Akhirnya tahun ini dimulai lagi rutinitas libur lebaran keluarga.
Hanya saja, kali ini ada 1 tambahan personnel, jadi terpaksa kami tidak menggunakan CR-V karena kasian harus ada yang dikorbankan di baris ketiga yang maha sempit itu.
Belum kargo dan belanjaan krn tujuan trip kami adalah Surabaya yang artinya.... mall galore untuk para wanita

Jadi akhirnya diputuskan kami memerlukan sebuah mobil yang agak besar dan proper untuk bawa >4 orang - garage queen of the garage queen : sebuah Toyota Alphard G ATPM yang sudah berusia 10 tahun.
OK mungkin sebenernya orang dengar garage queen mikirnya ah paling mobil liburan aja jalan kilometer dikit, se dikit dikitnya berapa sih paling 5 ribu per tahun.
Oh nonono ferguso, Alphard ini literally, 90% hidupnya ada di garasi. Sisanya ke bengkel. Odometer? Tercatat saat berangkat 1680 km saja.

Jadi mobil ini fresh as a baby. Interior masih intact bagus semua, body masih mulus, paling cuma ada beberapa perangkat audio system 3-way dan subwoofer + ampli, serta head unit McIntosh yang saya gak ngerti cara pakenya.
Baiklah, karena saking pasarannya mobil ini saya nggak perlu kan blabbering terlalu banyak dan via storytelling saja krn review Alphard juga sangat banyak.
The test for Practicality and Usability
Pertama selain bawa orang lebih dari 5, saya harus mengakomodir kebutuhan orang tua yang pemulihan pasca-stroke. Naik ke mobilnya agak susah dan sayangnya kalau mobil van seperti Alphard terkenal mudah aksesnya, buat orang tua saya agak sulit buat meraih ke lantai mobil, walau sudah ada 2-step.
Problemnya adalah foot stepnya terlalu kecil jadi yang naik tidak pede dan harus ada yang jagain di bawah biar gak jatuh. Untungnya ada pegangan di pillar jadi ya sudah saya suruh pegangan pillar aja kalau naik. Gak nyangka lantainya ternyata tinggi sekali, soalnya biasa di CR-V tidak ada masalah. OK mungkin ini cara Toyota untuk hardsell tipe welcab nya.
Kedua karena bagasi nya sudah ada perangkat audio, akhirnya ruang bagasi juga sangat terbatas. Beruntung perginya tidak lama jadi cuma bawa koper kecil. Sisanya barang ada yang kami taruh di kabin, untungnya ada 1 kursi penumpang yang bisa dikorbankan untuk naroh barang. Tapi walau gak ada perangkat audio pun sepertinya memang Alphard bukan tipikal mobil yang seperti Innova - buat pergi rame-rame dan bawa barang seabrek disesel-seselin.
Makin yakin kalau mobil ini sebenarnya memang didesain untuk VIP escort - at least yang tipe pilot seat (saya juga baru tau istilah ini, selama ini taunya captain seat doang).
The Driver
Lalu bagaimana dengan kursi driver? Katanya Alphard ini kan mobil supir identiknya.
Sama, seating position sangat tinggi. Saya udah ngerasa CR-V itu tinggi, ini lebih tinggi lagi, walau kursinya jelas lebih empuk dan relaxed. Lalu posisi pedalnya juga seperti terlalu berdekatan. Yang paling serem itu pedal gasnya kurang ramah dengan sendal atau sepatu berukuran besar, rawan sekali nyangkut. Kaki kiri juga kekurangan legroom krn harus compromise dengan bentuk dash bawahnya, mirip Toyota Sienta, ya ini Sienta versi XL sih.
Driver hanya diberi armrest di kiri, lalu posisi cup holder terlalu ke belakang jadi agak sulit meraih minuman. Entah kenapa sepertinya urusan peletakan cup holder yang bener cuma Honda.
Setir tidak ada ornamen apapun karena ini tipe ATPM, polos losss cuma ada tombol buat ubah-ubah display MID. MID display juga sederhana monochrome. Head unitnya krn ini basically tipe Audioless jadi ya head unit oemnya.... sama seperti di Innova dan Fortuner 2KD.
Apalagi saya udah pernah bawa AGH30 Vellfire, urusan driver's seat nya jauh lebih ergonomis di Vellfire / Alphard AGH30.
Specifications
Standar tipe 2.4 Liter saja. 2AZ-FE DOHC VVT-i yang sudah di upgrade dengan CR 9.8:1 dan outputnya naik 10 PS dari previous gen menjadi 170 PS. Transmisinya K112 Super CVT-i dengan 7 sequential mode.
Tapi surprise suprise.... mobil ini engine nya tidak standar. Mobil ini sudah dilengkapi dengan piggyback Unichip Q+ yang saya gak ngerti output persisnya berapa sekarang. Walaupun lagi-lagi karena piggyback jadi saya juga agak ngeri dengan wiring, untungnya rumah tempat mobil ini disimpen tidak banyak tikus. Engine bay terpantau masih bersih dan selalu dibersihkan driver.
Lalu kaki-kaki dengan velg yang sudah di-upsize dengan velg bawaan Alphard CBU, ban menggunakan Continental MAXContact MC5 keluaran....... 2012. Yes, jadi saya jalan 700 km lebih dengan ban yang sudah berusia 10 tahun

