User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Moderators: Ryan Steele, sh00t, r12qiSonH4ji, avantgardebronze, akbarfit
-
- Visitor
- Posts: 6
- Joined: 18 Sep 2017, 13:25
User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Halo SM-ers, setelah sekian lama saya jadi silcen reader. Kali ini izinkan saya untuk membandingkan dua mobil yang pernah dan sedang saya miliki, yaitu Tiguan MK1 2014 dan CX 5 2021 GT.
Sebagai mantan pengguna VW Tiguan 2014, saya tergelitik untuk membandingkannya dengan Mazda CX-5 tahun 2021, yang saat ini menjadi kendaraan harian saya.
Well, saya mulai cerita dari VW Tiguan dulu. Mobil ini saya akuisisi sebelum pandemi menerjang Dunia tahun 2019 menggantikan Mazda 2 Skyactiv saya yang umurnya hampir 5 tahun di 2020. Mazda 2 adalah mobil yang sangat menyenangkan untuk dikendarai. Meskipun kecil, hatchback ini terasa lincah, irit bahan bakar, dan memiliki build quality yang baik. Saya sangat menikmati Mazda 2, dan sering mengendarainya sampai ke ujung pulau Jawa, dan pernah juga dua kali melakukan perjalanan jauh ke kampung halaman kami di ujung Sumatera tanpa kendala apa pun.
Hanya saja pada saat itu kami memutuskan untuk membeli mobil yang sedikit lebih besar dari Mazda 2, karena mobil ini adalah mobil bujangan saya, yang mungkin akan terasa kecil apabila sudah berkeluarga. Kriteria awalnya adalah compact or small/medium SUV bekas dengan budget tidak jauh-jauh dari rentang 180-230 juta. Kenapa SUV, karena saya tidak mau ada pertanyaan “bisa lewat sedan gak? gasruk gak?” pada saat ingin pergi ketempat-tempat tertentu. Mengapa bukan MPV, karena menurut kami belum ada MPV yang sesuai dengan selera kami, baik LMPV atau medium MVP. Informasi tambahan, kami tidak suka sensasi naik SUV body-on-frame, ditambah lagi istri saya sangat tidak suka dengan bau mobil diesel. Mengapa bekas, karena tidak ingin menambah biaya terlalu banyak untuk trade-off mobilnya. Pilihannya lumayan banyak, dari compact SUV seperti Chevrolet Trax, HRV, S-cross, dan CX-3. Di medium SUV ada CX-5 KE PF, CRV RM, X-Trail T32, Tucson, Sportage, dan VW Tiguan.
Kami coba mencari di online marketplace, dan coba-coba test drive -bila memungkinkan- dari pilihan mobil-mobil diatas. Dan dari semua pilihan yang tersedia akhirnya kami membuat short-listed dari seluruh kandidat yaitu, Trax, CX-5 KE PF, dan Tiguan. Dan pada akhirnya kami memilih untuk membeli VW Tiguan untuk daily driver kami. Kebetulan kami menemukan Tiguan dengan 2014 dengan kondisi yang amat sangat terawat, dan dengan service record beres VW yang tanpa perlu ada perbaikan untuk 6 bulan ke depannya, dan yang paling penting adalah masuk budget kami.
Ada alasan mengapa kami mengeliminasi Trax dan CX-5 KE PF. Kabin Trax terasa sempit dan bagasinya kurang luas, dan dari review otomotif yang saya tonton, konsumsi BBM-nya so-so untuk ukuran compact mobilnya. CX-5 KE PF, susah cari yang kondisinya benar-benar OK. Rata-rata odo-nya sudah gondrong dan perlu ada perbaikan sana-sini yang harus dilakukan setelah akuisisi, dan harganya plus perbaikannya sedikit over budget. Kami sempat menimbang CX-5 KE facelift, tapi harganya masih jauh diatas budget kami.
Ada alasan lain mengapa kami pilih VW Tiguan yaitu desainnya yang timeless dan kabinnya yang luas meski memiliki ukuran yang kompak. Fiturnya pas dan fungsional tanpa harus banyak gimmick seperti Bi-Xenon headlamp with auto-leveling, Auto-start stop engine, electric parking brake with auto-hold, head-unit with integrated CD changer with 8 speakers, auto-headlamp, auto-wiper, auto dimming mirror, dan 6 airbags, menurut saya sudah lebih dari cukup, walaupun ada beberapa draw-back yang nanti akan saya jelaskan.
Pengalaman berkendara dengan VW Tiguan menurut saya sangat memuaskan. Tiguan menawarkan kombinasi sempurna antara kenyamanan dan handling yang responsif. Tetap stabil dan nyaman pada saat melintasi jalan Tol TransJawa-bahn, disisi lain sangat fun-to-drive dan lincah dikendalikan di jalan berkelok di lintas timur dan Tengah Sumatera. Suspensi khas Jerman yang menyatukan kenyamanan dan stabilitas adalah keunggulan tersendiri yang sulit ditandingi oleh mobil-mobil Jepang atau Korea. Kekedapan kabin Tiguan juga sepertinya setingkat di atas mobil-mobil yang kami tes drive sebelumnya. Suara luar tidak terdengar (kecuali motor dengan knalpot Bronx), suara mesin hampir tidak terdengar dan baru terdengar di atas 3000RPM, dan suara kolong juga sangat minim.
Mesin 1.4 liter dual-charger TSI dengan tenaga 150HP dan torsi 250Nm dikombinasikan dengan DSG DQ250 6 Speed wet clutch (worry free) lebih dari cukup untuk sebuah SUV medium kompak ini. Tenaga dan torsinya ada terus bahkan dari putaran bawah. Mungkin karena ini dihasilkan dari kombinasi super-charger dan turbo charger, yang mana super-charger bekerja pada putaran bawah mesin, dan turbo-charger bekerja di putaran atas. Tetap ada sedikit turbo-lag tapi sangat minim, dan saya sangat suka respon mesin dan transmisinya buat sekali-kali meladeni penguasa transjawaban (baca: Fortuner, PS, dan ANKI mapping). Kecepatan maksimal yang pernah saya capai adalah 190 Kph in cluster (179 Kph in GPS).
Ada hal-hal atau detail kecil khas VW yang saya sangat suka. Dimana detail-detail kecil ini sangat jarang ditemui pada mobil-mobil keluaran Jepang. Jok baris kedua dirancang lebih tinggi dan memiliki sandaran yang lebih nyaman, serta kapasitas bagasi yang fleksibel karena dapat diperluas dengan slide forward atau melipat kursi belakang. Detail kecil di interior seperti center console handrest yang adjustable maju mundur atas bawah, laci di bawah jok pengemudi dan penumpang depan, laci untuk koin di bagian kanan supir, 140–220-watt European socket, ada banyak hook, ada tempat penyimpanan kecil di sisi kanan dan kiri jok penumpang, ada meja makan kecil (sangat berguna apabila punya bayi atau balita), glove box besar dengan lampu, footwell light, welcome light, pengunci alas bagasi pada saat diangkat (jadi gak perlu dipegangi terus saat mau akses spare tyre dan lain lain), dan masih banyak lagi. mengingat mobil ini pertama kali kelaur di tahun 2008, dan dapat dikatakan bahwa VW Tiguan adalah salah SUV yang well-equipped dibandingkan dengan rival-rivalnya pada saat itu.
Dari sisi exterior; ada headlamp washer (berguna banget pada saat jalan di lintas Sumatera), cornering light, adapative head light, spion kiri yang otomatis adjusted ke bawah pada saat masuk gigi mundur, wiper belakang yang otomatis nyala pada saat mundur dan hujan, welcome light di spion kiri dan kanan, roof rail (solid), fog-lamp belakang, dan juga parking-light.
Ada beberapa draw back tentunya, atau kalau kata Matt Wason di Carwow, “five annoying things”,1. AC masih manual puter-putaran kompor walaupun ada penghangat dan arah semburan; 2. Tidak ada cruise control; 3. Tidak ada fitur Bluetooth di headunit standar, 4. Tidak ada camera mundur; dan 5. Tidak ada vanity lamp. So, kesan memakai mobil ini selamat hampir 5 tahun adalah puas banget, walaupun pada akhirnya kami harus rela melepaskannya karena umur (wear and tear).
OK. Kita lanjut ke pengganti mobil VW Tiguan ini. Jujur cukup sulit untuk mencari pengganti VW Tiguan pada saat ini. Dari sisi harga, mobil compact SUV sekarang sudah seharga medium SUV 4-5 tahun yang lalu. Dan harga medium SUV saat ini sudah seharga mobil full size SUV. Apalagi dari sisi kenyamanan, driving experience, dan BQ, mungkin hanya bisa dibandingkan dengan mobil eropa lainnya. Tentu ini menjadi pilihan yang sangat sulit buat kami dengan budget pas-pasan. Syarat yang kami tetapkan tetap sama, harus dapat mobil yang minimal sama-sama SUV, tahun muda (max 3 tahun), dan top-up harga yang tidak terlalu jauh gap-nya maksimal di IDR 400-450 Mio.
