Pembatasan BBM Tak Realistis...
Moderators: Ryan Steele, sh00t, r12qiSonH4ji, avantgardebronze, akbarfit
-
- New Member of Mechanic Engineer
- Posts: 1136
- Joined: Thu Mar 04, 2004 6:47
Pembatasan BBM Tak Realistis...
Pembatasan BBM Tak Realistis
Jangan Memindahkan Beban kepada Masyarakat
Jakarta, kompas - Usulan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas untuk membatasi pemakaian BBM kendaraan pribadi, kendaraan dinas pemerintah, maupun kendaraan pejabat tidak realistis dan bukan jalan keluar untuk mengatasi dampak lonjakan harga minyak dunia.
Pemerintah seharusnya menempuh upaya yang lebih signifikan, misalnya menggunakan lebih banyak produksi minyak mentah dalam negeri untuk diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Demikian disampaikan para peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) saat menyampaikan hasil kajian tentang Kebijakan Ekspor Impor Minyak, Rabu (26/4) di Jakarta.
"Dari segi teknis, (pembatasan itu) jelas akan sangat sulit diimplementasikan. Lebih dari itu, rencana tersebut sekali lagi akan menunjukkan ketidakadilan. Pemerintah kembali menekan masyarakat untuk hal yang sebenarnya, secara fundamental, kesalahannya ada pada pemerintah," kata Kepala Divisi Penelitian LP3ES Agung Prihatna.
Sebelumnya, Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan kebijakan pembatasan BBM itu direncanakan bisa diterapkan paling lambat Agustus 2006.
Menurut Agung, rencana untuk membatasi pemakaian BBM itu sebagai sikap reaktif pemerintah. "Sementara masih banyak yang bisa dilakukan pemerintah, jadi jangan terburu-buru membagi beban itu ke masyarakat," kata Agung.
Terhadap rencana pembatasan pemakaian BBM, Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Acmad Faisal mengatakan, langkah efektif yang bisa dilakukan Pertamina hanyalah mengurangi pasokan BBM ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). "Kalau mau membatasi pemakaian BBM per kendaraan, petugas SPBU akan kesulitan mengawasi kendaraan yang sudah mengisi BBM. Lebih praktis, untuk menekan konsumsi, tutup saja semua SPBU pada hari Minggu," kata Faisal.
Meskipun wacana sudah bergulir, Pertamina masih akan menunggu kebijakan dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai instansi teknis yang berwenang dalam hal BBM.
Kebijakan ekspor
Kajian LP3ES menunjukkan ada kesalahan argumen pemerintah terkait kebijakan ekspor dan impor minyak mentah, yaitu kualitas minyak mentah Indonesia yang bagus lebih menguntungkan jika diekspor dan kilang di dalam negeri hanya mampu mengolah jenis minyak mentah tertentu dari Timur Tengah. "Dengan argumen itu, minyak yang kita ekspor kemudian diganti dengan minyak impor yang lebih murah. Karena lebih murah, jumlah yang diimpor juga lebih banyak," kata Pri.
Impor minyak mentah rata-rata lebih 40 persen dari jumlah produksi minyak mentah Indonesia per tahun. Berdasarkan data LP3ES, biaya impor minyak mentah lebih mahal 0,68-3,23 dollar AS per barrel daripada harga ekspornya. Akibatnya, dalam kurun waktu 2000-2004, besar kerugian negara akibat perbedaan harga itu mencapai Rp 12,2 triliun. Makin lama, karena konsumsi BBM yang semakin tinggi, sedangkan produksi terus turun, perbandingan antara ekspor minyak mentah dan impor semakin dekat. LP3ES mencatat pada tahun 2004 impor minyak mentah 406.000 barrel per hari, sedangkan impor produk BBM 342.000 barrel per hari.
LP3ES merekomendasikan pemerintah segera mengoreksi kebijakan ekspor-impor minyak mentah. "Kebutuhan dalam negeri harus lebih diutamakan. Ekspor hanya dilakukan ketika terdapat surplus dari selisih produksi dan kebutuhan," kata Pri.
