PENGALAMAN PEMBELIAN
Dari proses awal pembelian, tidak ada keluhan berarti dari saya terhadap sales consultant Plaza Subaru dan saya cukup puas terhadap pelayanannya (waktu itu saya dilayani oleh Ferdi). Namun, ada satu hal yang saya notice dari cara Plaza Subaru memasarkan produknya; mereka berusaha "menaikkan kelas" dari produk Subaru di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari cara Plaza Subaru mengirimkan mobil dengan truk towing, memberikan dua botol mineral Aqua Reflections
EKSTERIOR
Bagi saya, eksterior Subaru Forester merupakan bagian yang terlihat membosankan dan terkesan 'main aman'. Tidak butuh waktu lama untuk dibiasakan seperti halnya dengan desain eksterior Nissan Juke, namun tidak terlihat cantik juga layaknya desain-desain kekinian mobil keluaran Mazda.
Beberapa sentuhan yang saya anggap menarik dari segi eksterior adalah chrome pada spion yang berwarna brushed aluminium, serta sticker Made in Japan pada kaca belakangan yang membuat mobil ini terasa spesial ketika dipandang dari belakang.
AKOMODASI
Duduk di baris pertama maupun kedua sama sekali bukan masalah bagi mobil ini dengan ruang kepala yang sangat melimpah. Ruang kaki dan ruang kepala yang lega, ditambah dengan ukuran kaca ekstra besar di setiap sisinya, membuat saya serasa duduk di dalam popemobile, atau mungkin akuarium berjalan lebih tepatnya
Dari segi akomodasi barang, Forester SK tidak buruk, walaupun bagi saya tidak spesial juga. Apabila dibandingkan dengan Innova Reborn, saya merasa keduanya sebanding dan tidak ada komplain dari keduanya.
INTERIOR DAN FITUR PENUNJANG
Seluruh jok untuk tipe 2.0 S Eyesight telah dibalut dengan kombinasi dari kulit asli untuk bagian yang tersentuh punggung dan paha, sedangkan sisanya (termasuk setir sayangnya) sepertinya merupakan kulit sintetis (CMIIW). Dampaknya, ketika dipakai dalam jangka waktu panjang punggung tidak terlalu berkeringat - hal yang tidak saya temukan di Innova Reborn dengan jok kulit microfiber saya. Selain itu, door trim dan sandaran tangan juga didominasi oleh bahan kulit sintesis sehingga membuatnya empuk ketika disentuh.
Dengan pengaturan elektrik delapan arah dan pengaturan setir yang cukup fleksibel, tidak sulit bagi saya untuk menemukan posisi duduk ideal. Secara keseluruhan, posisi duduk agak mirip dengan Innova Reborn, yang mana tinggi posisinya di tengah-tengah antara van dan sedan. Namun, dua hal yang menurut saya Forester lebih mumpuni dibandingkan Innova adalah support jok yang lebih tebal serta telescopic setir yang lebih jauh.
Fitur penunjang yang dimiliki Forester sangat melimpah. Daripada menyebutkannya satu-persatu, yang mana sudah tercatat di brosur dan website, berikut merupakan fitur yang menurut saya menjadi highlight pada mobil ini:
(1) Bi-LED Projector & Steering Responsive Headlights (SRH)
LED projector memang bukan fitur yang terlewat canggih dalam pabrikan otomotif. Sebagai pengguna Innova Reborn yang juga memiliki lampu LED projector bawaan pabrik, saya merasa lampu yang terdapat di Forester sangaaat terang. Sebagai gambaran, saya sampai merasa perlu untuk mengganti projektor bawaan Innova Reborn ketika melihat terangnya LED yang dimiliki Forester ini
Selain itu, terangnya lampu tersebut ditunjang oleh SRH yang menambah rasa aman di setiap tikungan. Di luar rasa aman yang ditawarkan, ada perasaan spesial yang muncul setiap kali menyalakan mobil dan melihat lampu mobil 'berdansa' menyambut pengemudi
(2) Harman Kardon 9-speaker audio
Sepanjang keluarga saya memelihara mobil, belum pernah ada kendaraan yang memiliki audio premium sound bawaan pabrikan. Sekalipun audio standar di-upgrade, biasanya hanya penambahan amplifier dan subwoofer aktif yang secara nilai total tidak sampai Rp5 juta harganya. Oleh karena itu, ketika pertama kali mendengarkan audio bawaan Forester yang telah dilengkapi dengan subwoofer dan amplifier, saya terkagum dengan dentuman bas yang pas dan keluarnya suara instrumen dan vokal dari depan dasbor
Catatan: Telinga saya memiliki standar yang cukup rendah untuk urusan audio mobil. Oleh karena itu, mungkin saja beberapa orang dengan pengalaman upgrade audio sampai belasan maupun ratusan juta Rupiah, ataupun pengguna Lexus yang terbiasa dengan Mark Levinson, akan memiliki pendapat berbeda
(3) Adaptive Cruise Control (ACC)
Berbeda dengan ACC pada mobil kebanyakan, terdapat empat level karakteristik akselerasi dari ACC yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan pada Forester. Saya sendiri nyaman dengan level 2 (comfort) karena tidak terlalu mengentak dan sampai membuat mesin 'berteriak' ketika berakselerasi.
Dari segi kehalusan ACC, saya belum bisa berpendapat banyak karena saya sendiri belum pernah mencoba fitur serupa di mobil lain. Namun, saya sudah dapat merasa percaya diri melepas pedal gas dan rem di jalan tol walaupun pengereman yang dilakukan mobil terkadang belum se-alami pengereman secara manual.