Ada beberapa pilihan yang masuk short-listed kami di rentang harga segitu, ada family SUV CRV RW, CX-5 KF, Tiguan All Space, dan -maunya istri BMW X1- (2019 ke bawah). Pada akhirnya pilihan mengrucut ke Tiguan All Space dan CRV RW. Istri saya mengeliminansi CX-5 karena Cuma 2 baris, dan saya mengeliminasi X1 karena 3 cylindernya . Tetapi alasan utamanya adalah karena mobil-mobil kandidat ini punya kapasistas angkut 5+2 yang dapat digunakan pada saat-saat emergency (angkutan lebaran ataupun tahun baru). Kami hunting sana sini di seputaran Jabodetabek untuk mendapatkan unit pilihan nan idaman, dan test drive bila memungkinkan.
Kesan di RW setelah test drive; saya suka, istri “Meh”. Saya suka karena pertama ini mobil 3 baris nan lega, Dimana saya juga tetap bisa ngebut. 1.5 l turbo-nya ini secara ajaib bisa mengompensasi kebolotan CVT Honda yang saya gak pernah suka. Tidak se-responsif VW diputaran bawah, tapi putaran atasnya luar biasa untuk meladeni pengendara Jamet di Tol Transjawabahn. Istri “meh” karena, berisik disisi peredaman kabin dan road noise (istri saya membandingkan dengan VW tiguan kami sebelumnya), interior biasa aja dan beberapa titik ada suara ratle, jok-nya “katanya” gak enak, kualitas interior juga “meh” (ini dalam konteks CRV RW yang kami tes, bukan CRV RW in general ya).
Kesan di Tiguan all Space, sama seperti Tiguan MK1 kami sebelumnya, ditambah dengan fitur yang lebih modern, lebih lega, dan tentunya worry free sama penggantian kaki-kaki, waterpump, mechatronic, wear and tear. Satu lagi yang bikin saya terkesan adalah gimmick auto-parking, dan adaptive damper yang fungsional. Selebihnya ya kelas VW yang selalu meberikan feel ride quality, driving experience, and comfort in one place. Tapi ada satu kekhawatiran saja terhadap VW Tiguan All space ini, dimana populasinya yang tidak terlalu banyak, mungkin nantinya akan susah untuk mencari spare part after market-nya. Hal yang berbeda dengan Tiguan MK1 yang dipasarkan bersamaan dengan Golf MK VI dan Scirocco, jadinya sangat mudah untuk mencari part-part after market. Setelah menimbang dan menimbang, akhirnya kami mengalah dengan kenyataan bahwa CRV RW adalah pilihan yang paling rasional untuk saat itu.
La terus kenapa tiba-tiba beli CX-5 2021. Ada teman kami yang entah darimana dia tahu kalau kami sedang mencari mobil. Dia tiba-tiba menawarkan CX-5 ke kami dengan harga yang masih masuk budget kami. CX-5 2021 GT Black Edition (edisi Kuro kalo sekarang), yang hampir 3 tahun terparkir di garasi dengan KM pemakaian yang masih 1800-an km. Masih plastikan, masih bau pabrik, belum ada wear and tear, dan ajaibnya servisnya rutin per-6 bulan di beres Mazda.
Tentu saja saya tertarik, kapan lagi dapat mobil CX-5 rasa baru seharga CX 3. Hal kemudian saya diskusikan dengan istri saya, dan dengan beberapa pertimbangan akhirnya kami memilih mobil CX-5 ini. Toh sebelumnya memang salah satu mobil dalam short-listed kami. Akhirnya kami menyelesaikan administrasi pembayaran dan bawa pulang mobil ini. Saya Bahagia, karena dari dulu saya memang suka Mazda. Istri felt so-so, karena sebenarnya istri maunya tetap mobil yang 3 rows.
Sedikti cerita bahwa CX-5 GT 2021 ini adalah tipe improvement dari tahun 2020 yang mana pada tahun 2021 hanya ada satu trim CX-5 yang dipasarkan Eurokars di Indonesia yaitu tipe GT saja tanpa ada tipe Elite. Ada beberapa improvement di versi GT 2021 dari sisi safety dan fitur sepeti diantaranya: RCTA, blind spot monitoring, adaptive headlights, Android dan wireless CarPlay, speedo meter LCD 7”, heads up display, power back door, paddle shift dan layar MZD 8 inch. Dan apabila dibandingkan tipe Elite 2020, fitur i-activesense absen pada tipe GT adalah SCBS dan LKAS, dan bila dibandingkan Kembali dengan CX-5 2022 up, adalah Mazda Radar Cruise Control (MCC) atau ACC. Terus apa bedanya versi black edition dengan versi GT biasa. Black edition ada tambahan black piano roof rail, black piano 19” rims, black piano side mirror, scuff plate, dan kombinasi leatherette dan Alcantara look upholstery seat, plus red stitching dan carbon look trim dashboard dan pintu. Sisanya sama semua.
So, let's compare it with the VW Tiguan MK1. CX-5 ini menawarkan driving experience yang berbeda dengan Tiguan. CX-5 lebih terasa sporty-nya dengan posisi duduk yang lebih rendah (sedikit) dari Tiguan, dan setup suspensi yang cenderung lebih keras. Sepertinya travel suspensi CX-5 lebih rendah/pendek daripada Tiguan, hal ini dapat dirasakan pada saat melewati polisi tidur di Grand Galaxy Bekasi (Lokasi yang biasa kami lewati dengan Tiguan) dimana CX-5 cendrung lebih kaku dengan rebound lebih cepat. Kompensasinya, saya sekarang lebih pede di kecepatan 100 km/h di pengkolan Tol Becakayu Cawang. Stir-nya juga lebih kecil dari Tiguan dan lebih enak digenggam oleh tangan saya, feel dan feedback stir CX-5 terasa sedikit lebih baik dari Tiguan. Lebih sharp, lebih predictable, dan sesuai dengan yang diarahkan. Feel rem pada CX-5 ini berbeda dengan Tiguan, CX-5 cenderung mengeloyor kalo direm, dan harus menginjak rem agak dalam. Pada saat awal saya nyetir ini mobi, saya pikir mobil ini memang gak ada rem-nya, atau serasa pad dan piringan cakramnya sudah habis. Berbeda sekali feel-nya dengan rem Tiguan yang progresif.
Ada perbedaan mendasar di sektor mesin dan transmisi. CX-5 masih menggunakan mesin NA dengan kubikasi 2.5l dengan tenaga on-crank 190 hp, dikombinasikan dengan transmisi AT TC Skyactiv-Drive 6 speed. Di atas kertas, CX-5 jauh bertenaga dibandingkan dengan Tiguan, tetapi dengan torsi yang sama besar yaitu di angka 250nm, saya merasakan Tiguan terasa lebih sedikit punchy dan responsif di rentang kecepatan 40-80km (kecepatan daily use saya), bisa jadi ini karena respons super-charger dikombinasikan dengan DSG dual-clutch-nya. Padahal kedua mobil meggunakan BBM yang sama yaitu kombinasi Pertamax Turbo, Shell Nitro/Power. Transmisi Skyactiv 6 speed Mazda itu sudah sangat baik responsnya dibandingkan transmisi TC mobil lain, tapi dual-clutch itu memang di level yang berbeda untuk kecepatan perpindahan giginya. CX-5 terasa lebih powerful di rentang 80Km/h ke 160km/h. Tetapi setelah 160 km/h, CX-5 terasa boyo kembali. Mungkin engineer Mazda memang men-set mesin 2.5l, secara elektronik, dan transmisi di putaran bawah-menengah, atau bisa saja ini memang karakter dari mesin dengan Miller Cycle. Sehingga di putaran atas terasa sekali mobil ini keteteran. Konsumsi BBM untuk CX-5(10,1 km/l) slightly better untuk pemakaian dalam kota dibandingkan Tiguan (9,8 km/l) dengan asumsi kecepatan rata 25km/h, sedangkan untuk pemakaian long haul keluar kota, Tiguan is slightly better (16,7 km/l) dibandingkan CX-5 (15,1 km/l) dengan asumsi kecepatan rata-rata 100 km/h dengan metode yang pernah saya lakukan yaitu full to full. Suprisingly, speedometer di CX-5 ini sangat akurat bila dibandingkan dengan kecepatan GPS tanpa ada deviasi sama sekali.
Soal kepraktisan, Tiguan menang banyak apabila dibandingkan dengan CX-5. CX-5 ini as a standard Japanese car yang tidak terlalu concern dengan kepraktisan as European car. Bagian depan; hanya ada 2 penyimpanan tertutup (glove box dan konsole tengah) yang ukurannya biasa aja, 1 penyimpanan terbuka di bawah konsol AC, dan satu di masing sisi kanan kiri pintu bagian handle, door pocket yang lumayan besar, dan 4 bottle holder (2 ditengah dan dipintu kanan kiri). Bagian belakang; 2 bottle holder dan door pocket kecil di bagian pintu, 2 bottle holder di arm rest (bila dibuka), dan seat poket di kedua sisi jok depan. CX-5 juga sudah dilengkapi dengan auto-climate dengan dual zone dan sunroof.