Salah satu caranya, pemerintah bisa memperbanyak pembelian minyak mentah dari kontraktor bagi hasil yang beroperasi di Indonesia. "Dari sisi harga, meskipun dibeli dengan harga pasar internasional, biaya transportasi kan tidak ada," kata Pri.
Pengamat perminyakan, Tadjuddin Noer Said, mengingatkan pemerintah agar tidak terus-menerus terjebak pada politik minyak negara maju, khususnya Amerika Serikat. "Lihat China yang dengan tegas mengatakan politiknya adalah mengamankan pasokan energi. Itu sebabnya mereka menahan diri tidak mengekspor batu baranya. Sekarang minyak mentah kita yang kualitasnya sangat baik diekspor, sedangkan kita justru mengimpor dengan harga lebih tinggi dari Saudi Aramco, yang notabene adalah perusahaan patungan Arab Saudi dan Amerika Serikat," kata Tadjuddin.
Direktur Pengolahan PT Pertamina Soeroso Atmomartoyo mengatakan, kilang Pertamina sebenarnya bisa mengolah minyak mentah produksi dalam negeri. "Namun, harus diingat, dari sekitar satu juta barrel produksi minyak mentah kita, bagian pemerintah itu hanya sekitar 600.000 barrel, sisanya kan milik kontraktor bagi hasil. Mereka juga harus memasok untuk kebutuhan kilangnya sendiri," kata Soeroso.
Padahal, baru pekan lalu Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno menyampaikan rencana memodifikasi kilang mereka, antara lain agar bisa mengolah minyak mentah dari dalam negeri. Menurut Ari, rancangan kilang di Indonesia tidak 100 persen berdasarkan nilai keekonomiannya, tetapi lebih untuk mengamankan pasokan dalam negeri. Karena itu, kilang-kilang Pertamina didesain untuk mengolah minyak mentah dari Timur Tengah yang cadangannya besar.
Subsidi minyak
Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Anggaran Hafiz Zawawi menyebutkan, hingga awal April 2006, Pertamina baru menyerap anggaran subsidi minyak Rp 1,85 triliun atau 3,41 persen dari total subsidi minyak yang dianggarkan dalam APBN 2006 senilai Rp 54,3 triliun.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Mulia Nasution mengatakan, realisasi penyerapan subsidi minyak itu sesuai permintaan yang diajukan Pertamina kepada Departemen Keuangan untuk melunasi kewajiban pemerintah kepada Pertamina antara Januari hingga awal April 2006.
"Realisasi pencairan subsidi minyak masih sangat sedikit. Hingga saat ini saya belum menerima permintaan lanjutan," katanya
Jangan Memindahkan Beban kepada Masyarakat
Jakarta, kompas - Usulan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas untuk membatasi pemakaian BBM kendaraan pribadi, kendaraan dinas pemerintah, maupun kendaraan pejabat tidak realistis dan bukan jalan keluar untuk mengatasi dampak lonjakan harga minyak dunia.
Pemerintah seharusnya menempuh upaya yang lebih signifikan, misalnya menggunakan lebih banyak produksi minyak mentah dalam negeri untuk diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Demikian disampaikan para peneliti dari Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) saat menyampaikan hasil kajian tentang Kebijakan Ekspor Impor Minyak, Rabu (26/4) di Jakarta.
"Dari segi teknis, (pembatasan itu) jelas akan sangat sulit diimplementasikan. Lebih dari itu, rencana tersebut sekali lagi akan menunjukkan ketidakadilan. Pemerintah kembali menekan masyarakat untuk hal yang sebenarnya, secara fundamental, kesalahannya ada pada pemerintah," kata Kepala Divisi Penelitian LP3ES Agung Prihatna.
Sebelumnya, Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan kebijakan pembatasan BBM itu direncanakan bisa diterapkan paling lambat Agustus 2006.
Menurut Agung, rencana untuk membatasi pemakaian BBM itu sebagai sikap reaktif pemerintah. "Sementara masih banyak yang bisa dilakukan pemerintah, jadi jangan terburu-buru membagi beban itu ke masyarakat," kata Agung.
