In fact, saya justru mikirnya kenapa nggak dari dulu keluarin Hybrid saja. Malah milih diduluin Yaris Cross (walaupun ya nggak berhasil juga sih, abis dodol pake DNGA based dan interior plek Avanza kan jadi mikir).

Karena seriously, konsumen HR-V, itu jarang sekali beli HR-V karena performance atau karena mobilnya enthusiastic.
Mobilnya ya begitu-begitu saja. Ia hanya satu dari banyak pilihan. I know it, I used RU5 for 10 years now. Saya ngerasa mobil ini sangat dirancang berbeda dari Honda yang lain seperti Civic dan CR-V. It was intended to be the “cash grab” car. Honda’s Porsche Macan or Lambo Urus yang technically an Audi tapi its only task was : create revenue. Catch the big fish.
Ya bagaimanapun bisnis tetap harus sustain, Honda tetap harus make money.
Ini tercermin dari betapa lakunya HR-V tipe SE yang tenaganya kureng itu, dan betapa tidak lakunya HR-V tipe RS. Bacaan saya, karena segmen pembelinya merasa : no point dari nambah 100 juta buat HR-V berturbo.
Jika pembelinya berpikir seperti itu, artinya majority pembeli HR-V sebenarnya bukan segmen Honda buyer yang enthusiastic. Mereka hanya membeli HR-V karena sensibel, mudah perawatannya, well known, temen dan sodara pada pake.
Saya sendiri jarang kenal orang yang car enthusiast beli HR-V untuk di modif-modif, lebih banyak memilih Jazz.
Jadi waktu Honda merilis HR-V e:HEV, apalagi dengan adanya insentif pemerintah sehingga harganya bisa di bawah 500 juta, rasanya sah-sah saja jika dibilang ini adalah spek HR-V yang paling decent dan market-fit.
Ceritanya suatu pagi, 2 minggu setelah pameran saya dihubungi lagi oleh sales :
S : “Pak, sudah ready unit test drive HR-V E:HEV, kalau mau test drive boleh”
C : “Gas!”
Walau akhirnya telat setengah jam dari janjian karena sebelumnya sudah ada yang test drive duluan. Lalu salesnya bilang “sudah DP pak orangnya”

Jadi saya… memaklumi keterlambatannya. Minimal bisa jadi orang kedua yang break-in HR-V yang fresh baru 50 kilometer ini, and a full tank of gas.

The Same HR-V We All Know and Love, with Some Tweaks
HR-V e:HEV dirilis sebagai HR-V facelift. Ubahan di faceliftnya lumayan unik. Grillnya sudah bukan trapezoidal tapi berbentuk kotak yang memberi kesan tegas. I kinda liked it.
Ubahan lainnya ada pada motif lampu belakang.
Sisanya, the same. Model yang saya tes adalah trim Modulo jadi ia mendapat sentuhan aerokit, dan lebih mahal 20 jutaan dari tipe e:HEV reguler.
.... Still The Same.
Interior tentu saja masih sama, hanya ketambahan fitur wireless charging, dan cluster MID yang sedikit berubah.
Sisanya no noticeable changes. Paling ketambahan fitur power backdoor aja.
Right Powertrain for the Right Car.
E:HEV di HR-V ini hanya pakai mesin 1.500cc Atkinson dengan 100hp saja, sedangkan motor listriknya bertenaga 131PS dan torque 250Nm. Some says 131PS ini combined output tapi nggak ada info jadi saya bingung juga. Capeknya buat review mobil hybrid itu selain harus ngapalin sistemnya juga harus ngapalin output segitu banyak.
Sebelumnya apa bedanya e:HEV Honda dengan hybrid seperti Zenix, misalnya ?
Basically mobil battery powered / Hybrid itu klasifikasinya hanya berdasarkan power electric motornya dan kapasitas baterainya. Jika kecil sekali seperti Ertiga maka namanya Mild, medium antara 1-5 kWh maka namanya HEV, kalo di atas 10 kWh namanya PHEV. gitu doang kalo dijabarin pake bahasa bayi.
Honda punya electric motor bawaannya lumayan gede, dengan di HRV 131PS, di CR-V/Accord/Civic 184PS. dan sistem Honda dan Toyota sebenarnya sekilas mirip, tapi ada perbedaan mendasar hanya karena output motornya. di Honda lebih dominan kurang lebih 70:30, Toyota lebih terkesan 50:50.
Powertrain ini membagi tenaga dalam 3 fase.
Jika konstan maka 100% yang akan dipakai adalah electric motornya. Akselerasi sedang-full throttle, dia akan menggunakan daya motor listrik dan bensin dikombinasikan. Saat cruise kecepatan tinggi, dia akan menggunakan hanya motor bensin saja. Saat kondisi cruise gini baterai akan posisi di-charge.

