JUDUL di atas merupakan judul makalah yang dipersiapkan mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan, yang juga seorang pengamat otomotif, dalam sebuah seminar otomotif yang diselenggarakan di Gedung Sucofindo, Jakarta, 2 Maret lalu.
TEMA seminar hari itu sesungguhnya adalah "Program Pengendalian Emisi Kendaraan Bermotor", tetapi pembahasan juga melebar ke arah disiplin berlalu lintas mengingat penerapan program pengendalian emisi kendaraan bermotor berhubungan erat dengan disiplin pengendara, pengatur, dan pengawas lalu lintas.
Sepintas, judul "Ada Apa di Jalan Raya Kita?" adalah judul yang biasa-biasa saja. Namun, jika judul itu dikaitkan dengan kesemrawutan lalu lintas di jalan raya di wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang, serta kota-kota besar lain di Indonesia, makna judul itu menjadi sangat dalam. Ada apa di jalan raya kita setiap hari, di mana etika dan disiplin dalam berlalu lintas?
Bahkan Rahardi Ramelan menyebutkan perilaku kebanyakan pengendara, pengatur, dan pengawas lalu lintas yang jauh dari yang diharapkan. Etika dan disiplin yang seharusnya menjadi pegangan bagi semua yang terlibat dalam penggunaan jalan sudah ditinggalkan.
Apa yang disebutkan Rahardi Ramelan dalam makalahnya tidak mengada-ada. Lihat saja di jalan raya sehari-hari. Mobil berhenti atau bahkan diparkir di depan tanda lalu lintas "S", yang berarti dilarang berhenti. Berhenti saja sudah dilarang, apalagi memarkir mobil. Mobil angkutan umum menunggu penumpang (ngetem) di tempat yang tidak semestinya. Demikian juga saat menaikkan atau menurunkan penumpang. Tanda-tanda lalu lintas seakan- akan tidak memiliki makna.
Tanda dilarang membelok dan dilarang memutar tidak dihiraukan. Begitu ada "Pak Ogah" yang meminta upah Rp 200-Rp 500, pelanggaran atas tanda lalu lintas tersebut langsung dianggap sah-sah saja alias boleh dilakukan. Mobil- mobil yang melakukan pelanggaran itu tidak peduli bahwa tindakan tersebut mengakibatkan terjadinya kemacetan atau antrean yang panjang, baik di belakangnya maupun pada lalu lintas yang dipotong. Semua itu dianggap bukan urusannya, yang penting dia bisa cepat sampai di tujuan.
Demikian juga dengan tanda lalu lintas lainnya, yang seakan-akan hanya berfungsi sebagai hiasan. Lampu lalu lintas pun kini seakan-akan tidak berlaku bagi pengendara sepeda motor. Walaupun lampu lalu lintas menunjukkan warna merah, yang berarti semua jenis kendaraan harus berhenti, banyak sekali sepeda motor yang melanggarnya karena menganggap itu sebagai hal yang biasa.
Di jalan tol ada tulisan lajur kanan hanya untuk mendahului, tetapi dengan mudah ditemui mobil berjalan pelan di lajur kanan. Ada tulisan agar truk dan bus menggunakan lajur kiri, tetapi dengan mudah ditemui bus atau truk berjalan di lajur tengah atau bahkan lajur kanan. Ada juga tulisan dilarang menggunakan bahu jalan, tetapi sebagian besar mobil menggunakan bahu jalan untuk mendahului kendaraan lain.
Dalam seminar sehari itu, Rahardi Ramelan juga menunjukkan foto-foto pelanggaran lalu lintas yang ditemuinya dalam perjalanan dari rumah ke tempat kerja. Misalnya, truk yang berjalan di lajur kanan di jalan tol, mobil yang mendahului mobil lain dengan melanggar garis kuning panjang yang tidak putus-putus yang berarti mobil tidak boleh mendahului mobil lain di ruas itu, dan foto mobil bak terbuka yang mengangkut sayuran dari pasar induk lengkap dengan penjualnya melaju di jalan tol.
Dan, uniknya, semua pelanggaran lalu lintas itu berlangsung tanpa hukuman atau tanpa penindakan dari aparat lalu lintas sehingga tidak ada unsur penjeraan. Bukan itu saja, jika tidak ada penindakan atas pelanggaran yang dilakukan, lama-kelamaan situasinya menjadi tidak terkendali. "Seharusnya kalau sebuah tanda lalu lintas diletakkan di suatu tempat, maka pelanggaran terhadap tanda lalu lintas itu wajib ditindak. Jika tidak ditindak, maka sebaiknya tanda lalu lintas itu tidak usah diletakkan di tempat tersebut," kata Rahardi Ramelan.
PASAR tumpah dan terminal angkutan umum adalah salah satu "hutan rimba", tempat di mana seakan-akan tidak ada yang mengatur. Pedagang kaki lima menguasai lajur jalan untuk berdagang, sementara tukang ojek dan angkutan umum yang ngetem menguasai lajur jalan lainnya. Ruas jalan, yang terdiri atas tiga lajur, hanya satu lajur yang dapat digunakan untuk lewat kendaraan sehingga terjadi kemacetan. Adapun di terminal angkutan umum, banyak kendaraan umum yang ngetem di depan terminal atau di pintu keluar terminal sehingga menimbulkan kemacetan dan antrean kendaraan yang panjang.
Ketika ditanya mengapa angkutan umum enggan memasuki terminal, jawabannya adalah soal pungutan. Jika memasuki terminal, pengemudi angkutan umum harus membayar pungutan dua kali, satu kepada petugas terminal dan satu lagi kepada preman. Sementara jika angkutan umum ngetem di depan terminal, pengemudi angkutan umum hanya membayar pungutan satu kali, yakni kepada preman saja.
Sementara mengenai terminal bayangan, hal itu terjadi karena terminal resmi tidak dibangun di tempat yang strategis, yang menjadi arus pertemuan kendaraan dari berbagai arah. Dan, karena penumpang memilih turun di tempat strategis sebab lebih praktis dan logis, maka lahirlah terminal bayangan.
Terkadang terlihat ada polisi yang bertugas di pasar tumpah atau terminal angkutan umum, tetapi kehadiran mereka tidak banyak membantu. Kekacauan itu sudah demikian meluas sehingga kehadiran polisi di tempat-tempat tersebut seperti tak bermakna.
Semua itu digabungkan penambahan kendaraan bermotor yang tidak diikuti penambahan ruas jalan, yang membuat kemacetan lalu lintas menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, serta kota-kota besar lainnya. Berjam-jam waktu dihabiskan di jalan. Anak-anak sekolah harus bangun lebih pagi agar tidak terlambat sampai di sekolah.
Pertanyaan yang segera muncul di benak adalah bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Dari mana upaya itu harus dimulai? Rahardi Ramelan dalam makalahnya menyebutkan, harus disadari bahwa penyelesaian tidak mungkin bisa dilakukan semuanya sekaligus mengingat persoalannya tidak bisa diselesaikan dengan pengaturan saja. Semua pihak yang berkepentingan dengan jalan raya harus diikutsertakan. Walaupun diperlukan penyelesaian yang komprehensif, tetapi dasarnya adalah disiplin. Oleh karena itu, mulailah dari diri Anda sendiri.
Ada apa di jalan raya kita?
Moderators: r12qiSonH4ji, avantgardebronze, akbarfit, Ryan Steele, sh00t
-
- New Member of Mechanic Engineer
- Posts: 1136
- Joined: Thu Mar 04, 2004 6:47
-
- New Member of Mechanic Engineer
- Posts: 1136
- Joined: Thu Mar 04, 2004 6:47