Terhadap rencana pembatasan pemakaian BBM, Direktur Niaga dan Pemasaran Pertamina Acmad Faisal mengatakan, langkah efektif yang bisa dilakukan Pertamina hanyalah mengurangi pasokan BBM ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). "Kalau mau membatasi pemakaian BBM per kendaraan, petugas SPBU akan kesulitan mengawasi kendaraan yang sudah mengisi BBM. Lebih praktis, untuk menekan konsumsi, tutup saja semua SPBU pada hari Minggu," kata Faisal.
Meskipun wacana sudah bergulir, Pertamina masih akan menunggu kebijakan dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai instansi teknis yang berwenang dalam hal BBM.
Kebijakan ekspor
Kajian LP3ES menunjukkan ada kesalahan argumen pemerintah terkait kebijakan ekspor dan impor minyak mentah, yaitu kualitas minyak mentah Indonesia yang bagus lebih menguntungkan jika diekspor dan kilang di dalam negeri hanya mampu mengolah jenis minyak mentah tertentu dari Timur Tengah. "Dengan argumen itu, minyak yang kita ekspor kemudian diganti dengan minyak impor yang lebih murah. Karena lebih murah, jumlah yang diimpor juga lebih banyak," kata Pri.
Impor minyak mentah rata-rata lebih 40 persen dari jumlah produksi minyak mentah Indonesia per tahun. Berdasarkan data LP3ES, biaya impor minyak mentah lebih mahal 0,68-3,23 dollar AS per barrel daripada harga ekspornya. Akibatnya, dalam kurun waktu 2000-2004, besar kerugian negara akibat perbedaan harga itu mencapai Rp 12,2 triliun. Makin lama, karena konsumsi BBM yang semakin tinggi, sedangkan produksi terus turun, perbandingan antara ekspor minyak mentah dan impor semakin dekat. LP3ES mencatat pada tahun 2004 impor minyak mentah 406.000 barrel per hari, sedangkan impor produk BBM 342.000 barrel per hari.
LP3ES merekomendasikan pemerintah segera mengoreksi kebijakan ekspor-impor minyak mentah. "Kebutuhan dalam negeri harus lebih diutamakan. Ekspor hanya dilakukan ketika terdapat surplus dari selisih produksi dan kebutuhan," kata Pri.
Salah satu caranya, pemerintah bisa memperbanyak pembelian minyak mentah dari kontraktor bagi hasil yang beroperasi di Indonesia. "Dari sisi harga, meskipun dibeli dengan harga pasar internasional, biaya transportasi kan tidak ada," kata Pri.
Pengamat perminyakan, Tadjuddin Noer Said, mengingatkan pemerintah agar tidak terus-menerus terjebak pada politik minyak negara maju, khususnya Amerika Serikat. "Lihat China yang dengan tegas mengatakan politiknya adalah mengamankan pasokan energi. Itu sebabnya mereka menahan diri tidak mengekspor batu baranya. Sekarang minyak mentah kita yang kualitasnya sangat baik diekspor, sedangkan kita justru mengimpor dengan harga lebih tinggi dari Saudi Aramco, yang notabene adalah perusahaan patungan Arab Saudi dan Amerika Serikat," kata Tadjuddin.
Direktur Pengolahan PT Pertamina Soeroso Atmomartoyo mengatakan, kilang Pertamina sebenarnya bisa mengolah minyak mentah produksi dalam negeri. "Namun, harus diingat, dari sekitar satu juta barrel produksi minyak mentah kita, bagian pemerintah itu hanya sekitar 600.000 barrel, sisanya kan milik kontraktor bagi hasil. Mereka juga harus memasok untuk kebutuhan kilangnya sendiri," kata Soeroso.