Modifikasi lainnya hanya di perangkat audio yang saya gak ngerti cara nyalainnya gimana

The Trip
Lebaran 2022 disebut-sebut adalah lebaran paling epic dengan volume paling tinggi sepanjang masa, efek dari revenge travel 2 tahun pandemi juga dan libur cuti bersama pemerintah yang sangat lama : 10 hari.
Dan sebagai warga kota yang tersambung oleh tol Transjawabahn berada di tengah-tengah Jatim dan Jabar / DKI, saya harus terima nasib bahwa kota ini sampai kurang lebih tanggal 8 Mei bakal SANGAT macet. Kemacetan gila ini bahkan sudah saya rasakan di arus datang tanggal 28 kemarin.
Jadi setelah 10 tahun mobil ini nganggur, keluar rumah ia harus berhadapan dengan kemacetan ekstrim.
Karena ini kasta djelata ATPM, jadi saya harus terima nasib nyetir mobil van kotak selebar 1.83 meter tanpa ada bantuan assist kamera atau sensor seperti di Alphard full spec IU yang pernah saya review sebelumnya. Kaca depan Alphard dan spion yang serba besar memang memberi view yang sangat enak, tapi jika pemandangannya kemacetan gini malah jadi dikit-dikit takut serempetan.
Lalu dengan penuh tekad mobil besar ini membelah kemacetan akibat arus datang, dan saya terusin perjalanan ke Bawen krn tidak boleh keluar via Jatingaleh dan Ungaran pun terpantau padat. Sampai keluar tol Bawen, barulah test sesungguhnya dimulai.
To be noted, saya dari awal perjalanan posisi switch piggyback di map no.5 alias yang paling kuat, dan masuk tol Alphard ini bener-bener.... effortless. Terasa sekali dengan proper tune, Alphard ini sangat pleasant di jalan tol. Karena faktor usia ban dan tentu saja tidak mau kena russian roulette speed camera, saya sangat hati-hati dengan speed, dan bawa Alphard memang tidak ada nafsu kebut-kebutan saking relaxed nya. Saya bisa dengan tenang jaga speed di kisaran 110 km/h walau beberapa kali lewat 120 waktu nyalip

Pemandangan ke depan yang luas juga bikin feel mobilnya sangat relaxed. Rasa mobil besarnya sangat enak di jalan tol.
Insulation juga surprisingly cukup hening, yang saya tidak expect dari ban berusia 10 tahun. Mungkin karena ini bannya Continental, kalau ini Dunlop barangkali tidak bisa se-hening ini