Untuk interior dan kelegaan kabin, ternyata CX-5 tidak sesempit yang diinformasikan orang-orang. Bila dibandingkan dengan Tiguan, CX -5 sedikit lebih lega dibagian jok belakang. Secara dimensi, CX-5 hanya lebih Panjang 148 mm dari Tiguan (4575mm vs 4427mm), tetapi dalam komparasi kelegaan bagasi, kaca belakang CX-5 yang melandai sedikit mengurangi kapasitas dan fleksibilitas dalam pengaturan bagasi. Dan surprisingly, kapasitas bagasi Tiguan (520l) lebih besar dari CX-5 (458l). Kekedapan kabin CX-5 sedikit di bawah Tiguan. Suara mesin masih terdengar, suara ban juga masih sedikit terdengar karena mungkin ada perbedaan merek dan tipe ban. Tiguan pake Michelin Primacy 4, sedangkan CX-5 masih pakai ban bawaan pabrik yaitu Toyo R46, yang dari sisi kembang memang terlihat sedikit untuk semi performance. Untuk noise dari luar menurut kuping kami sudah teredam sangat baik. Posisi windshield yang landai dan cukup dekat ke posisi pengemudi dan penumpang depan memberi sudut pandang yang lebih luas dan mengurangi blind spot. Tapi ada kompensasinya akan terasa sedikit panas di wajah apabila matahari lagi Terik-teriknya karena posisi kepala jadinya terlalu dekat dengan windshield. Padahal saya sudah pakai kaca film VKool VK40. Sebagai perbandingan, di Tiguan sebelumnya kami juga memakai jenis kaca film yang sama, dan kami tidak mengalami hal ini.
Sampai saat ini, selain rute dalam kota, CX-5 kami sudah menjelajah ke ujung timur pulau Jawa dengan rute terjauh adalah Bromo dan beberapa kali ke Jawa Tengah bagian selatan, dan rute terjauh ke Barat saat ini adalah provinsi Lampung. Next, rencana akhir tahun kami adalah pulang kampung ke Aceh melewati lintas tengah Sumatera dengan beberapa stop-over di Palembang, Padang, Bukit Tinggi, Danau Toba dan kota Medan.
Five annoying things: 1. Tombol door lock dan mirror tidak illuminated (susah harus meraba-raba kalau lagi malam); 2. Tidak ada footwell or welcome light 3. Auto-hold yang harus diaktifkan setiap menyalakan mobil, 4. Tidak 220-power socket, 5. Electric jok dan power backdoor-nya berisik.
Kesimpulan:
Tiguan adalah salah satu yang terbaik dikelasnya yang mempunya ciri khas dan caranya sendiri untuk mengimpresi pengguna termasuk saya. Kombinasi sempurna antara kenyamanan, build quality, kepraktisan, driving experience dan performance menjadi satu kesatuan yang menjadikan mobil ini layak untuk dipinang. Tidak ada yang salah dengan mobil Tiguan ini selain ATPM-nya yang ogah-ogahan.
Untuk CX-5, dengan ketidaksengajaan didalam kesempatan, kami sangat puas dengan CX-5 kami untuk 9 bulan pemakaian. Selalu ada trade-off, pros/cons untuk masing-masing mobil, tapi pada akhirnya kita memilih berdasarkan selara dan kebutuhan kita. Mazda memang tidak pernah salah dalam promosinya “Jinba-Ittai”. Impresi mengemudi saya dengan Mazda 2 Skyactiv dan CX-5 adalah sama. Mobil ini sangat nikmat dan menyenangkan untuk dikendarai, yang seperti terus-menerus meminta kita mengendarai mobilnya.
Sebagai mantan pengguna VW Tiguan 2014, saya tergelitik untuk membandingkannya dengan Mazda CX-5 tahun 2021, yang saat ini menjadi kendaraan harian saya.
Well, saya mulai cerita dari VW Tiguan dulu. Mobil ini saya akuisisi sebelum pandemi menerjang Dunia tahun 2019 menggantikan Mazda 2 Skyactiv saya yang umurnya hampir 5 tahun di 2020. Mazda 2 adalah mobil yang sangat menyenangkan untuk dikendarai. Meskipun kecil, hatchback ini terasa lincah, irit bahan bakar, dan memiliki build quality yang baik. Saya sangat menikmati Mazda 2, dan sering mengendarainya sampai ke ujung pulau Jawa, dan pernah juga dua kali melakukan perjalanan jauh ke kampung halaman kami di ujung Sumatera tanpa kendala apa pun.
Hanya saja pada saat itu kami memutuskan untuk membeli mobil yang sedikit lebih besar dari Mazda 2, karena mobil ini adalah mobil bujangan saya, yang mungkin akan terasa kecil apabila sudah berkeluarga. Kriteria awalnya adalah compact or small/medium SUV bekas dengan budget tidak jauh-jauh dari rentang 180-230 juta. Kenapa SUV, karena saya tidak mau ada pertanyaan “bisa lewat sedan gak? gasruk gak?” pada saat ingin pergi ketempat-tempat tertentu. Mengapa bukan MPV, karena menurut kami belum ada MPV yang sesuai dengan selera kami, baik LMPV atau medium MVP. Informasi tambahan, kami tidak suka sensasi naik SUV body-on-frame, ditambah lagi istri saya sangat tidak suka dengan bau mobil diesel. Mengapa bekas, karena tidak ingin menambah biaya terlalu banyak untuk trade-off mobilnya. Pilihannya lumayan banyak, dari compact SUV seperti Chevrolet Trax, HRV, S-cross, dan CX-3. Di medium SUV ada CX-5 KE PF, CRV RM, X-Trail T32, Tucson, Sportage, dan VW Tiguan.
Kami coba mencari di online marketplace, dan coba-coba test drive -bila memungkinkan- dari pilihan mobil-mobil diatas. Dan dari semua pilihan yang tersedia akhirnya kami membuat short-listed dari seluruh kandidat yaitu, Trax, CX-5 KE PF, dan Tiguan. Dan pada akhirnya kami memilih untuk membeli VW Tiguan untuk daily driver kami. Kebetulan kami menemukan Tiguan dengan 2014 dengan kondisi yang amat sangat terawat, dan dengan service record beres VW yang tanpa perlu ada perbaikan untuk 6 bulan ke depannya, dan yang paling penting adalah masuk budget kami.
Ada alasan mengapa kami mengeliminasi Trax dan CX-5 KE PF. Kabin Trax terasa sempit dan bagasinya kurang luas, dan dari review otomotif yang saya tonton, konsumsi BBM-nya so-so untuk ukuran compact mobilnya. CX-5 KE PF, susah cari yang kondisinya benar-benar OK. Rata-rata odo-nya sudah gondrong dan perlu ada perbaikan sana-sini yang harus dilakukan setelah akuisisi, dan harganya plus perbaikannya sedikit over budget. Kami sempat menimbang CX-5 KE facelift, tapi harganya masih jauh diatas budget kami.
Ada alasan lain mengapa kami pilih VW Tiguan yaitu desainnya yang timeless dan kabinnya yang luas meski memiliki ukuran yang kompak. Fiturnya pas dan fungsional tanpa harus banyak gimmick seperti Bi-Xenon headlamp with auto-leveling, Auto-start stop engine, electric parking brake with auto-hold, head-unit with integrated CD changer with 8 speakers, auto-headlamp, auto-wiper, auto dimming mirror, dan 6 airbags, menurut saya sudah lebih dari cukup, walaupun ada beberapa draw-back yang nanti akan saya jelaskan.
Pengalaman berkendara dengan VW Tiguan menurut saya sangat memuaskan. Tiguan menawarkan kombinasi sempurna antara kenyamanan dan handling yang responsif. Tetap stabil dan nyaman pada saat melintasi jalan Tol TransJawa-bahn, disisi lain sangat fun-to-drive dan lincah dikendalikan di jalan berkelok di lintas timur dan Tengah Sumatera. Suspensi khas Jerman yang menyatukan kenyamanan dan stabilitas adalah keunggulan tersendiri yang sulit ditandingi oleh mobil-mobil Jepang atau Korea. Kekedapan kabin Tiguan juga sepertinya setingkat di atas mobil-mobil yang kami tes drive sebelumnya. Suara luar tidak terdengar (kecuali motor dengan knalpot Bronx), suara mesin hampir tidak terdengar dan baru terdengar di atas 3000RPM, dan suara kolong juga sangat minim.
Mesin 1.4 liter dual-charger TSI dengan tenaga 150HP dan torsi 250Nm dikombinasikan dengan DSG DQ250 6 Speed wet clutch (worry free) lebih dari cukup untuk sebuah SUV medium kompak ini. Tenaga dan torsinya ada terus bahkan dari putaran bawah. Mungkin karena ini dihasilkan dari kombinasi super-charger dan turbo charger, yang mana super-charger bekerja pada putaran bawah mesin, dan turbo-charger bekerja di putaran atas. Tetap ada sedikit turbo-lag tapi sangat minim, dan saya sangat suka respon mesin dan transmisinya buat sekali-kali meladeni penguasa transjawaban (baca: Fortuner, PS, dan ANKI mapping). Kecepatan maksimal yang pernah saya capai adalah 190 Kph in cluster (179 Kph in GPS).