Padahal, baru pekan lalu Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno menyampaikan rencana memodifikasi kilang mereka, antara lain agar bisa mengolah minyak mentah dari dalam negeri. Menurut Ari, rancangan kilang di Indonesia tidak 100 persen berdasarkan nilai keekonomiannya, tetapi lebih untuk mengamankan pasokan dalam negeri. Karena itu, kilang-kilang Pertamina didesain untuk mengolah minyak mentah dari Timur Tengah yang cadangannya besar.
Subsidi minyak
Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Anggaran Hafiz Zawawi menyebutkan, hingga awal April 2006, Pertamina baru menyerap anggaran subsidi minyak Rp 1,85 triliun atau 3,41 persen dari total subsidi minyak yang dianggarkan dalam APBN 2006 senilai Rp 54,3 triliun.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Mulia Nasution mengatakan, realisasi penyerapan subsidi minyak itu sesuai permintaan yang diajukan Pertamina kepada Departemen Keuangan untuk melunasi kewajiban pemerintah kepada Pertamina antara Januari hingga awal April 2006.
"Realisasi pencairan subsidi minyak masih sangat sedikit. Hingga saat ini saya belum menerima permintaan lanjutan," katanya
-
- New Member of Mechanic Engineer
- Posts: 1136
- Joined: Thu Mar 04, 2004 6:47
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2980
- Joined: Thu Jul 22, 2004 14:10
- Location: Kingdom of Heaven
-
- Full Member of Junior Mechanic
- Posts: 124
- Joined: Mon Jul 19, 2004 11:03
Mending 2000 cc ...pinoh_boy wrote:Pada setuju ga kalau ada pembatasan pemakaian BBM untuk mobil di atas 2000cc?
Kalau saya sih setuju2 saja, yang penting jangan merugikan rakyat kecil. Tapi dari kebijakan yang akan di ambil, kemungkinan rakyat kecil yang akan menanggungnya lagi. Hiksssss
ada yang nulis 1300 tuh ? ... apa salah tulis ya ? mungkin 2300 ?
--------------------------------------------------------
Indonesia Ku !!!
http://www.mobilindo.com
http://www.propertyindo.com
--------------------------------------------------------
Indonesia Ku !!!
http://www.mobilindo.com
http://www.propertyindo.com
--------------------------------------------------------
-
- Member of Junior Mechanic
- Posts: 29
- Joined: Tue Mar 21, 2006 11:55
- Location: jkt
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2980
- Joined: Thu Jul 22, 2004 14:10
- Location: Kingdom of Heaven
-
- Member of Junior Mechanic
- Posts: 37
- Joined: Wed Mar 08, 2006 0:32
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2297
- Joined: Thu Jul 29, 2004 11:09
-
- New Member of Mechanic Master
- Posts: 9595
- Joined: Thu May 15, 2003 16:12
- Location: Indonesia
-
- New Member of Mechanic Engineer
- Posts: 1215
- Joined: Fri Dec 10, 2004 20:04
- Location: Jakarta Barat
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2010
- Joined: Tue Apr 11, 2006 3:03
- Location: Casablanca
-
- New Member of Mechanic Engineer
- Posts: 1136
- Joined: Thu Mar 04, 2004 6:47
-
- New Member of Senior Mechanic
- Posts: 146
- Joined: Thu Sep 16, 2004 7:08
- Location: Jabodetabek
Mudah-mudahan baru wacana...
berikut saya copy and paste-kan perbincangan dalam sebuah mailing list:
berikut saya copy and paste-kan perbincangan dalam sebuah mailing list:
-------- Original Message --------
Subject: OOT : Indonesia & Minyak Bumi
Date: Fri, 28 Apr 2006 01:34:54 -0000
From: hinotantiyo <[email protected]>
Naiknya harga minyak bumi melebihi US $ 70 /barel sudah membikit
"pusing" pemerintah ;ada wacana untuk membatasi impor bbm sampai 30% ;
ada wacana untuk menaikkan "tax" mobil ukuran 2000 cc keatas sampai
500%... ; What Happen ???
