Nyaris lama sekali keluarga kami tidak menyentuh yang namanya merek Korea. Mobil Korea terakhir yang kami pegang itu KIA Picanto 2004 Matic yang saya pakai buat belajar nyetir (udah 10 taun belajar nyetir, gak berasa...) - dan Chevrolet Captiva VCDi 2008 (kalo dianggep mobil Korea). Di keluarga kami, bisa dibilang kami cari yang practical aja : ngambil merek mainstream Jepangan.
Kalo buat mobil kerja ya merek T, yang agak mewahan ambil H, selingkuh dikit-dikit ke N dan S... Muternya ya itu-itu melulu.
Mobil Korea dan Eropa nyaris tidak pernah masuk daftar belanja mobil kami - sampai akhirnya tahun 2018 ini.
Meskipun udah lama ngidam, tapi kota Semarang yang mana brand "non-mainstream" jarang unitnya membuat kami kesulitan untuk menemukan mobil bekas selain brand Jepangan yang populer. Sangat overkill beli mobil kondisi baru minim diskon kalo tipikal orang yang "gampang bosen". Ngambil kondisi baru pun kadang karena sreg dengan model dan diskon yang bagus - itupun selalu merek populer.
Percayalah kata-kata "beli mobil kan dinikmatin, ngapain mikir jual lagi" itu irrelevant buat kami. Nggak segampang itu tinggal di daerah ngejual mobil non-mainstream. Bukan masalah resale value nyungsep, boro-boro nyungsep deh, ditawarnya kadang sadis dan malah showroom pada kagak berani ngambil takut jadi barang "mangkrak" krn sepi peminat.
Di awal kemunculannya Hyundai Santa Fe CRDi sudah menarik hati dengan modelnya yang kontemporer dan revolusioner - berbeda dengan mobil Korea lawas yang cenderung datar dan boring - thanks to orang Eropa yang pada rela "dibajak" ke pabrikan KorSel (sampai Hyundai punya Motorsport Division berkat ex orang BMW ///M). Sayang harga baru yang out of budget dan sulitnya unit bekas membuat kami baru kesampean ngangkut janda nya di 2018 ini - 6 tahun tepat setelah model generasi 3 ini diperkenalkan dan sudah keluar model penggantinya di pasar internasional.
Entah karena jodoh atau apa, ini cuma berawal dari obrolan iseng makan siang kami liat-liat di web mobil bekas - malah awalnya mau cari plat Jatim saja kalo nggak nemu di Jateng. Eh, nggak lama mata kami tertuju ke sebuah Hyundai SantaFe CRDi putih di sebuah dealer mobil bekas. Setelah sempatkan diri mampir, nyoba dan tawar - tawaran harga, akhirnya deal di harga yang cukup "cakep" sesuai tahun dan kondisi.
Dan karena satu dan lain hal, akhirnya disepakati : mobil ini ditukar-tambahkan ke Civic 2012 saya yang kondisinya acakadut. So, the car is currently in my possession right now. Jadi beberapa rekan yang ngerti saya begitu cinta dengan merek H - ngegodain saya selingkuh ke H miring... gakpapa, masih sama-sama merek H kan ?
Eh ya nggak selingkuh juga deng, masih ada CiBo Hatchback di rumah...
So, this is our first Korean car since 10 years ago... and the second time we got a Commonrail Diesel in our garage...

------------------------------------------
Vehicle Spec
Hyundai SantaFe CRDi A/T (Chassis code : DM)
Model Year 2013
2.2Liter DOHC CRDi 16V - Front Wheel Drive, Monocoque
195HP / 445Nm
Automatic, 6-speed Torque Converter
ODO Read : 129.[cencored] (currently)
Type of Fuel : Diesel (DEX Only - officially stated by Hyundai)
---------------------------------------
Styling
Mobil ini lahir sezaman dengan Honda CR-V RM (generasi 4) dan Mazda CX-5 generasi pertama. Dan anda mestinya setuju kalau mobil ini dijejerkan dengan Honda CR-V RW (generasi 5 - CR-V Turbo) dan Mazda CX-5 generasi kedua, SantaFe masih belum terlihat ketinggalan zaman. Well ya, we are comparing a car that comes from 5 years ago and still cope with today's SUV design.