Ada hal-hal atau detail kecil khas VW yang saya sangat suka. Dimana detail-detail kecil ini sangat jarang ditemui pada mobil-mobil keluaran Jepang. Jok baris kedua dirancang lebih tinggi dan memiliki sandaran yang lebih nyaman, serta kapasitas bagasi yang fleksibel karena dapat diperluas dengan slide forward atau melipat kursi belakang. Detail kecil di interior seperti center console handrest yang adjustable maju mundur atas bawah, laci di bawah jok pengemudi dan penumpang depan, laci untuk koin di bagian kanan supir, 140–220-watt European socket, ada banyak hook, ada tempat penyimpanan kecil di sisi kanan dan kiri jok penumpang, ada meja makan kecil (sangat berguna apabila punya bayi atau balita), glove box besar dengan lampu, footwell light, welcome light, pengunci alas bagasi pada saat diangkat (jadi gak perlu dipegangi terus saat mau akses spare tyre dan lain lain), dan masih banyak lagi. mengingat mobil ini pertama kali kelaur di tahun 2008, dan dapat dikatakan bahwa VW Tiguan adalah salah SUV yang well-equipped dibandingkan dengan rival-rivalnya pada saat itu.
Dari sisi exterior; ada headlamp washer (berguna banget pada saat jalan di lintas Sumatera), cornering light, adapative head light, spion kiri yang otomatis adjusted ke bawah pada saat masuk gigi mundur, wiper belakang yang otomatis nyala pada saat mundur dan hujan, welcome light di spion kiri dan kanan, roof rail (solid), fog-lamp belakang, dan juga parking-light.
Ada beberapa draw back tentunya, atau kalau kata Matt Wason di Carwow, “five annoying things”,1. AC masih manual puter-putaran kompor walaupun ada penghangat dan arah semburan; 2. Tidak ada cruise control; 3. Tidak ada fitur Bluetooth di headunit standar, 4. Tidak ada camera mundur; dan 5. Tidak ada vanity lamp. So, kesan memakai mobil ini selamat hampir 5 tahun adalah puas banget, walaupun pada akhirnya kami harus rela melepaskannya karena umur (wear and tear).
OK. Kita lanjut ke pengganti mobil VW Tiguan ini. Jujur cukup sulit untuk mencari pengganti VW Tiguan pada saat ini. Dari sisi harga, mobil compact SUV sekarang sudah seharga medium SUV 4-5 tahun yang lalu. Dan harga medium SUV saat ini sudah seharga mobil full size SUV. Apalagi dari sisi kenyamanan, driving experience, dan BQ, mungkin hanya bisa dibandingkan dengan mobil eropa lainnya. Tentu ini menjadi pilihan yang sangat sulit buat kami dengan budget pas-pasan. Syarat yang kami tetapkan tetap sama, harus dapat mobil yang minimal sama-sama SUV, tahun muda (max 3 tahun), dan top-up harga yang tidak terlalu jauh gap-nya maksimal di IDR 400-450 Mio.
Ada beberapa pilihan yang masuk short-listed kami di rentang harga segitu, ada family SUV CRV RW, CX-5 KF, Tiguan All Space, dan -maunya istri BMW X1- (2019 ke bawah). Pada akhirnya pilihan mengrucut ke Tiguan All Space dan CRV RW. Istri saya mengeliminansi CX-5 karena Cuma 2 baris, dan saya mengeliminasi X1 karena 3 cylindernya . Tetapi alasan utamanya adalah karena mobil-mobil kandidat ini punya kapasistas angkut 5+2 yang dapat digunakan pada saat-saat emergency (angkutan lebaran ataupun tahun baru). Kami hunting sana sini di seputaran Jabodetabek untuk mendapatkan unit pilihan nan idaman, dan test drive bila memungkinkan.
Kesan di RW setelah test drive; saya suka, istri “Meh”. Saya suka karena pertama ini mobil 3 baris nan lega, Dimana saya juga tetap bisa ngebut. 1.5 l turbo-nya ini secara ajaib bisa mengompensasi kebolotan CVT Honda yang saya gak pernah suka. Tidak se-responsif VW diputaran bawah, tapi putaran atasnya luar biasa untuk meladeni pengendara Jamet di Tol Transjawabahn. Istri “meh” karena, berisik disisi peredaman kabin dan road noise (istri saya membandingkan dengan VW tiguan kami sebelumnya), interior biasa aja dan beberapa titik ada suara ratle, jok-nya “katanya” gak enak, kualitas interior juga “meh” (ini dalam konteks CRV RW yang kami tes, bukan CRV RW in general ya).
Kesan di Tiguan all Space, sama seperti Tiguan MK1 kami sebelumnya, ditambah dengan fitur yang lebih modern, lebih lega, dan tentunya worry free sama penggantian kaki-kaki, waterpump, mechatronic, wear and tear. Satu lagi yang bikin saya terkesan adalah gimmick auto-parking, dan adaptive damper yang fungsional. Selebihnya ya kelas VW yang selalu meberikan feel ride quality, driving experience, and comfort in one place. Tapi ada satu kekhawatiran saja terhadap VW Tiguan All space ini, dimana populasinya yang tidak terlalu banyak, mungkin nantinya akan susah untuk mencari spare part after market-nya. Hal yang berbeda dengan Tiguan MK1 yang dipasarkan bersamaan dengan Golf MK VI dan Scirocco, jadinya sangat mudah untuk mencari part-part after market. Setelah menimbang dan menimbang, akhirnya kami mengalah dengan kenyataan bahwa CRV RW adalah pilihan yang paling rasional untuk saat itu.
La terus kenapa tiba-tiba beli CX-5 2021. Ada teman kami yang entah darimana dia tahu kalau kami sedang mencari mobil. Dia tiba-tiba menawarkan CX-5 ke kami dengan harga yang masih masuk budget kami. CX-5 2021 GT Black Edition (edisi Kuro kalo sekarang), yang hampir 3 tahun terparkir di garasi dengan KM pemakaian yang masih 1800-an km. Masih plastikan, masih bau pabrik, belum ada wear and tear, dan ajaibnya servisnya rutin per-6 bulan di beres Mazda.
Tentu saja saya tertarik, kapan lagi dapat mobil CX-5 rasa baru seharga CX 3. Hal kemudian saya diskusikan dengan istri saya, dan dengan beberapa pertimbangan akhirnya kami memilih mobil CX-5 ini. Toh sebelumnya memang salah satu mobil dalam short-listed kami. Akhirnya kami menyelesaikan administrasi pembayaran dan bawa pulang mobil ini. Saya Bahagia, karena dari dulu saya memang suka Mazda. Istri felt so-so, karena sebenarnya istri maunya tetap mobil yang 3 rows.
Sedikti cerita bahwa CX-5 GT 2021 ini adalah tipe improvement dari tahun 2020 yang mana pada tahun 2021 hanya ada satu trim CX-5 yang dipasarkan Eurokars di Indonesia yaitu tipe GT saja tanpa ada tipe Elite. Ada beberapa improvement di versi GT 2021 dari sisi safety dan fitur sepeti diantaranya: RCTA, blind spot monitoring, adaptive headlights, Android dan wireless CarPlay, speedo meter LCD 7”, heads up display, power back door, paddle shift dan layar MZD 8 inch. Dan apabila dibandingkan tipe Elite 2020, fitur i-activesense absen pada tipe GT adalah SCBS dan LKAS, dan bila dibandingkan Kembali dengan CX-5 2022 up, adalah Mazda Radar Cruise Control (MCC) atau ACC. Terus apa bedanya versi black edition dengan versi GT biasa. Black edition ada tambahan black piano roof rail, black piano 19” rims, black piano side mirror, scuff plate, dan kombinasi leatherette dan Alcantara look upholstery seat, plus red stitching dan carbon look trim dashboard dan pintu. Sisanya sama semua.
So, let's compare it with the VW Tiguan MK1. CX-5 ini menawarkan driving experience yang berbeda dengan Tiguan. CX-5 lebih terasa sporty-nya dengan posisi duduk yang lebih rendah (sedikit) dari Tiguan, dan setup suspensi yang cenderung lebih keras. Sepertinya travel suspensi CX-5 lebih rendah/pendek daripada Tiguan, hal ini dapat dirasakan pada saat melewati polisi tidur di Grand Galaxy Bekasi (Lokasi yang biasa kami lewati dengan Tiguan) dimana CX-5 cendrung lebih kaku dengan rebound lebih cepat. Kompensasinya, saya sekarang lebih pede di kecepatan 100 km/h di pengkolan Tol Becakayu Cawang. Stir-nya juga lebih kecil dari Tiguan dan lebih enak digenggam oleh tangan saya, feel dan feedback stir CX-5 terasa sedikit lebih baik dari Tiguan. Lebih sharp, lebih predictable, dan sesuai dengan yang diarahkan. Feel rem pada CX-5 ini berbeda dengan Tiguan, CX-5 cenderung mengeloyor kalo direm, dan harus menginjak rem agak dalam. Pada saat awal saya nyetir ini mobi, saya pikir mobil ini memang gak ada rem-nya, atau serasa pad dan piringan cakramnya sudah habis. Berbeda sekali feel-nya dengan rem Tiguan yang progresif.