Suspensi mobil ini juga seperti kapal : karakternya cenderung long travel dan redamannya lambat jadi melewati patahan - patahan di tol tidak terasa sama sekali. Sayangnya ya karena suspensi lembut, saya sama sekali menghindari manuver agresif karena pasti bikin mabuk seisi mobil. Belum lagi fakta bahwa mobil ini suspensi belakangnya torsion beam, bukan multi-link seperti di AGH30 yang bikin pantatnya jauh-jauh lebih limbung.
Tapi ya ini sebuah van, tidak buat kebut-kebutan

Minusnya di sisi perjalanan jarak jauh hanya 1 : pengereman. Saya kira ini faktor ban nya, tapi setelah ngobrol dengan seorang teman, ternyata memang karakter rem Alphard generasi 2 ini begini. Ngeloyor abis seperti ngegigit di awal tapi waktu kita tambah injakannya dia nggak tambah pakem, jadi harus ambil jarak dan tidak suitable untuk panic braking di kecepatan tinggi. Good thing mobil ini memang tidak buat ngebut.
Lalu pukul 19.00 sampailah di Surabaya. 5 jam perjalanan total dengan macet-macet.
Not a City Slicker, definitely.
Sampai ke hotel seperti proper Alphard driver, nurunin penumpang di lobby. Lalu karena valet service nya nunggu saya minta parkir depan aja, disuruh parkir sendiri. Ya udah deh. Dengan sedikit bantuan voice command a.k.a aba-aba petugas hotel, saya nggak susah masukin mobil ini walau panjangnya 4.8 meter. Hanya pake spion. Profil bodi yang rata sampe ke belakang itu bikin nggak susah parkirin Alphard.
Setelah beres-beres kami pun pergi makan malam, dan di sini ada beberapa drama terjadi.
Pertama karena akses tempat parkir restoran yang kurang oke, jadi proses naik-turunin orang nya agak lama dan bikin ada beberapa pengendara motor nungguin, dan faktor mobil yang besar bikin mobilnya jadi ngeblok jalan

Kedua, pintu geser Alphard ini - atas nama keamanan - tidak mau terbuka kalau posisi perseneleng tidak di N atau P (mobil berhenti), jadi ketika kita lagi butuh buru-buru, jadi emosi semua kenapa kok serba susah mobilnya. Awalnya kami kira rusak pintunya, tapi setelah malamnya mampir beli martabak saya baru menemukan temuan ini karena orang tua saya duduk di kiri depan bilang "eh ini pintu belum dibuka nih", saya langsung inget mobil ini kalo masuk P baru ngebuka, lalu tiba-tiba ngeh kalo pintu gesernya jangan-jangan gitu juga, eh beneran. Padahal udah dikira rusak dan hampir bilang Alphard gak enak

Lalu setelah dealing dengan beberapa minor issues ini, selama 2 hari ke depan pun saya merasakan bawa Alphard untuk di dalam kota.... yang definitely jelas bukan habitatnya.
Selain ukuran mobil, suspensi dan steering mobil ini menjadi salah satu faktornya. Di jalan dalam kota, suspensinya yang lembut jadi salah satu faktor yang membuat mobil ini tidak enak untuk dibawa salip-menyalip. Ditambah posisi nyetir yang tinggi bikin body roll jadi makin terasa. Mau belok aja saya harus siap-siap rem kalau tidak mau terasa limbung.
Selain itu, mobilnya juga seperti over-reacting ketika lewat kontur bergelombang dan jalan jerawatan karena suspensinya yang lembut itu. Memang tidak harsh / kasar, tapi terlalu banyak gerakan tidak perlu karena cenderung floaty. Akibatnya waktu lewat gelombang pavingblock perumahan yang tidak rata, malah jadinya seperti mobilnya kurang refine suspensinya - selain ban usia 10 thn yang juga karetnya sudah keras, definitely.
Rasio setir juga, tapi setiap kita belokin setir harus putar agak banyak biar mau pindah arah. Ini bikin sulit kalau mau ambil consecutive turn atau manuver agak banyak.
Tinggi mobil yang hampir 2 meter dan kaca yang besar juga bikin saya agak parno di parkiran mall yang tinggi atapnya 2.1 meter. Seperti mobilnya deket sekali dengan atap bangunan.
A Gas Guzzler ? Maybe.
Tibalah di akhir perjalanan liburan. Minggu pagi kami berangkat dari Surabaya jam 9.00 dan sampai ke kota Semarang 12.30 dengan di toll average speed juga sama, tapi pulang lebih sering over di 125, ada sekali sampai 140 km/h.
cruise all the way
Total perjalanan 737 km. Sekali refuel di berangkat pada posisi setengah kurang habis 600 ribu, dan sekali refuel waktu pulang dengan posisi tangki setengah lebih, habis 400 ribu. Jadi total penggunaan BBM 1 juta rupiah dengan Pertamax Turbo. Kenapa ngisinya Turbo? Karena si pemilik mobil biasa ngisinya Turbo jadi ngikutin aja. Tapi Alphard tidak perlu Turbo cukup RON92, wong dulu isi RON88 aja banyak