Sebenarnya sejak kenaikkan harga bbm Oct 2005 ; import bbm sudah turun
drastis ; Bulan Sept 2005 import bbm masih 17 juta barrel ;bulan Dec
2005 sudah turun ke 12 juta barrel ;Bulan Jan 2006 turun lagi ke 8.2
juta barel ; bulan Peb & Maret 2006 turun lagi ke 6.4 juta barrel;
Bulan April sedikit naik jadi 8.4 juta barrel (itupun karena ada
pemeliharaan kilang Balongan & Dumai)
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pag ... _id=433615
Jadi bila kilang Dumai & Balongan sudah normal lagi import bbm akan
kembali ke angka 6-7 juta barrel/bulan (yang berarti sudah turun sekitar
60% dari angka sebelum kenaikkan bbm ,Sep 2005);
Konsumsi bbm pun turun tajam dari 191 ribu kiloliter per hari (Sept
2005) jadi 142 ribu kiloliter per hari (turun 26%) ; Dari 142 ribu
kiloliter per hari , 46 ribu kiloliter untuk premium & 25 ribu
kiloliter untuk solar-transportasi (sisanya 34 ribu kiloliter minyak
tanah,25 ribu kiloliter solar untuk industri & yang lain spt
mdf/mfo,pertamax,pertamax plus,pertaDEX)
Bila tingkat produksi minyak bumi di Indonesia 1,05 juta barrel per
hari ; Maka tahun 2005 dgn konsumsi 430 juta barrel (1,17 juta berel
per hari) ; Indonesia memang sudah masung " net oil importer "
Tingkat produksi 2005 adalah 1.07 juta barrel per hari dan bisa jadi
1.3 juta barrel per hari tahun 2009 (bila blok
Cepu/Jeruk/Natuna/Makassar sudah berjalan)
Tapi dgn penurunan konsumsi bbm jadi 142 ribu kiloliter per hari maka
tingkat pemakaian bbm akan turun jadi 893 ribu barrel per hari ;
dengan angka ini maka Indonesia seharusnya sudah masuk lagi sebagai
"net oil exporter".....(kemungkinan jumlah nya gak besar krn. ada
porsi production sharing dgn perusahaan minyak)........
Apresiasi Rupiah pada angka Rp 8800 juga sangat menolong Pemerintah
dalam import bbm.........Cadangan devisa yang terus naik mendekati US
$ 42 billion (dari US $ 32 billion Sept 2005) mengindikasikan adanya
aliran dana "masuk" ke Indonesia yang mungkin sebagian juga karena
"windfall profit"dari export minyak bumi.............
IMHO : pemerintah harus lebih "open" ; dgn harga crude oil US $
73/barrel saat itu ; kalau di "process" jadi gasoline atau diesel dgn
standard MOPS (Singapore) jatuhnya pada angka Sekitar US $
77-78/barrel ;bila ditampah biaya distribusi + margin spbu (jumlahnya
ditetapkan 14.2%) maka harga gasoline & diesel masih US $ 89/barrel
atau sekitar Rp 4930 / lt (retail price) ; Yang buat harga lebih mahal
adalah pajak pertambahan nilai 10% & Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor 5 % ; bila angka ini dimasukkan harga jadi Rp 5670/lt ;
Jadi kalau dibebaskan pajak ; konsumen yang membeli premium atau solar
sudah membayar sekitar 90% harga pasar.............(dengan harga crude
yang demikian tinggi "fee" 14,2% semestinya masih bisa di tekan..)
Seharusnya kondisi perminyakan di Indonesia masih Ok.........
Gak perlu terlalu nervous........
Sorry buat yg ngga berkenan/koreksi kalau salah/pendapat pribadi/OOT
Regards
Hino
-
- Full Member of Mechanic Engineer
- Posts: 4612
- Joined: Wed Sep 15, 2004 13:33
- Location: jauh di mata, dekat di hati
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2980
- Joined: Thu Jul 22, 2004 14:10
- Location: Kingdom of Heaven
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2980
- Joined: Thu Jul 22, 2004 14:10
- Location: Kingdom of Heaven
-
- Full Member of Senior Mechanic
- Posts: 475
- Joined: Sun Jul 10, 2005 16:36
- Location: Cideng
Saya baca di detik.com mulai 1 Mei harga pertamax plus naik menjadi Rp. 6.150, tapi harga ini katanya hanya berlaku untuk di SPBU yang tidak berdekatan dengan SPBU Shell dan Petronas, sedangkan SPBU yang berdekatan dengan Shell dan Petronas harganya tidak naik sampai segitu, gak tau juga sih beritanya sebenernya bagaimana.