Ada perbedaan mendasar di sektor mesin dan transmisi. CX-5 masih menggunakan mesin NA dengan kubikasi 2.5l dengan tenaga on-crank 190 hp, dikombinasikan dengan transmisi AT TC Skyactiv-Drive 6 speed. Di atas kertas, CX-5 jauh bertenaga dibandingkan dengan Tiguan, tetapi dengan torsi yang sama besar yaitu di angka 250nm, saya merasakan Tiguan terasa lebih sedikit punchy dan responsif di rentang kecepatan 40-80km (kecepatan daily use saya), bisa jadi ini karena respons super-charger dikombinasikan dengan DSG dual-clutch-nya. Padahal kedua mobil meggunakan BBM yang sama yaitu kombinasi Pertamax Turbo, Shell Nitro/Power. Transmisi Skyactiv 6 speed Mazda itu sudah sangat baik responsnya dibandingkan transmisi TC mobil lain, tapi dual-clutch itu memang di level yang berbeda untuk kecepatan perpindahan giginya. CX-5 terasa lebih powerful di rentang 80Km/h ke 160km/h. Tetapi setelah 160 km/h, CX-5 terasa boyo kembali. Mungkin engineer Mazda memang men-set mesin 2.5l, secara elektronik, dan transmisi di putaran bawah-menengah, atau bisa saja ini memang karakter dari mesin dengan Miller Cycle. Sehingga di putaran atas terasa sekali mobil ini keteteran. Konsumsi BBM untuk CX-5(10,1 km/l) slightly better untuk pemakaian dalam kota dibandingkan Tiguan (9,8 km/l) dengan asumsi kecepatan rata 25km/h, sedangkan untuk pemakaian long haul keluar kota, Tiguan is slightly better (16,7 km/l) dibandingkan CX-5 (15,1 km/l) dengan asumsi kecepatan rata-rata 100 km/h dengan metode yang pernah saya lakukan yaitu full to full. Suprisingly, speedometer di CX-5 ini sangat akurat bila dibandingkan dengan kecepatan GPS tanpa ada deviasi sama sekali.
Soal kepraktisan, Tiguan menang banyak apabila dibandingkan dengan CX-5. CX-5 ini as a standard Japanese car yang tidak terlalu concern dengan kepraktisan as European car. Bagian depan; hanya ada 2 penyimpanan tertutup (glove box dan konsole tengah) yang ukurannya biasa aja, 1 penyimpanan terbuka di bawah konsol AC, dan satu di masing sisi kanan kiri pintu bagian handle, door pocket yang lumayan besar, dan 4 bottle holder (2 ditengah dan dipintu kanan kiri). Bagian belakang; 2 bottle holder dan door pocket kecil di bagian pintu, 2 bottle holder di arm rest (bila dibuka), dan seat poket di kedua sisi jok depan. CX-5 juga sudah dilengkapi dengan auto-climate dengan dual zone dan sunroof.
Untuk interior dan kelegaan kabin, ternyata CX-5 tidak sesempit yang diinformasikan orang-orang. Bila dibandingkan dengan Tiguan, CX -5 sedikit lebih lega dibagian jok belakang. Secara dimensi, CX-5 hanya lebih Panjang 148 mm dari Tiguan (4575mm vs 4427mm), tetapi dalam komparasi kelegaan bagasi, kaca belakang CX-5 yang melandai sedikit mengurangi kapasitas dan fleksibilitas dalam pengaturan bagasi. Dan surprisingly, kapasitas bagasi Tiguan (520l) lebih besar dari CX-5 (458l). Kekedapan kabin CX-5 sedikit di bawah Tiguan. Suara mesin masih terdengar, suara ban juga masih sedikit terdengar karena mungkin ada perbedaan merek dan tipe ban. Tiguan pake Michelin Primacy 4, sedangkan CX-5 masih pakai ban bawaan pabrik yaitu Toyo R46, yang dari sisi kembang memang terlihat sedikit untuk semi performance. Untuk noise dari luar menurut kuping kami sudah teredam sangat baik. Posisi windshield yang landai dan cukup dekat ke posisi pengemudi dan penumpang depan memberi sudut pandang yang lebih luas dan mengurangi blind spot. Tapi ada kompensasinya akan terasa sedikit panas di wajah apabila matahari lagi Terik-teriknya karena posisi kepala jadinya terlalu dekat dengan windshield. Padahal saya sudah pakai kaca film VKool VK40. Sebagai perbandingan, di Tiguan sebelumnya kami juga memakai jenis kaca film yang sama, dan kami tidak mengalami hal ini.
Sampai saat ini, selain rute dalam kota, CX-5 kami sudah menjelajah ke ujung timur pulau Jawa dengan rute terjauh adalah Bromo dan beberapa kali ke Jawa Tengah bagian selatan, dan rute terjauh ke Barat saat ini adalah provinsi Lampung. Next, rencana akhir tahun kami adalah pulang kampung ke Aceh melewati lintas tengah Sumatera dengan beberapa stop-over di Palembang, Padang, Bukit Tinggi, Danau Toba dan kota Medan.
Five annoying things: 1. Tombol door lock dan mirror tidak illuminated (susah harus meraba-raba kalau lagi malam); 2. Tidak ada footwell or welcome light 3. Auto-hold yang harus diaktifkan setiap menyalakan mobil, 4. Tidak 220-power socket, 5. Electric jok dan power backdoor-nya berisik.
Kesimpulan:
Tiguan adalah salah satu yang terbaik dikelasnya yang mempunya ciri khas dan caranya sendiri untuk mengimpresi pengguna termasuk saya. Kombinasi sempurna antara kenyamanan, build quality, kepraktisan, driving experience dan performance menjadi satu kesatuan yang menjadikan mobil ini layak untuk dipinang. Tidak ada yang salah dengan mobil Tiguan ini selain ATPM-nya yang ogah-ogahan.
Untuk CX-5, dengan ketidaksengajaan didalam kesempatan, kami sangat puas dengan CX-5 kami untuk 9 bulan pemakaian. Selalu ada trade-off, pros/cons untuk masing-masing mobil, tapi pada akhirnya kita memilih berdasarkan selara dan kebutuhan kita. Mazda memang tidak pernah salah dalam promosinya “Jinba-Ittai”. Impresi mengemudi saya dengan Mazda 2 Skyactiv dan CX-5 adalah sama. Mobil ini sangat nikmat dan menyenangkan untuk dikendarai, yang seperti terus-menerus meminta kita mengendarai mobilnya.
-
- Member of Senior Mechanic
- Posts: 213
- Joined: 23 Feb 2018, 15:02
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Mantap juga om, bisa dapat rezeki ketemu mobil odo rendah yg harganya masih masuk budget...
Sebagai mantan pengguna mazda2 sky juga, gw sempat mempertimbangkan ganti ke CX-3 atau CX-5 waktu itu.
Tapi setelah lihat interiornya, jujur jadi kurang minat karena gak beda jauh dengan m2sky (terutama dalam bahasa desain & BQ).
Btw rute sehari2nya mirip gw nih, lewat becakayu sampe ujung ya hihihi.
Sebagai mantan pengguna mazda2 sky juga, gw sempat mempertimbangkan ganti ke CX-3 atau CX-5 waktu itu.
Tapi setelah lihat interiornya, jujur jadi kurang minat karena gak beda jauh dengan m2sky (terutama dalam bahasa desain & BQ).
Btw rute sehari2nya mirip gw nih, lewat becakayu sampe ujung ya hihihi.
- B 0 YZ
- Full Member of Senior Mechanic
- Posts: 316
- Joined: 17 Aug 2007, 16:03
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Nice review , sama banget dulu awalnya nyari crv rw pres, ilfeel sama rattle pas test drive , pdhl mobilnya cukup askk dan all rounder , eh tapi ga sengaja ketemu cx5 pristine condition akhirnya malah jadi gas ambil cx5 GT ipm2 yg sdh cam 360 dan ada carplay , nik 2019 , faktur 2021 , low km , masih plastikan , dan bau baru pas ambil tahun lalu. Cukup impress sm driving exp-nya karena sebelumnya naik vrz 2021 tapi pertimbangan karena anak baru 1 jadi sebetuknya cukup2 aja naik mbl 2 row
Overall pake 1 stenga taun belom ada jajan apapun , paling kalo abis cuci mobil spion kiri suka macet ga keliper full , tapi kalo dicoba bbrp kali normal lagi
Overall pake 1 stenga taun belom ada jajan apapun , paling kalo abis cuci mobil spion kiri suka macet ga keliper full , tapi kalo dicoba bbrp kali normal lagi
-
- Visitor
- Posts: 6
- Joined: 18 Sep 2017, 13:25
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Dulunya kalo ngincer KF beneran...saya pasti nyari yang warna machine gray itu om...warnanya cakep, kesannya mewah, dan warnanya gak pasaranB 0 YZ wrote: ↑15 Oct 2024, 15:54 Nice review , sama banget dulu awalnya nyari crv rw pres, ilfeel sama rattle pas test drive , pdhl mobilnya cukup askk dan all rounder , eh tapi ga sengaja ketemu cx5 pristine condition akhirnya malah jadi gas ambil cx5 GT ipm2 yg sdh cam 360 dan ada carplay , nik 2019 , faktur 2021 , low km , masih plastikan , dan bau baru pas ambil tahun lalu. Cukup impress sm driving exp-nya karena sebelumnya naik vrz 2021 tapi pertimbangan karena anak baru 1 jadi sebetuknya cukup2 aja naik mbl 2 row
Overall pake 1 stenga taun belom ada jajan apapun , paling kalo abis cuci mobil spion kiri suka macet ga keliper full , tapi kalo dicoba bbrp kali normal lagi
Saya 2 bulan lalu sempat klaim motor jok elektrik yang suaranya hampir mirip roda tank yang gilinding di aspal. Untungnya masih under warranty. Mungkin ini karena mobil kelamaan gak dipake, jadinya ada errornya. Sama satu lagi yang saya agak bingung...