Mungkin ini ada pengaruhnya juga dari kiblat desain Korea yang mengarah ke Eropa : timeless. Desain SantaFe seakan dibuat untuk bertahan hingga 3-5 tahun ke depan.




Proporsinya pas secara panjang, lebar, dan tinggi. Panjang tapi nggak terlalu panjang, lebar tanpa harus norak diakalin pake over-fender, tinggi tanpa harus berlebihan. Secara proporsi, menurut saya yang comes close hanya CR-V Turbo, tapi ya sekali lagi ini subjektif.

Yah mobil ini lebarnya 1.880mm... lebih lebar 65mm dibanding Pajero Sport lama...
Nggak ada cacat sama sekali di desainnya, semua mengalir, kesan modern dan tough berpadu di sini. Velg 19 inch yang digunakan pun serasi dengan proporsi tubuhnya.
Lho, tapi kan SantaFe sebenernya lawan dari CX-9 ?
Menurut saya ada mis-information disini. Yang jadi lawannya CX-9 (dan CX-8 kalau sekarang) adalah SantaFe LWB (dimensi panjangnya sekitar 4.9 meter dan wheelbase 2.8 meter - menyerupai CX-9), sedangkan SantaFe spek Indonesia (along with Sorento) adalah "SantaFe Sport" dengan dimensi yang lebih menyerupai kelas Nissan X-Trail, Honda CR-V, dan Mazda CX-5.

Interior dan Akomodasi
Indah, tapi kurang intuitif. Ini kalimat yang pas menggambarkan betapa bagus sekaligus kacaunya desain interior SantaFe bagi saya.
Kita mulai dari yang bagus dulu.
Terlihat desainer Hyundai sengaja ingin menunjukkan kesan modern di interior SantaFe dengan banyak lekukan - lekukan dan model dasbor bertumpuk. Tidak lagi datar seperti SantaFe generasi sebelumnya. Bahkan, jauh lebih atraktif dibanding rival Jepangnya.


Cluster meter menggunakan desain yang atraktif dan modern - di zaman awal keluar mobil ini liat speedometer CR-V RM jadi berasa miris. MID di tengah meskipun bukan full pixel tapi lumayanlah, untuk zamannya... lainnya juga masih belum full pixel. Kecuali Outlander Sport PX.

Bahan plastik yang digunakan pun berkualitas, panelgap konsisten, dan jujur yang membuat SantaFe jelas meninggalkan SUV Jepang modern adalah kepresisian dari interiornya. Di saat SUV Jepang modern yang udah CKD belasan tahun masih nggak bisa menghadirkan kualitas yang konsisten - apalagi sampe tombol shiftknob patah, ini sebuah mobil Korea underdog dengan odometer lebih dari 100k dan berusia 5 tahun - not a single rattle or peel in the interior. Seluruh bagian interior masih sangat konsisten untuk ukuran mobil yang saya bilang "capek".



