Ad blocker detected: Our website is made possible by displaying online advertisements to our visitors. Please consider supporting us by disabling your ad blocker on our website.
scoopy99 wrote:Kenapa gk mewajibkan uji emisi aja ya? Tiap kendaraan (termasuk motor dan kendaraan umum) yg gk lulus uji emisi bisa dikasih hukuman misalnya dikasih denda pas bayar pajak. Dari tahun 2007 kayaknya pernah ada wacana ini tapi gk jalan. Yakin bisa ngurangin sedikit emisi asal bener dilakuin
Uji emisi pikiran liar saya pasti mengarah ke suap menyuap ujung ujungnya, perpanjang 5 tahunan aja padahal segitu banyak poin yg harusnya diuji pas cek fisik tp nyatanya engga.
Iya om setuju kalo soal ini. Haraan saya kalau memang mau dilakukan, harus bener2 dilakukan tanpa ada suap menyuap. Saya pas tau proses cek fisik pun kaget kok banyak motor yg keliatan gk layak pakai tapi pede cek fisik. Ehh taunya cuma butuh nomor rangka dan nomor mesin. Bahkan untuk gesek nomor mesin pun bisa dilakukan biarpun mesinnya cuma duduk di bagasi
scoopy99 wrote: Thu Aug 08, 2019 5:55
Kenapa gk mewajibkan uji emisi aja ya? Tiap kendaraan (termasuk motor dan kendaraan umum) yg gk lulus uji emisi bisa dikasih hukuman misalnya dikasih denda pas bayar pajak. Dari tahun 2007 kayaknya pernah ada wacana ini tapi gk jalan. Yakin bisa ngurangin sedikit emisi asal bener dilakuin
IMHO, lebih repot dgn cara ini...
Terlalu banyak "celah"....
Better putus di hulu....
Memang lebih susah nutup celahnya om, maklum udh jadi kebiasaan
Usulan yang bagus sebenarnya, karena polusi bakal berkurang jauh.
Lebih baik cukup disediakan hanya BBM topnya dengan harga premium. Kendaraan ga usah dibatasi usia mobilnya. Kalau mau pake, ya mau ga mau pake BBM harga premium. Untuk urusan logistik di dalam kota bisa dipaksa beralih ke BBG (semua kendaraan logistik harus plat kuning dan harus menggunakan BBG atau listrik).
Lalu bagaimana dengan yang mau ngakalinnya dari daerah sekitar luar Jakarta?
Bikin aja gerbang ERP di semua perbatasan tiap jalan masuk kota Jakarta. Jadi yang dari luar kota Jakarta, mau masuk, harus kena biaya "palak emisi" yang harus cukup mahal. Misal per kendaraan roda 4 kena 200rb.
Solusi ini selain mengurangi resiko isi BBM di luar kota Jakarta juga akan efektif menekan arus perpindahan kendaraan dari dalam dan luar kota Jakarta.
Bagaimana dengan yang kerja di kota Jakarta, dan rumah di daerah luar Jakarta?
Bisa naik transportasi umum kalau mau murah (KRL, Trans Jakarta). Kalau mau bayar "palakan" mahal dengan kendaraan pribadi, ya silahkan saja. Atau... Beli kendaraan listrik....
Atau.... sewa apartment/kos di kota Jakarta.
Koddy wrote: Thu Aug 08, 2019 13:28
Lalu bagaimana dengan yang mau ngakalinnya dari daerah sekitar luar Jakarta?
Bikin aja gerbang ERP di semua perbatasan tiap jalan masuk kota Jakarta. Jadi yang dari luar kota Jakarta, mau masuk, harus kena biaya "palak emisi" yang harus cukup mahal. Misal per kendaraan roda 4 kena 200rb.
pak Ahok udah punya konsep dan sudah trial kan, sayang keburu lengser. jadi ya seprti biasa negara +62 ganti pemimpin ganti kebijakan lagi.
padahal ERP itu memang semacam jack all of trade untuk kendaraan. ketika pajak ga mempan, ganjil genap ga mempan, nah ERP yg akan sapu bersih.
Solusi ini selain mengurangi resiko isi BBM di luar kota Jakarta juga akan efektif menekan arus perpindahan kendaraan dari dalam dan luar kota Jakarta.
Bagaimana dengan yang kerja di kota Jakarta, dan rumah di daerah luar Jakarta?