Sebenarnya apa yang Honda coba capai dengan sistem ini ? Saya kira ini sama seperti bagaimana pendekatan Honda dengan semua powertrain yang pernah dibuat : membuat kurva selinear mungkin.
Dengan series hybrid seperti Nissan, ia hanya kuat di bawah 80 km/h, di atas itu ngempos dan boros karena harus sering charge.
Tapi karena fokusnya untuk kehematan bahan bakar, maka power yang keluar sebenarnya ya tergantung motor yang digunakan. Di CR-V diberi motor lebih besar, tenaganya jauh lebih besar, tapi di HR-V, karena mesin hanya 1.5liter sepertinya diberi motor yang lebih kecil supaya tidak draining baterainya yang hanya 1.1 kWh.
Bagi saya yang sudah pernah bawa CR-V Hybrid, kerasanya HR-V e:HEV ini nggak bisa dibilang kenceng, bahkan dibanding versi Turbo. Ya outputnya hanya 131PS, yang turbo masih lebih besar 40PS.
Untuk start-up dia seperti mobil listrik : smooth, kontan, tapi di HR-V motor bensin lebih cepat menyalanya di 40 km/h saya perhatikan motor bensin sudah dinyalakan, mungkin programmingnya dibuat supaya mesin berpikir di atas kecepatan 40-50 km/h driver akan melakukan akselerasi.
Karena sehari-hari lumayan sering pakai Nissan Kicks, maka terasanya agak seperti Kicks di bawah, figur tenaga motornya juga mirip dengan Kicks 130-an hp.
Tapi bedanya, di HR-V e:HEV begitu kurvanya drop ia dicover tenaganya oleh motor bensin, harus diakui lumayan seamless sehingga kesannya mobil juga ngga boros baterai karena selama pengetesan baterai konstan di posisi 1/4. waktu kickdown, rasanya linear, bahkan ada gimmick virtual shifting ala ala DCT kalo kita kickdown, silly but fun.
Beberapa media melakukan pengetesan 0-100 di 10 detikan which is believable, dan jauh lebih baik dibanding 1.5L SE yang lama yang 14 detik, walau tentu jangan expect akan seperti yang RS Turbo yang 7 detikan, karena memang rasanya nggak as powerful, tapi ya memang kembali saya harus sadar : pembeli HR-V nggak banyak yang pakai HR-V untuk cari top speed atau ngebut.
Selama test drive saya salah fokus dengan range yang mencapai 800 km, dan average bensin yang naik dari 11.6 ke 12.8, artinya jika saya mau niat dikit aja sebenernya memang sesuai yang diklaim pabrikan, di atas 1:25 pun mudah tercapai.
Regenerative braking bisa diatur via paddle-shift. Saya tanya regen braking malah salesnya nggak mudeng. Enaknya, saya lebih mudah terbiasa dengan sistem ini dibanding one-pedal driving Kicks yang masih nggak terbiasa saya pakenya. Ini nggak bisa sampe berhenti total (CMIIW) tapi efek engine brakenya lumayan sehingga kita tinggal nambah dikit ngerem.
Untuk ride quality dan lain-lain, masih vice-versa dengan tipe lamanya sekilas. Bantingan saya lebih suka daripada bantingan RU, lebih terasa firm dan mantep. Kekedapan ya sudah lah standar Honda (read = berisik).
A Fresh Model in the midst of Adapt or Die Situation.
Di 2025, competition is tight. Saya harus akui itu. “Penurunan” harga HR-V sebenarnya berkat bantuan insentif pemerintah saja dan HR-V aktenya CKD juga. Bukan karena Honda tobat atau gimana, tapi ya namanya jualan harus adaptif. Kemana regulasi bergerak ia hanya bisa ngikut. Adapt or die situation.
Emission based tax terakhir bener-bener pukulan telak dan kayaknya memang jadi nail in the coffin buat mesin 1.5L Turbo yang tergolong mesin emisi tinggi, sehingga Honda harus cepat-cepat ubah lineupnya jadi Hybrid.
HR-V akan tetap jadi produk backbone andalan, dan pricing yang sekarang membuat Honda bisa “menyambung napas” selain dari jualan Brio yang tipis-tipis untungnya atau malah rugi. Ditambah ini bisa menggaet skup konsumen Yaris Cross atau bahkan konsumen baru di rentang harga segini. Sangat strategis.
Menurut saya best dealnya adalah tipe e:HEV basic. Walau menurut penuturan sales lagi - lagi : yang paling laku adalah RS HEV. Tapi saya nggak suka headroom yang terpangkas, dan beda 50juta for just sunroof and gimmicks.
Saya masih menyimpan slight hope bahwa CR-V akan kembali di CKD-kan, tapi since ini bukan brand China agak sulit berharapnya, apalagi kompetitor China hobi sekali perang harga. Baru saja Omoda E5 turun 100 juta lagi. Kan gila.