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2980
- Joined: Thu Jul 22, 2004 14:10
- Location: Kingdom of Heaven
-
- Full Member of Senior Mechanic
- Posts: 475
- Joined: Sun Jul 10, 2005 16:36
- Location: Cideng
-
- Member of Junior Mechanic
- Posts: 29
- Joined: Tue Mar 21, 2006 11:55
- Location: jkt
Biasa lah, kan kita sudah sama mengerti
"Kalo bisa dipersulit kenapa harus dipermudah"
(baru2 ini gue perpanjang KTP dengan syarat lengkap butuh satu minggu, padahal jelas2 tertulis di papan satu HARI selesai).
Buat Pertamina: "Kalo bisa mahal kenapa harus murah."
makanya harga dinaikkan kecuali di spbu bersaing, yang malah turun harga.
http://www.detikfinance.com/indexfr.php ... /idkanal/4
"Kalo bisa dipersulit kenapa harus dipermudah"
(baru2 ini gue perpanjang KTP dengan syarat lengkap butuh satu minggu, padahal jelas2 tertulis di papan satu HARI selesai).
Buat Pertamina: "Kalo bisa mahal kenapa harus murah."
makanya harga dinaikkan kecuali di spbu bersaing, yang malah turun harga.
http://www.detikfinance.com/indexfr.php ... /idkanal/4
-
- New Member of Mechanic Master
- Posts: 9595
- Joined: Thu May 15, 2003 16:12
- Location: Indonesia
Katanya sih (baru rencana) mau dinaikin seperti kata jeremy, tapi belom pasti. Kalau sampe dinaikkin berkali-kali lipat, ya cepetan jual daripada nanti harga Camry 3.0L nya makin jatuh dan susah laku.jeremyray wrote:Btw bener gak tuh bahwa pajak mobil mau naik lagi? Kata kawan saya 1300 - 1500 cc tidak naik, hanya 2000 cc keatas, dan yang 3000 cc katanya bisa naik 300%.....kalau beneran mah saya kudu siap2 jual mobil saya

-
- New Member of Mechanic Master
- Posts: 9595
- Joined: Thu May 15, 2003 16:12
- Location: Indonesia
Berarti SPBU SHELL dan PETRONAS harus buka dimana2, biar nantinya terasa bersaing dan tidak ada pengecualian harga pada SPBU Pertamina ttt ! Sangat2 tidak FAIRbenpur wrote:Biasa lah, kan kita sudah sama mengerti
"Kalo bisa dipersulit kenapa harus dipermudah"
(baru2 ini gue perpanjang KTP dengan syarat lengkap butuh satu minggu, padahal jelas2 tertulis di papan satu HARI selesai).
Buat Pertamina: "Kalo bisa mahal kenapa harus murah."
makanya harga dinaikkan kecuali di spbu bersaing, yang malah turun harga.
http://www.detikfinance.com/indexfr.php ... /idkanal/4




-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2980
- Joined: Thu Jul 22, 2004 14:10
- Location: Kingdom of Heaven
Pertamina Jatuhkan Harga BBM Dekat SPBU Shell
Kemas Irawan Nurrachman - detikcom
Jakarta - Barsaing dalam dunia bisnis sah-sah saja. Bahkan tidak peduli harus merelakan keuntungan yang minim untuk menarik perhatian konsumen. Setidaknya itulah yang dilakukan Pertamina dalam menyiasati persaingan dengan Perusahaan Minyak Shell.