Bisa naik transportasi umum kalau mau murah (KRL, Trans Jakarta). Kalau mau bayar "palakan" mahal dengan kendaraan pribadi, ya silahkan saja. Atau... Beli kendaraan listrik....
Atau.... sewa apartment/kos di kota Jakarta.
ya ujung2nya public transport. ga cukuplah TJ. karena bus itu ga efektif untuk jarak jauh, karena daya angkut kecil dan lama sampenya. mesti ada MRT dan LRT yang masih 202x baru kelar itupun kalau pemimpin dari level bawah sampe ke paling atas terusin...
untuk daerah pinggiran yang masuk bodetabek, ya biarin saja, mereka juga nanti akan ketemu celahnya kok. paling feeder dsb.
Koddy wrote: Thu Aug 08, 2019 13:28
Usulan yang bagus sebenarnya, karena polusi bakal berkurang jauh.
Lebih baik cukup disediakan hanya BBM topnya dengan harga premium. Kendaraan ga usah dibatasi usia mobilnya. Kalau mau pake, ya mau ga mau pake BBM harga premium. Untuk urusan logistik di dalam kota bisa dipaksa beralih ke BBG (semua kendaraan logistik harus plat kuning dan harus menggunakan BBG atau listrik).
Lalu bagaimana dengan yang mau ngakalinnya dari daerah sekitar luar Jakarta?
Bikin aja gerbang ERP di semua perbatasan tiap jalan masuk kota Jakarta. Jadi yang dari luar kota Jakarta, mau masuk, harus kena biaya "palak emisi" yang harus cukup mahal. Misal per kendaraan roda 4 kena 200rb.
Solusi ini selain mengurangi resiko isi BBM di luar kota Jakarta juga akan efektif menekan arus perpindahan kendaraan dari dalam dan luar kota Jakarta.
Bagaimana dengan yang kerja di kota Jakarta, dan rumah di daerah luar Jakarta?
Bisa naik transportasi umum kalau mau murah (KRL, Trans Jakarta). Kalau mau bayar "palakan" mahal dengan kendaraan pribadi, ya silahkan saja. Atau... Beli kendaraan listrik....
Atau.... sewa apartment/kos di kota Jakarta.
betul om, mobil usia di atas 10 tahun pun kalau di rawat benar emisi nya juga rendah apalagi kalau standarnya udah ada CC tinggal isi ron 92 keatas
nah berarti mesti ada kebijakan untuk wajib pengecekan emisi secara berkala, misalnya untuk pembayaran STNK wajib uji emisi
Kalo udah begini gimanaa ummss....
Seperti buah simalakama....
Jakarta - Penggunaan sepeda motor yang masif di Jakarta dinilai menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Sepeda motor dinilai menyumbang 75% polusi udara.
Kemudahan mendapatkan sepeda motor menjadi salah satu hal yang disoroti. Bahkan, kalau menurut pengamat transportasi dan tata kota Azas Tigor Nainggolan saking mudahnya modal untuk dapat motor cuma fotokopi KTP saja, uang mukanya pun dinilai sangat murah.
"Saat ini kan memang mudah betul (dapatkan motor), hanya modal fotokopi KTP! DP-nya (uang muka) juga murah-murah," ungkap Tigor kepada detikFinance, Rabu (7/8/2019).
kalo disuruh pengguna kendaraan pribadi naik angkutan umum, coba bayangkan... sekarang ini ajah naik angkutan umum (misal KRL), kalau peak hours, ente udah kayak sarden rebus didalem KRL, wkwkwkwk padet wong, itu juga jumlah KRL yang lewat udah banyak (untuk line bogor - jakarta), sampe kadang2 bikin macet itu perlintasan kereta, kadang sekali tutup palang perlintasan kereta bisa 15 menit (sekali tutup 3 kereta lewat)
banyangkan, kalo 20% nya ajah pengguna kendaraan pribadi naik KRL, makin jadi rempeyek kita
Solusi jitu ya mestinya transmigrasi massal, pemerataan pusat bisnis ke kota2 di seluruh indonesia (jangan semua nge pool di jakarta).. cuma itu kayaknya sulit
IMHO, di jkt ekonomi maju banget dibandingkan di daerah lain, pusat bisnis dan industri, yang otomatis butuh banyak tenaga kerja untuk mendukung bisnis dan industri tsb.