RASA BERKENDARA DAN KENYAMANAN
Sebelum membahas rasa berkendara dan kenyamanan sebagai penumpang, saya perlu menekankan bahwa standar saya cukup rendah untuk level kenyamanan dan rasa berkendara mobil. Hal ini dikarenakan keluarga kami merupakan 'loyalis' Toyota Kijang yang sempat merasakan generasi Kijang Kapsul sampai dengan Innova Reborn
Setelah mencoba Forester, standar kenyamanan saya langsung 'rusak' karena selalu terasa ada yang kurang ketika berkendara menggunakan Xpander ataupun Innova Reborn. Penggunaan suspensi independen di belakang Forester memang sangat terasa ketika melewati jalan rusak, ataupun harus melewati polisi tidur secara diagonal. Selain itu, kestabilan di kecepatan tinggi juga dapat diacungi jempol. Rasa mobil ingin terbalik seperti 'kapal' ketika menikung kencang, ataupun nosedive ketika mengerem hebat pada Innova Reborn, sama sekali tidak ditemui di Subaru Forester.
Beberapa hal yang saya sayangkan dari Forester adalah timbulnya suara angin di kecepatan tinggi, dan AC yang kurang dingin saat panas terik. Untuk suara angin yang timbul di kecepatan tinggi, saya cukup yakin bahwa hal tersebut merupakan dampak dari ukuran kaca yang cukup besar. Pada awalnya, saya yakin bahwa pendinginan kabin yang kurang optimal juga merupakan akibat dari ukuran kaca yang besar sehingga panas matahari lebih banyak masuk. Nyatanya, pada malam hari hal serupa juga saya rasakan, walaupun jauh dari level yang membuat penumpang dan pengemudi terganggu dan merasa kegerahan (Catatan: Sepertinya saya terbiasa dengan AC Toyota, karena keluhan serupa terkait AC juga saya rasakan pada Xpander).
PERFORMA DAN KONSUMSI BBM
Sebelum merasakan performa Forester, saya memiliki ekspektasi yang cukup tinggi akan performanya karena (1) hasil tes akselerasi dari jurnalis lokal maupun asing menunjukkan bahwa akselerasi Forester 2.0 lebih cepat dari Innova Reborn diesel; dan (2) mesin Forester membutuhkan BBM dengan oktan 95 yang mana menyiratkan adanya performa yang spesial dari mesin ini.
Nyatanya, respon mesin 2.000 cc dari Forester ini biasa saja dan tidak sebaik apa yang digambarkan dari figur akselerasi 0-100 kpj. Apabila dapat memilih mobil di tanjakan aspal halus, saya tentu akan lebih percaya diri menyalip mobil di depan saya menggunakan Innova diesel dibandingkan dengan Forester. Saya memahami bahwa dengan hadirnya komponen AWD dan unit yang harus diimpor utuh dari Jepang, memasukkan Forester dengan mesin yang 'biasa saja' bisa jadi merupakan strategi Subaru untuk membuat harga Forester masuk akal di Indonesia.
Syukurnya, performa biasa saja tersebut diimbangi dengan konsumsi BBM yang cukup irit. Dari penggunaan di dalam kota, cukup mudah untuk mendapatkan konsumsi BBM 9 km/L, sedangkan penggunaan tol dengan kecepatan antara 80 - 110 kpj, saya mendapatkan figur konsumsi BBM mencapai 15 km/L.
Catatan: Performa offroad masih belum dapat saya ceritakan secara komprehensif karena penggunaan masih sebatas di perkotaan dan tol.
KESIMPULAN
Apakah Forester produk yang sempurna? Tentu tidak. Namun apakah saya puas? Untuk ini jelas jawabannya ya. Ini upgrade dari hampir segala sisi apabila dibandingkan dengan mobil yang pernah saya pakai sebelumnya. Saya berharap mobil ini bisa dipakai sampai lima tahun ke depan dengan aman dan nyaman, dan tidak sabar untuk mencobanya offroad ringan ketika nanti STNK sudah keluar
Poin Positif
- Sangat nyaman & handling enak
- Efisiensi jempolan untuk mobil berpenggerak AWD
- Peace of mind dengan hadirnya AWD (memang saya belum menemukan medan yang memerlukan fitur tersebut. Namun fakta bahwa tersedianya fitur tersebut membuat hati tenang untuk membawa mobil ini ke mana saja)
- Audio sangat oke
- LED super terang
- Adaptive cruise control yang cerdas
- Tutup tangki bensin yang terintegrasi dengan penguncian pintu mobil (tanpa tuas pembuka). Mungkin saya agak 'norak' ya soal hal ini
Poin Negatif
- Performa mesin hanya biasa saja
- AC kurang dingin untuk orang yang terbiasa dengan AC Toyota
- Pre-collision braking selalu perlu dimatikan setiap mobil dinyalakan. Apabila Forester lebih banyak digunakan di dalam kota, pre-collision braking terkadang terlalu sensitif dengan kondisi lalu lintas Jakarta yang padat dengan motor, sehingga baiknya dimatikan saja. Namun, setiap kali mobil dinyalakan fitur ini selalu otomatis akan dinyalakn kembali, yang mana ini cukup menggangu bagi saya.
- Tidak ada park brake yang otomatis menyala ketika transmisi dipindah ke P (fitur ini tersedia di Xpander yang harganya jauh lebih murah)
- Tidak hadirnya baris ketiga
===========================
Sekian pengalaman singkat saya. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata ataupun kesalahan informasi dari saya.
Credit: Some photos were taken by Gloss Patrol