- sintoni
- Full Member of Mechanic Engineer
- Posts: 5901
- Joined: 05 Jun 2014, 20:03
- Daily Vehicle: [cencored]
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Nais ripiu om.
Ane malah tertarik sama cerita si Tiguan ini.
Pake 5 tahun jalan berapa kilo om?
Mecha aman aja buat macet2an?
Ane malah tertarik sama cerita si Tiguan ini.
Pake 5 tahun jalan berapa kilo om?
Mecha aman aja buat macet2an?
-
- Visitor
- Posts: 6
- Joined: 18 Sep 2017, 13:25
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Pakai 5 tahun jalan sekitar 60 ribu om.
VW Tiguan itu aman di mechatronics. Selama saya pakai, saya gak ada keluhan sama transmisi. Karena saya sesuaikana interval servis dan penggantian oli transmisi. DQ250 ini wet-clutch, jadi kalo gak salah butuh 6 liter oli. Selain itu:
1. Waterpump 2x
2. Speedsensor entah berapa kali tak terhitung
3. undercarriage....hampir semua udah ganti (karena emang udah waktunya); dari bushing2, sama part2 suspensi, swaybar, shockbreaker, termasuk yang termahal adalah steering rack.
4. sisanya wear and tear aja om dan service biasa.
Biasanya untuk penggantian sparepart, saya beli barang di marketplace, atau import dari china pake aliexpress (dulu masih bisa beli di aliexpress). Kayak speedsensor, bushing2, dan printilan2 keci itu saya beli agak banyak yang harganya jauh lebih murah. Terus biasanya saya pasang di bengkel spesialis VW/Audi, dan biasanya dikenakan biaya jasa-nya aja.
-
- Full Member of Mechanic Engineer
- Posts: 4795
- Joined: 09 Oct 2016, 22:14
- Location: East Jakarta
- Daily Vehicle: BRV Prestige Non HS 2023 - AN HRV SE 2023
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
nice review om dan congrats buat mobil barunya
kebetulan saya ex pemakai mazda jg selama 8 tahun dari 2013 - 2021 . yakni cx5 ke 2013 2.0 touring dari 2013 - 2016 & CX5 KF elite 2018 dari 2018 akhir - 2021 . impresi saya cukup puas. mobil ini punya driving feel, tarikan, handling dan fitur yg terbaik dikelasnya + termasuk mobil terbaik jg yg pernah saya punya. yg ke malah saya dulu pake sampe odo 165 rb gaada masalah yg aneh2. servis besarnya cuma ganti mounting sm ganti shock empat2nya aja hehehe . impresinya sm kaya yg om rasakan. cm emg minus di akomodasi & kepraktisan yg agak kurang dibanding rival2 sekelasnya + kenyamanannya jg biasa aja, malah cenderung paling keras dibanding rival sekelasnya menurut saya + aftersalesnya yg emg agak kurang buat masalah surat menyurat walaupun buat service dll saya cukup puas + bengkel non resminya yg emg ga sebanyak h tegak . dan ketika suatu saat om ingin ganti mobil dari CX5, percayalah, yg om rasakan bakal mirip kaya pas om cari pengganti tiguan. susah cari yg sepadan di range harga yg sama hehehe
saya sharing aja ya. karena hal itu pernah saya alami sendiri. saya sendiri pertama kali pake mazda tahun 2013. dimana saat itu ayah saya naksir dengan desainnya yg memang cakep pada saat itu, mobil kami sblmnya adalah CRV RD gen 2 & CRV RE gen 3 . sempet td di suatu dealer di bogor & akhirnya bbrp bulan kemudian SPK. mobil itu adalah mobil non mainstream sekaligus mobil mazda pertama di keluarga kami setelah selama 20 tahun kami pakai merek T & h tegak terus. seiring berjalannya waktu mobil itu cukup enak dipakai walapun row 2 nya agak sempit. tp ya ga masalah, 80% jg ayah saya nyetir sendiri hehehe. handlingnya jauh lebih enak daripada crv re saya sblmnya + mobil ini sangat enak dikemudian dan cukup stabil kalo dibawah diatas 100 kpj , fiturnya jg cukup lengkap dibanding rival sekelasnya di tahun yg sama. mobil ini jg paling jauh udh pernah ke cirebon, jateng & jogja tanpa ada kenala yg aneh2. cukup puas saya pakai mazda pada saat itu hingga pada akhirnya di umurnya yg ke 5. kami memutuskan untuk upgrade ke AN CX5 KF elite warna machine grey di 2018 lalu, untuk menggantikan cx5 ke kami yg umurnya memang sudah mau masuk umur ke 6 tahun dan odonya sudah 165rb km hehehe
well, lanjut mengenai cx5 kf ini , kami spk mobil itu di GIIAS 2018 & mobil datang ke garasi 1 bln kemudian, walaupun plat aslinya nunggunya agak lama , pas awal 2019 baru dapat, tapi so far saya puas pake mobil tersebut. dibanding ke kami sebelumnya yang saya rasakan fiturnya upgrade. desainnya jg jauh lebih modern krn udh kaya mobil eropa hehehe + improve di row 2 nya yg sudah lebih tegak, lebih recline, spacenya lebih lega + bantingannya jg yg lebih empuk daripada ke. sisanya yg persis kaya yg om jelaskan pada review ini. hingga seiring berjalannya waktu, keluarga saya mulai perlu mobil yg lebih lega, karena gangen, jd mobil ini kadang2 dipake oleh driver saya jg & ibu saya duduk di row 2 which is kesannya mobil ini berasa agak keras & ga nyaman + row 2 nya jg pas2an buat ibu saya yg tingginya diatas 172 CM. hingga akhirnya setelah panjang lebar diskusi dengan keluarga, mobil ini dengan berat hati harus dilego alias dijual
lanjut mengenai pengganti cx5 kf ini di tahun 2019 lalu . yg saya rasakan persis sama kaya yg om TS rasakan ketika mencari pengganti tiguan. susah cari yg sepadan di range harga yg sama. paling masuk jg mazda lg or brand eropa kaya mercy or bmw. kandidat yg kepikiran waktu itu cm mazda 3 hatchback , serena c27 & bmw x1. bmw x1 auto dicoret dengan alasan yg sama kaya yg om ts rasakan (kurang suka dengan 3 silindernya) dan juga overbudget , walaupun sekarang di 2024 puji Tuhan diberikan rejeki lebih jadi bisa beli yg gen barunya . back to topic, selain itu, jg serena c27 dicoret krn emg mobilnya ga gitu enak kalo dibawa sendiri walaupun row 2 nya nyaman & empuk bgt. t32 emg ga masuk radar karena emg modelnya jaman itu udh agak outdated interiornya & keluarga saya kurang suka desain exteriornya, ya satu2nya opsi yg tersisa cuma mazda 3 hatchback. untuk CRV RW sebenernya ga masuk pertimbangan bahkan list sama sekali karena emg ga sesuai kriteria saya saat itu . pengalaman pake mazda cx5 2 generasi & sebelumnya pernah pake crv 2 generasi dan juga keluarga kami sudah pake honda sejak tahun 1997 entah knp interior quality dan peredamannya termasuk kurang bgt dibanding pesaingnya di range harga yg mirip . hingga suatu ketika ayah saya iseng liat CRV RW di suatu pameran di mall, termasuk dengan saya juga dan kebetulan kami jg td mobil tersebut saat itu . yg saya rasakan persis kaya yg om rasakan . saya akui , memang mobilnya lebih lega, lebih nyaman , 3 baris , fitur nya jg lumayan lengkap, masih cukup fun to drive jg walaupun ga seenak cx5 KF, CX5 KE, maupun CRV RE kami dulu , perpindahan cvtnya jg cukup smooth. tp deal breakernya ada di interior qualitynya yg mohon maaf "ampas bgt" kalo dibanding cx5 kf, ga berasa kaya mobil 400 jt, interior qualitynya gajauh beda sm LCGC LMPV kualitasnya menurut saya , peredaman jg buat kami nol besar, kaya mobil yg gaada peredamnya sama sekali . suara mesin dan suara luar masuk semua kedalam dan kalo hujan atapnya berisik kaya seng . tp sama seperti yg om katakan di thread. diluar kekurangannya, CRV RW memang pilihan yg paling realistis pada saat itu