Salah 1 trade offnya yaaaaaa macet, polusi, dll....what do you expect for? A happy and perfect life ever after?
Sebagus apapun pimpinannya, kalo sudah menyangkut hidup belasan juta orang, sebagian besar keputusan yang diambil pasti ada orang yang hepi, ada orang yang dongkol
pengendiesel wrote: Fri Aug 09, 2019 2:21
IMHO, di jkt ekonomi maju banget dibandingkan di daerah lain, pusat bisnis dan industri, yang otomatis butuh banyak tenaga kerja untuk mendukung bisnis dan industri tsb.
Salah 1 trade offnya yaaaaaa macet, polusi, dll....what do you expect for? A happy and perfect life ever after?
Sebagus apapun pimpinannya, kalo sudah menyangkut hidup belasan juta orang, sebagian besar keputusan yang diambil pasti ada orang yang hepi, ada orang yang dongkol
nah makannya itu Solusi jitu ya mestinya transmigrasi massal, pemerataan pusat bisnis ke kota2 di seluruh indonesia (jangan semua nge pool di jakarta)
Bbrp kantor udah mulai pindah ke wilayah BSD atau tangerang, spt kansai paint, unilever, dan konon menyusul freeport, semoga ada sebagian HO perusahaan lain yang pindah ke pinggir lagi supaya arus keluar masuk orang di jabodetabek bisa lebih merata. Klo pindah keluar jabodetabek mungkin masi terasa susah.
Dat510 wrote: Fri Aug 09, 2019 4:13
Bbrp kantor udah mulai pindah ke wilayah BSD atau tangerang, spt kansai paint, unilever, dan konon menyusul freeport, semoga ada sebagian HO perusahaan lain yang pindah ke pinggir lagi supaya arus keluar masuk orang di jabodetabek bisa lebih merata. Klo pindah keluar jabodetabek mungkin masi terasa susah.
Betul, Bintaro-BSD-Alam Sutera skg mulai banyak perkantoran. Beberapa kantor yg ada di kawasan pulo gadung juga udah pindah ke daerah itu.
Mungkin kalau bisa nanti daerah di pinggiran jakarta bisa jd kota satelit yang mandiri, jd bener meminimalisir arus orang yang dari seluruh penjuru ke tengah kota jakarta.
Saya sendiri juga secara hati saat ini ngerasa lebih nyaman kalo kerja di daerah2 itu, bukan karena jarak aja sih, tp suasana lingkungannya jg.
1995 - Toyota Great Corolla SEG 1.6 M/T
2013 - Toyota Grand New Kijang Innova G 2.5 M/T
2016 - Honda CRV 2.0 M/T
Rakean wrote: Fri Aug 09, 2019 3:53
nah makannya itu Solusi jitu ya mestinya transmigrasi massal, pemerataan pusat bisnis ke kota2 di seluruh indonesia (jangan semua nge pool di jakarta)
Setuju om.
Selama ini yang terjadi adalah orang dari luar pada masuk ke jakarta.
Dulu pas ane masih sering ke jkt, selalu iseng2 tanya orang asli mana. Yang asli jakarta paling sisa 25-30% aja
Dat510 wrote: Fri Aug 09, 2019 4:13
Bbrp kantor udah mulai pindah ke wilayah BSD atau tangerang, spt kansai paint, unilever, dan konon menyusul freeport, semoga ada sebagian HO perusahaan lain yang pindah ke pinggir lagi supaya arus keluar masuk orang di jabodetabek bisa lebih merata. Klo pindah keluar jabodetabek mungkin masi terasa susah.
Betul, Bintaro-BSD-Alam Sutera skg mulai banyak perkantoran. Beberapa kantor yg ada di kawasan pulo gadung juga udah pindah ke daerah itu.
Mungkin kalau bisa nanti daerah di pinggiran jakarta bisa jd kota satelit yang mandiri, jd bener meminimalisir arus orang yang dari seluruh penjuru ke tengah kota jakarta.
Saya sendiri juga secara hati saat ini ngerasa lebih nyaman kalo kerja di daerah2 itu, bukan karena jarak aja sih, tp suasana lingkungannya jg.
Kalau untuk melayani pemasaran produk di Sumatera, mungkin perkantorannya bisa di sekitaran Banten. Tapi persentase produk yg dilayani kebanyakan di Jawa Barat - Tengah - Timur, pastinya akan tetap melewati Jakarta juga.
