerasa mentul-mentul kewalahan ngikutin depannya. Dalam kondisi cornering kencang, gantian depannya yang mentul-mentul yang menyebabkan berkali-kali traksi roda ada dan hilang, dan ESP mobil akhirnya bingung baca, akhirnya setirnya jadi bingung, pas masuk corner berat, pas di apex ringan tanpa feeling, pas keluar corner udah terlanjur understeer dan telat momennya untuk ngegas lagi.
Tapi, kesemua permasalahan diatas punya 1 jalan keluar.. Yaitu dengan nyetir Abarth sekencang mungkin kapanpun kondisinya memungkinkan. Karena tidak ada mobil kecil modern lain yang menawarkan sensasi bunuh diri dari awal mesin di start, sampai dimatikan lagi di tempat tujuan. Perasaan terancam ini dikemas dengan suara exhaust hatchback paling merdu yang pernah saya dengar, dan juga over-torque yang menyebabkan efek roket selalu tersedia.
695 merupakan hatchback paling fun yang pernah saya kendarai.
Anda sudah TEST DRIVE belum?...