MID after refuel mencatatkan sekitar 11 km/liter. Jika di kalkulasi manual cukup akurat 737 / 68 = 10.68 km/liter dengan error sekitar 5% krn ngisi bensinnya juga gak bulet segitu.
Ditotal dengan biaya toll sekitar 750 ribu jadi total biaya perjalanan 1.750.000 / 5 kepala = 350.000. Setara dengan harga pesawat economy class murah dikit

Tapi ya ini sebuah Alphard, memang diciptakan buat enak jalan jauh tanpa pegel. Some says kalo punya Alphard nggak mikir konsumsi BBM dan saya pikir bener-bener aja. Kalo masih mikir konsumsi BBM jelas naiknya bukan Alphard tapi Innova Diesel

Verdict : A Proper Family Cruiser
Sepanjang perjalanan saya sambil ngerasain mobilnya juga berpikir kenapa mobil ini sangat favorit di kalangan orang kaya Indonesia. Setiap garasi orang kaya minimal pasti nyimpan 1 sebelahan sama sedan Mercedes atau BMW.
Dan saya rasa saya ngerti jawabannya.
Saya mudah "kenalan" dengan mobil ini karena fakta bahwa mobil ini sangat mirip rasanya dengan Toyota Harrier, selain fakta bahwa keduanya share mesin yang sama sehingga dari suara starter sampai engine note semuanya mirip. Karakter suspensinya juga lembut-lembutnya mirip biarpun Harrier jelas lebih stabil karena suspensi independent belakang. Feel setir berat-beratnya juga mirip, berat-berat power steering hidrauliknya yang "aneh" karena minim feedback.
Jadi ini menjawab kenapa mobil ini juga sangat nyaman dan sama digemarinya dengan Toyota Harrier pada zamannya dulu - bahkan Alphard masih digemari sampai sekarang, terbukti penjualan wholesale yang tidak drop sama sekali bahkan di masa awal pandemi, yang artinya dealer-dealer masih berani nyimpan stock karena pasti laku.
Mobil yang sangat nyaman untuk harga dan kelasnya, bahkan generasi sekarang (AGH30) malah tanpa lawan (Nissan bahkan sudah tidak jual Elgrand, Honda Odyssey sudah discontinue), mewah juga untuk VIP escort sehingga multifungsi : bisa untuk kerja, bisa juga buat liburan.
Generasi kedua yang saya pakai harga bekasnya sudah tinggal 300-400 juta-an yang artinya setara dengan..... Toyota Veloz baru. Dengan tingkat kerepotan perawatan yang sangat minim karena bahkan 10 tahun disimpan saja mobil ini masih tidak rewel di jalan. Satu-satunya isu yang saya temui di mobil ini terkait usianya hanya dasbor yang sudah retak di bagian atas AC.