Apalagi sekarang pabrikan banyak yg pindah ke Jawa Timur, untuk melayani pasar hingga Sumatera, pastinya pendistribusiannya akan melewati Jakarta juga.
Solusi satu2nya, tetap harus pemerataan pembangunan hingga Kalimantan - Sulawesi - Irian biar gak hanya sejalur di Jawa saja. Dan itu berarti sirkulasi finansial akan banyak berputar di luar Jawa. Tinggal yg di Jawa ini, apakah rela?
saya yang sudah merasakan berkantor di pinggiran jakarta merasa nafas lebih plong, gak terlalu stress.... paling sekali kali doang meeting di jakarta...dan itupun selalu cari cara pulang sebelum peak hours atau malam sekalian
bensinsolar wrote: Fri Aug 09, 2019 7:27
Kalau lihat airvisual, daerah BSD polusinya parah yg monitornya ada di Griya Loka BSD (lebih parah daripada yg di US Embassy Jkt Pusat)
aneh juga...padahal lokasi BSD seingat saya ga ada industri...
apa jangan2 alatnya perlu dikalibrasi?
setuju banget sih gue, yah ga papa lah logistik jakarta naik...
sama satu lagi sih, parkir di jakarta masih kemurahan, 5000/jam itu murah banget. Buat jadi 50rb/jam gitu gue jamin deh langsung berkurang yang bawa mobil.. motor juga dibuat 20rb/jam setidak nya, berkurang juga deh naik motor. Setidaknya diterapkan di jalur yang sudah ada MRT/LRT dulu lah
ga usah deh itu ERP2an... naikin pajak parkir lebih mudah
Fertille wrote: Thu Aug 08, 2019 6:18
Bayteway, ini termasuk BBM cap kerang kah????
ngetesnya gampang.
u beli aja tu bengsin, masuk tol, bejek gas di redline beberapa detik. istilah teknisnya high engine load.
kalo berasa ada bau belerang/telor busuk, berarti kadar sulfur bensinnya tinggi.
as simple as that.
The Government wants Power! They rob it from our engines.
bensinsolar wrote: Fri Aug 09, 2019 7:27
Kalau lihat airvisual, daerah BSD polusinya parah yg monitornya ada di Griya Loka BSD (lebih parah daripada yg di US Embassy Jkt Pusat)
aneh juga...padahal lokasi BSD seingat saya ga ada industri...
apa jangan2 alatnya perlu dikalibrasi?
Ga ngerti juga Om, tapi 2 minggu terakhir ada penambahan alat pendeteksi di Greencove, bacaan readingnya mirip. Pdhl kalau lihat google street byk pohon2. Apa pengaruh disana byk angkot?
bensinsolar wrote: Fri Aug 09, 2019 7:27
Kalau lihat airvisual, daerah BSD polusinya parah yg monitornya ada di Griya Loka BSD (lebih parah daripada yg di US Embassy Jkt Pusat)
aneh juga...padahal lokasi BSD seingat saya ga ada industri...
apa jangan2 alatnya perlu dikalibrasi?
Ga ngerti juga Om, tapi 2 minggu terakhir ada penambahan alat pendeteksi di Greencove, bacaan readingnya mirip. Pdhl kalau lihat google street byk pohon2. Apa pengaruh disana byk angkot?
mungkin angkot sering ngetem pas di bawah sensornya kali bang.
yg di griyaloka itu apa gara2 posisinya persis samping / belakang BSD autopart sehingga banyak yang geber2 ngetest mobil sehabis service ya. Padahal di lavionda posisi situ penuh dengan pohon-pohon besar.
ga konsisten jadi ga perlu takut nanti juga dibatalkan atau paling tidak nanti dia suruh anak buahnya yang keluarkan aturan lebih lanjutnya biar ga disalah2in
bensinsolar wrote: Fri Aug 09, 2019 7:27
Kalau lihat airvisual, daerah BSD polusinya parah yg monitornya ada di Griya Loka BSD (lebih parah daripada yg di US Embassy Jkt Pusat)
bensinsolar wrote: Fri Aug 09, 2019 7:27
Kalau lihat airvisual, daerah BSD polusinya parah yg monitornya ada di Griya Loka BSD (lebih parah daripada yg di US Embassy Jkt Pusat)
aneh juga...padahal lokasi BSD seingat saya ga ada industri...
apa jangan2 alatnya perlu dikalibrasi?