kelanjutannya, kalo om ga akhirnya ga jadi ambil pada saat itu dan malah dapet CX5 mint cond . kalo saya malah akhirnya gaada angin gaada hujan pas pertengahan 2019 kmrn tiba" itu mobil udh ada aja di garasi, yaitu 1 unit crv turbo prestige warna putih . ternyata ayah saya diam2 sudah SPK mobil tersebut tanpa sepengetahuan saya wkwkwk . well, memang walaupun jauh bgt dibanding cx5 ke maupun kf saya sebelumnya, tp mobil ini yg paling realistis, apalagi keluarga saya cari mobil yg lega & nyaman buat dipake sehari2, hingga pada akhirnya karena 1 dan lain hal. kami memelihara mobil ini secara bersamaan hingga cx5 nya dijual di tahun 2021 dengan odo 60rban . selama make gaada masalah yg aneh2, cuma ganti shock belakang kiri kanan aja . sisanya aman hehehe
sementara untuk CRV RW nya, selama make memang ada beberapa keluhan kaya rattle di dasbor depan kiri, doortrim depan kiri pas odonya masih 10rb dan umurnya masih 1 tahun , dimana CX5 KE maupun KF saya sampe dijual di umur yg ke 6 tahun & 3 tahun dan km diatas 50rb gaada rattle sama sekali, walaupun akhirnya solved abis servis rutin di beres. memang miara keduanya ada plus minus. ada yg harus saya korbankan di CRV RW dibanding CX5. yaitu fitur, driving feel, handling , interior quality & BQ + kualitas audio bawaan yg mohon maaf jauh bgt dibanding CX5. bahkan udh saya tambahin power dan ganti speaker pun bassnya tetep mendem pake HU bawaannya . tp saya mendapatkan 3 baris, row 2 yg lebih lega, storage yg lebih banyak, bantingan suspensi yg lebih empuk dan nyaman walaupun trade offnya ada di peredaman yg ampas bgt, dimana kalo saya lari diatas 80 kpj di tol suara luar masuk semua kaya gaada peredamnya, pas hujan jg atepnya berisik kaya seng . tp ya itulah resiko yg harus diambil dimana tiap mobil pasti ada kelebihan dan kekurangannya . dan untuk nyetir jg sama kaya yg om bilang, masih cukup oke lah, paling tinggi bejek sampe 175 kpj masih bisa ngimbangin trio ladder di tol jakarta tanggerang, cipularang atau cengkareng kunciran or jakarta cikampek . serta cukup sering pake daily jg cukup berat jg saya lepas mobil ini pada akhirnya karena udh banyak kenangannya jg, mulai dari jaman saya kuliah, kerja sampe hunting mobil seken kesana kemari buat usaha pake itu terus wkwkwkw, tp ya mau gmn lg, hingga akhirnya mobil tersebut dijual tahun 2023 kmrn di odo 70rban & digantikan oleh AN Voxy 90 yg masih saya gunakan sampai hari ini. sorry malah OOT
kebetulan saya ex pemakai mazda jg selama 8 tahun dari 2013 - 2021 . yakni cx5 ke 2013 2.0 touring dari 2013 - 2016 & CX5 KF elite 2018 dari 2018 akhir - 2021 . impresi saya cukup puas. mobil ini punya driving feel, tarikan, handling dan fitur yg terbaik dikelasnya + termasuk mobil terbaik jg yg pernah saya punya. yg ke malah saya dulu pake sampe odo 165 rb gaada masalah yg aneh2. servis besarnya cuma ganti mounting sm ganti shock empat2nya aja hehehe . impresinya sm kaya yg om rasakan. cm emg minus di akomodasi & kepraktisan yg agak kurang dibanding rival2 sekelasnya + kenyamanannya jg biasa aja, malah cenderung paling keras dibanding rival sekelasnya menurut saya + aftersalesnya yg emg agak kurang buat masalah surat menyurat walaupun buat service dll saya cukup puas + bengkel non resminya yg emg ga sebanyak h tegak . dan ketika suatu saat om ingin ganti mobil dari CX5, percayalah, yg om rasakan bakal mirip kaya pas om cari pengganti tiguan. susah cari yg sepadan di range harga yg sama hehehe
saya sharing aja ya. karena hal itu pernah saya alami sendiri. saya sendiri pertama kali pake mazda tahun 2013. dimana saat itu ayah saya naksir dengan desainnya yg memang cakep pada saat itu, mobil kami sblmnya adalah CRV RD gen 2 & CRV RE gen 3 . sempet td di suatu dealer di bogor & akhirnya bbrp bulan kemudian SPK. mobil itu adalah mobil non mainstream sekaligus mobil mazda pertama di keluarga kami setelah selama 20 tahun kami pakai merek T & h tegak terus. seiring berjalannya waktu mobil itu cukup enak dipakai walapun row 2 nya agak sempit. tp ya ga masalah, 80% jg ayah saya nyetir sendiri hehehe. handlingnya jauh lebih enak daripada crv re saya sblmnya + mobil ini sangat enak dikemudian dan cukup stabil kalo dibawah diatas 100 kpj , fiturnya jg cukup lengkap dibanding rival sekelasnya di tahun yg sama. mobil ini jg paling jauh udh pernah ke cirebon, jateng & jogja tanpa ada kenala yg aneh2. cukup puas saya pakai mazda pada saat itu hingga pada akhirnya di umurnya yg ke 5. kami memutuskan untuk upgrade ke AN CX5 KF elite warna machine grey di 2018 lalu, untuk menggantikan cx5 ke kami yg umurnya memang sudah mau masuk umur ke 6 tahun dan odonya sudah 165rb km hehehe
well, lanjut mengenai cx5 kf ini , kami spk mobil itu di GIIAS 2018 & mobil datang ke garasi 1 bln kemudian, walaupun plat aslinya nunggunya agak lama , pas awal 2019 baru dapat, tapi so far saya puas pake mobil tersebut. dibanding ke kami sebelumnya yang saya rasakan fiturnya upgrade. desainnya jg jauh lebih modern krn udh kaya mobil eropa hehehe + improve di row 2 nya yg sudah lebih tegak, lebih recline, spacenya lebih lega + bantingannya jg yg lebih empuk daripada ke. sisanya yg persis kaya yg om jelaskan pada review ini. hingga seiring berjalannya waktu, keluarga saya mulai perlu mobil yg lebih lega, karena gangen, jd mobil ini kadang2 dipake oleh driver saya jg & ibu saya duduk di row 2 which is kesannya mobil ini berasa agak keras & ga nyaman + row 2 nya jg pas2an buat ibu saya yg tingginya diatas 172 CM. hingga akhirnya setelah panjang lebar diskusi dengan keluarga, mobil ini dengan berat hati harus dilego alias dijual
lanjut mengenai pengganti cx5 kf ini di tahun 2019 lalu . yg saya rasakan persis sama kaya yg om TS rasakan ketika mencari pengganti tiguan. susah cari yg sepadan di range harga yg sama. paling masuk jg mazda lg or brand eropa kaya mercy or bmw. kandidat yg kepikiran waktu itu cm mazda 3 hatchback , serena c27 & bmw x1. bmw x1 auto dicoret dengan alasan yg sama kaya yg om ts rasakan (kurang suka dengan 3 silindernya) dan juga overbudget , walaupun sekarang di 2024 puji Tuhan diberikan rejeki lebih jadi bisa beli yg gen barunya . back to topic, selain itu, jg serena c27 dicoret krn emg mobilnya ga gitu enak kalo dibawa sendiri walaupun row 2 nya nyaman & empuk bgt. t32 emg ga masuk radar karena emg modelnya jaman itu udh agak outdated interiornya & keluarga saya kurang suka desain exteriornya, ya satu2nya opsi yg tersisa cuma mazda 3 hatchback. untuk CRV RW sebenernya ga masuk pertimbangan bahkan list sama sekali karena emg ga sesuai kriteria saya saat itu . pengalaman pake mazda cx5 2 generasi & sebelumnya pernah pake crv 2 generasi dan juga keluarga kami sudah pake honda sejak tahun 1997 entah knp interior quality dan peredamannya termasuk kurang bgt dibanding pesaingnya di range harga yg mirip . hingga suatu ketika ayah saya iseng liat CRV RW di suatu pameran di mall, termasuk dengan saya juga dan kebetulan kami jg td mobil tersebut saat itu . yg saya rasakan persis kaya yg om rasakan . saya akui , memang mobilnya lebih lega, lebih nyaman , 3 baris , fitur nya jg lumayan lengkap, masih cukup fun to drive jg walaupun ga seenak cx5 KF, CX5 KE, maupun CRV RE kami dulu , perpindahan cvtnya jg cukup smooth. tp deal breakernya ada di interior qualitynya yg mohon maaf "ampas bgt" kalo dibanding cx5 kf, ga berasa kaya mobil 400 jt, interior qualitynya gajauh beda sm LCGC LMPV kualitasnya menurut saya , peredaman jg buat kami nol besar, kaya mobil yg gaada peredamnya sama sekali . suara mesin dan suara luar masuk semua kedalam dan kalo hujan atapnya berisik kaya seng . tp sama seperti yg om katakan di thread. diluar kekurangannya, CRV RW memang pilihan yg paling realistis pada saat itu
