Turboman wrote:
Jadi mestinya kan kalo pertumbuhan kesejahteraan yg sehat, th 96 orang beli mobil pertama Kijang, harus nya skg itu udah level Prado, tapi skg beli lebel yg sama aja kerasa makin betat, boro2 naik kasta
Lihat deh tu Avanza aja diskonnya waktu Maret udah brp, Mobilio, Ertiga segala gimana nasibnya..........yg lucu malah Alphard / Vellfire diskon cuman 10 jt padahal mobil ampir 1 M
Saya setuju dgn analisa om NR, about slowly sinking Titanic, dan juga selama krisis 2015 - 2016 ini kesenjangan makin melebar, masy kelas menengah byk yg kepukul / bisnisnya slowdown
Selama 2015 sektor riil dalam negeri babak belur, monggo cek laporan keuangan Trikomsel.....apa yg terjadi dgn mereka.....heheh
Salam yg REAL REAL ajah.....he he he
Saya mau menggaris bawahi isu 'kesenjangan sosial makin melebar' - masalah ini mmg inheren dalam sistem kapitalistik. Bagaimanapun juga pemilik modal akan mendapat keuntungan lebih daripada pekerja. Memang di negara2 maju, terutamanya eropa ini disiasati dengan tarif pajak yg tinggi... and then you have panama papers. Itulah yg terjadi. Ketika kalangan atas 'ditekan' mau nggak mau akan pengaruh ke produktivitas mereka. Di beberapa negara maju, tarif pph pribadi tertinggi bahkan mencapai 60% dari pendapatan. Alias wajib pajak cuma dapet 40% dari duit yg mereka hasilkan. Hal seperti ini tentu saja buat orang malas... buat apa kerja susah2 kalo dapetnya separuh aja nggak ada.
Kembali lagi ke kapitalisme, memang banyak masalahnya tapi sejauh ini terbukti sistem terbaik di antara sistem2 lain. Komunisme udah lama terbukti tdk efektif, satu2 nya negara yg sistem ekonominya murni komunisme hanyalah korut.
Untuk Indonesia, kesenjangan sosial bukan masalah baru, sudah ada sejak dulu. Apakah semakin melebar, jelas semakin melebar. Gimana caranya pemerataan? Saya bilang tiap orang porsinya memang lain2, jadi nggak bisa kita bikin sistem dimana seorang sopir taxi gajinya sama dengan GM persh taxi itu. Apakah kalangan atas Indonesia tidak terpengaruh kondisi ekonomi yg lesu? Jelas terpengaruh, bisa dilihat lapkeu persh2 tbk. Trend laba menurun. Kenapa penjualan barang mewah malah naik? Karena duit yg tadinya akan digunakan utk ekspansi usaha, akhirnya masuk kantong, laba ditahan diambil jadi dividen. Secara pribadi cashflow mereka naik. Tapi jangka panjangnya jelek, apa gunanya punya mobil alphard, porsche, mercy, bmw, harley davidson di garasi bagi masyarakat, kagak ada. Jauh lebih berguna apabila digunakan utk modal usaha. Tapi kondisi lesu, bikin pengusaha enggan ekspansi. Kondisi property sepi gini, pemain2 baru pada nahan duitnya. Penjualan jelas2 trend nya turun (data REI). Begitu pula dengan dealer motor / mobil, apa berani ekspansi besar2an di tengah lesunya penjualan? Trus duitnya utk apa... ya dibelikan alphard itu.
Nah, kalau itu dibilang kesenjangan makin melebar, itu karena kelihatan mata. Kalau nggak terlihat mata apa artinya gak ada kesenjangan? Kalau definisi kesenjangan itu hanya yg terlihat mata, ya sudah naikkan saja pajak barang2 mewah tersebut - pasti yg beli juga pada enggan, tapi imbasnya ke ekonomi juga harus dipikirkan. Ditambah lagi pemikiran banyak anak banyak rezeki di kalangan bawah, orang miskin anaknya ada 3 atau 4, yg kaya cuma punya 2. Kenalan saya level direktur persh, anaknya cuma 2, sopir pribadinya, anaknya 4. Gimana nggak kesenjangan, bayangkan warisan yg banyak dibagi 2 aja, yg sedikit malah dibagi 4. Trus begitu anak2nya udah gede mereka teriak2 kesenjangan... itu kan salahnya ibu bapaknya sendiri, bukan orang lain.
Bottomline, kondisi ekonomi ini mempengaruhi semua kalangan, bahkan konglomerat sekalipun. Tapi memang betul, kalangan bawah yg akan terpukul pertama kali. Kalau pabrik ditutup, yg mati duluan buruhnya, level management simpanannya lebih gede, owner, kemungkinan dia bisa scale down / buka bidang usaha lain. Mengangkat isu ini boleh dibilang gak ada gunanya, kan sudah jelas UMR itu tiap tahun naik, bahkan di DKI dulu ada robin hood yg naikkan sampai 40% dlm setahun - nyatanya apa kalangan bawah juga terangkat kemakmurannya 40%?