jalu wrote:
Kalo krn solar yg tidak standar, IMO triton lainnya mestinya sama2 tumbang SCV nya secara bergilir meski gak pernah kehabisan solar. Saya lbh berasumsi krn kehabisan solar, partikel kotoran terangkat ke sistem dan stuck di SCV sehingga jadi macet/seret.
Kalo boleh tahu solar hasil refinery di tempat um jalu spec-nya bagaimana ? Brp persen kandungan sulphur / aromatic / CN number, juga kandungan zat2 lainnya. Berapa angka HFRR nya ?
Gini ceritanya :
Solar dengan kadar aromatic tinggi (associate with high sulphur content) kalo dalam perioda lama konon ada tendensi utk muncul endapan karena heavy fraction (double bonds) yg lebih berat turun ke bawah, selain itu aromatic juga thermal stability rendah, walau heating value tinggi, bertendensi membuat endapan di fuel lines, maka itu dibutuhkan additive yg sifatnya cleaner / detergent.
Kalau solar dgn kadar sulphur rendah, maka tendensi utk "basi" akan lebih cepat since sulphur sebetulnya berfungsi sbg antibiotic, dimana di solar itu hidup bakteri. Juga kadar sulphur rendah biasanya daya lumasnya juga agak kurang. Maka inipun perlu additive juga utk mengkompensasi kekurangan2-nya.
Dugaan saya mirip dgn analisa um jalu, mungkin tangki solar dah kotor sekali sehingga saat solar sgt minim kotoran2 terangkat naik.
Kalo mobil2 yg belum kena masalah, mungkin hanya soal waktu saja.
Menurut hemat ane bagaimanapun juga masalah utama harus diberesi dahulu, kualitas solar-nya harus di audit, saat keluar dr kilang diberi additive yg sesuai lalu di test di lab utk soal angka HFRR / laju pengendapan, dll., bandingkan dengan HSD yang standard baku semisal HSD dari AKR / Shell / Total / Petronas.
Angka sulphur agak tinggi semisal sampai 3000 an ppm gak masalah, asal diberi additive yg tepat.
Semoga membantu