kelanjutannya, kalo om ga akhirnya ga jadi ambil pada saat itu dan malah dapet CX5 mint cond . kalo saya malah akhirnya gaada angin gaada hujan pas pertengahan 2019 kmrn tiba" itu mobil udh ada aja di garasi, yaitu 1 unit crv turbo prestige warna putih . ternyata ayah saya diam2 sudah SPK mobil tersebut tanpa sepengetahuan saya wkwkwk . well, memang walaupun jauh bgt dibanding cx5 ke maupun kf saya sebelumnya, tp mobil ini yg paling realistis, apalagi keluarga saya cari mobil yg lega & nyaman buat dipake sehari2, hingga pada akhirnya karena 1 dan lain hal. kami memelihara mobil ini secara bersamaan hingga cx5 nya dijual di tahun 2021 dengan odo 60rban . selama make gaada masalah yg aneh2, cuma ganti shock belakang kiri kanan aja . sisanya aman hehehe
sementara untuk CRV RW nya, selama make memang ada beberapa keluhan kaya rattle di dasbor depan kiri, doortrim depan kiri pas odonya masih 10rb dan umurnya masih 1 tahun , dimana CX5 KE maupun KF saya sampe dijual di umur yg ke 6 tahun & 3 tahun dan km diatas 50rb gaada rattle sama sekali, walaupun akhirnya solved abis servis rutin di beres. memang miara keduanya ada plus minus. ada yg harus saya korbankan di CRV RW dibanding CX5. yaitu fitur, driving feel, handling , interior quality & BQ + kualitas audio bawaan yg mohon maaf jauh bgt dibanding CX5. bahkan udh saya tambahin power dan ganti speaker pun bassnya tetep mendem pake HU bawaannya . tp saya mendapatkan 3 baris, row 2 yg lebih lega, storage yg lebih banyak, bantingan suspensi yg lebih empuk dan nyaman walaupun trade offnya ada di peredaman yg ampas bgt, dimana kalo saya lari diatas 80 kpj di tol suara luar masuk semua kaya gaada peredamnya, pas hujan jg atepnya berisik kaya seng . tp ya itulah resiko yg harus diambil dimana tiap mobil pasti ada kelebihan dan kekurangannya . dan untuk nyetir jg sama kaya yg om bilang, masih cukup oke lah, paling tinggi bejek sampe 175 kpj masih bisa ngimbangin trio ladder di tol jakarta tanggerang, cipularang atau cengkareng kunciran or jakarta cikampek . serta cukup sering pake daily jg cukup berat jg saya lepas mobil ini pada akhirnya karena udh banyak kenangannya jg, mulai dari jaman saya kuliah, kerja sampe hunting mobil seken kesana kemari buat usaha pake itu terus wkwkwkw, tp ya mau gmn lg, hingga akhirnya mobil tersebut dijual tahun 2023 kmrn di odo 70rban & digantikan oleh AN Voxy 90 yg masih saya gunakan sampai hari ini. sorry malah OOT
Past:
'09 GE8
'10 CRV RE
'13 CX5
'17 Xpander
'19 Yaris
'18 CX5
'18 ANF 2GD
'18 HRV
'18 ANKI 2GD
'19 CRV
'14 GNKI 1TR
'22 brio
'18 RX300
'18 ANPS
Now:
'23 voxy
'23 BRV
'23 HRV
'24 U11
'09 GE8
'10 CRV RE
'13 CX5
'17 Xpander
'19 Yaris
'18 CX5
'18 ANF 2GD
'18 HRV
'18 ANKI 2GD
'19 CRV
'14 GNKI 1TR
'22 brio
'18 RX300
'18 ANPS
Now:
'23 voxy
'23 BRV
'23 HRV
'24 U11
-
- Member of Mechanic Engineer
- Posts: 2862
- Joined: 03 Jul 2013, 13:23
- Location: Indonesia
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Ganti racksteer tiguan kena brapa om?ivanaldie wrote: ↑16 Oct 2024, 08:52Pakai 5 tahun jalan sekitar 60 ribu om.
VW Tiguan itu aman di mechatronics. Selama saya pakai, saya gak ada keluhan sama transmisi. Karena saya sesuaikana interval servis dan penggantian oli transmisi. DQ250 ini wet-clutch, jadi kalo gak salah butuh 6 liter oli. Selain itu:
1. Waterpump 2x
2. Speedsensor entah berapa kali tak terhitung
3. undercarriage....hampir semua udah ganti (karena emang udah waktunya); dari bushing2, sama part2 suspensi, swaybar, shockbreaker, termasuk yang termahal adalah steering rack.
4. sisanya wear and tear aja om dan service biasa.
Biasanya untuk penggantian sparepart, saya beli barang di marketplace, atau import dari china pake aliexpress (dulu masih bisa beli di aliexpress). Kayak speedsensor, bushing2, dan printilan2 keci itu saya beli agak banyak yang harganya jauh lebih murah. Terus biasanya saya pasang di bengkel spesialis VW/Audi, dan biasanya dikenakan biaya jasa-nya aja.
Barang ambil dari spore/malay apa german ?
S̶h̶e̶e̶r̶ ̶D̶r̶i̶v̶i̶n̶g̶ ̶P̶l̶e̶a̶s̶u̶r̶e̶
Sheer Repairing Pleasure
Sheer Repairing Pleasure
-
- Visitor
- Posts: 6
- Joined: 18 Sep 2017, 13:25
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
thank you om Sharing-nya....terkadang emang pada akhirnya kita mengalah dengan keadaan dan mengesampingkan ego dan idealisme
Part singapore om...sekitar 7 jutaan kalo gak salah saya.KielConstantine wrote: ↑16 Oct 2024, 13:02 Ganti racksteer tiguan kena brapa om?
Barang ambil dari spore/malay apa german ?
-
- New Member of Senior Mechanic
- Posts: 154
- Joined: 10 Oct 2017, 19:24
- Location: Surabaya, Jawa Timur
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Selamat om Ivanaldie atas CX-5nya. Reviewnya menurut saya sangat mendalam terkait insight kelebihan dan kekurangan Tiguan Mk1, AllSpace, dan CX-5 2021.
Saya juga berharap CX-5nya awet dan bisa memberi manfaat untuk om.
Saya juga berharap CX-5nya awet dan bisa memberi manfaat untuk om.
-
- Member of Junior Mechanic
- Posts: 34
- Joined: 22 Jun 2024, 13:45
- Daily Vehicle: CX-30 Soul Red Crystal
Re: User Experience: Tiguan MK1 2014 VS CX-5 2021 GT
Reviewnya sangat komplit. Gw jg org yg termasuk penasaran pengen punya VW, tp gtw apakah testimoni berbagai YouTube yg bilang bahwa VW dan Audi akan akan menjadi endless money pit itu betul2 seburuk itu ato ga. Tetangga ada yg pelihara Tiguan Mk.I udah 11 tahun dan blm mw berpisah.
Dan setuju bahwa Mazda itu mobil yg nagih utk dikendarai (sbg drivernya, bukan sbg penumpang). Sbg org yg ga suka nyetir, sejak kenal Mazda, kerjaannya pengen keluar rumah spy nyetir aja, pdhl sadar nyetir jarak pendek itu malah lebih buang2 bensin. Tp apa mw dikata ya, enak mah enak aja, haha.
Dan setuju bahwa Mazda itu mobil yg nagih utk dikendarai (sbg drivernya, bukan sbg penumpang). Sbg org yg ga suka nyetir, sejak kenal Mazda, kerjaannya pengen keluar rumah spy nyetir aja, pdhl sadar nyetir jarak pendek itu malah lebih buang2 bensin. Tp apa mw dikata ya, enak mah enak aja, haha.
-
- Similar Topics
- Replies
- Views
- Last post
-
- 17 Replies
- 4577 Views
-
Last post by lemonadelovers
-
- 2 Replies
- 2332 Views
-
Last post by KielConstantine
-
- 30 Replies
- 5791 Views
-
Last post by azu
-
- 34 Replies
- 8794 Views
-
Last post by Wijayas
-
- 34 Replies
- 8468 Views
-
Last post by timbermaniac123
-
- 67 Replies
- 12709 Views
-
Last post by onlyian
-
- 19 Replies
- 8343 Views
-
Last post by jiwul
-
- 41 Replies
- 9702 Views
-
Last post by Profith83
-
- 67 Replies
- 14924 Views
-
Last post by ChZ
-
- 39 Replies
- 14345 Views
-
Last post by Suryaputra