Tapi uniknya harga murah yang diberikan Pertamina ini hanya terdapat di tempat-tempat tertentu, khususnya SPBU yang berdekatan dengan SPBU milik Shell. SPBU itu antara lain terdapat di daerah Kemanggisan Utama Raya, Kapt. Tandean, Imam Bonjol Karawaci, dan Bumi Perkemahan Cibubur.
Berdasarkan pemantauan detikcom Selasa (2/5/2006) di SPBU milik Pertamina di wilayah Mampang Prapatan atau di SPBU 34.127.06 yang letaknya berdekatan dengan SPBU milik Shell harga bahan bakar Pertamax dijual dengan harga Rp. 5.000 dan Pertamax Plus dengan harga Rp 5.300.
Padahal sejak tanggal 1 Mei 2006 Pertamina sudah menaikkan harga BBM non subsidi menjadi Rp 5.900 untuk Pertamax dan Rp 6.050 untuk Pertamax Plus. Ini yang terjadi di SPBU milik Pertamina di daerah Buncit Raya samping Pizza Hut, harga Pertamax dan Pertamax Plus dijual dengan harga penyesuaian kenaikan.
Berbeda dengan Pertamina yang justru menurunkan harga, SPBU milik Shell yang terdapat di kawasan Mampang Prapatan justru menaikkan harganya.
Untuk bahan bakar Super (Setara dengan Pertamax) dijual dengan harga Rp 5.400 dari Rp 5.000 dan Super Ekstra (setara dengan Pertamax Plus) dijual dengan harga Rp 5.800 dari harga awal Rp 5.400.
"Kenaikannya sejak kemarin mas," kata petugas SPBU Shell, Jajang.
Wah ketakutan ditinggalin pelanggan nih..(kem)
naik nya kok ngak setinggi pertamina yah
Kemas Irawan Nurrachman - detikcom
Jakarta - Barsaing dalam dunia bisnis sah-sah saja. Bahkan tidak peduli harus merelakan keuntungan yang minim untuk menarik perhatian konsumen. Setidaknya itulah yang dilakukan Pertamina dalam menyiasati persaingan dengan Perusahaan Minyak Shell.
Tapi uniknya harga murah yang diberikan Pertamina ini hanya terdapat di tempat-tempat tertentu, khususnya SPBU yang berdekatan dengan SPBU milik Shell. SPBU itu antara lain terdapat di daerah Kemanggisan Utama Raya, Kapt. Tandean, Imam Bonjol Karawaci, dan Bumi Perkemahan Cibubur.
Berdasarkan pemantauan detikcom Selasa (2/5/2006) di SPBU milik Pertamina di wilayah Mampang Prapatan atau di SPBU 34.127.06 yang letaknya berdekatan dengan SPBU milik Shell harga bahan bakar Pertamax dijual dengan harga Rp. 5.000 dan Pertamax Plus dengan harga Rp 5.300.
Padahal sejak tanggal 1 Mei 2006 Pertamina sudah menaikkan harga BBM non subsidi menjadi Rp 5.900 untuk Pertamax dan Rp 6.050 untuk Pertamax Plus. Ini yang terjadi di SPBU milik Pertamina di daerah Buncit Raya samping Pizza Hut, harga Pertamax dan Pertamax Plus dijual dengan harga penyesuaian kenaikan.
Berbeda dengan Pertamina yang justru menurunkan harga, SPBU milik Shell yang terdapat di kawasan Mampang Prapatan justru menaikkan harganya.
Untuk bahan bakar Super (Setara dengan Pertamax) dijual dengan harga Rp 5.400 dari Rp 5.000 dan Super Ekstra (setara dengan Pertamax Plus) dijual dengan harga Rp 5.800 dari harga awal Rp 5.400.
"Kenaikannya sejak kemarin mas," kata petugas SPBU Shell, Jajang.
Wah ketakutan ditinggalin pelanggan nih..(kem)
naik nya kok ngak setinggi pertamina yah
-
- Full Member of Mechanic Engineer
- Posts: 4612
- Joined: Wed Sep 15, 2004 13:33
- Location: jauh di mata, dekat di hati