I like how the button feels, semua bagian terasa mahalnya. Ngebuka pintu serasa mobil Eropa, berat dan padat. Jadi miris kalo ketemu Fortuner atau CR-V baru yang gak bisa ngasih feeling nutup pintu sepadat ini. Terasa bener-bener di mobil "mahal" bukan di mobil "sunatan" yang dimahalin walaupun status CKD demi mengisi kantong - kantong para kapitalis...
Oke, lalu bagian buruknya ?
Sayangnya ini yang membuat SantaFe walaupun konsisten secara kualitas, tapi masih perlu banyak belajar dari Honda. Why Honda ?
Seumur-umur saya pake Honda, I always love how those Japanese guys (ya sekarang American...) design a car. Setiap detail design betul-betul intuitif untuk penggunanya. Peletakan tombol - tombol, posisi setir, jok, interior, semuanya terasa pas dan mudah dioperasikan meskipun di Honda yang american-developed sekarang cenderung posturnya orang bule yang dipake (Civic dan CR-V Turbo diset di posisi paling rendah kurang friendly buat postur orang Asia kebanyakan - terutama wanita).
Di SantaFe, flawnya banyak sekali, sorry to say. Bukan karena saya penggemar Honda (di bagian sebelumnya saya udah kritik Honda habis-habisan soal kualitas), tapi even postur saya yang cukup bisa dibilang tinggi pun, saya ngerasa tenggelam di dalem SantaFe. Not a good thing...
Saya punya kebiasaan selalu set posisi duduk di paling rendah apapun mobilnya. Dan bagi saya settingan tempat duduk SantaFe bukan yang terlalu tinggi dan terlalu rendah, tapi saya tetep ngerasa tenggelam. Profil dasbornya tinggi karena maksa desain bertumpuk tadi, lalu setir juga terlalu besar ukurannya.
Akibatnya, nyetir SantaFe harus jadi extra cautious karena banyak tertutup blind spot.
Belum laci dasbor tengah yang meminjam kata om AD74YA : perlu tangan sepanjang simpanse buat meraihnya. Lalu yang saya kurang suka lainnya posisi gear lever yang nggak level dengan armrestnya. Armrestnya tebel dan besar, sementara gear levernya pendek. Jadi menimbulkan posisi yang kurang nyaman waktu ngoper.
Heran, padahal postur orang Korea itu sebenernya ya nggak jauh sama orang Jepang atau orang Indonesia. I know this karena saya kerja berurusan dengan banyak orang Korea. Mungkin karena chief designernya orang Jerman jadi ngikut postur orang bule juga...?
Selain flaw design, kekurangan lain ada pada fitur. Mungkin kalo diadu kalah - kalahan fitur, cuma Fortuner VRZ yang lebih miris. Masalahnya, SantaFe sekarang OTRnya 50 juta lebih mahal dari VRZ TRD.
Airbag cuma 2 (CX-5 dan CR-V Prestige ada 6, Pajero Ultimate ada 7, bahkan semiskin-miskinnya VRZ masih ada 3), ABS, EBD, BA, tidak ada Stability Control, tidak ada Hill-start assist, tidak ada Hill-descent control, tidak AWD. Instead, HMI malah memasukkan cruise control (totally useless in Indonesia) dan Panoramic Roof. Well ya, panoramic roof itu gimmick keren, tapi I would like to trade it with extra 4 airbags, VSC, HDC, HSA.
Setidaknya, kalopun nggak kepake, saya jadi ngerasa mobil ini worth it dengan harga segitu gitu lho. Mosok 570 juta kelengkapan kalah sama Innova V...

Belom head unit yang layar biru monokrom dan interface nya kurang user friendly.

Whatever, saya belinya juga seharga LMPV baru... Setidaknya itu menghibur karena udah de-valued kurang dari 1/2 harga barunya.
Soal akomodasi, this car is big, really big. Lebarnya 1880mm, lebih lebar dari Pajero Sport, dan ini lebar asli bukan karena overfender. Ruang kabinnya luas, ruang kepalanya berlimpah, ruang kaki pun demikian. Sayangnya baris ketiga ya kayak cuma hiasan. Ngeliat sisa legroom jadi nggak tega masukin orang ke sana.
Plus, akses baris ketiganya agak butuh otot sedikit karena buka tutup jok baris kedua nya itu berat. Joknya tebel banget.
-----------------------------------------------
Driving
Mendapatkan sebuah SantaFe dengan odometer tinggi membuat saya justru pede dengan ketahanan mesin ini. Hyundai Indonesia sangat pede ketika pertama kali membawa SantaFe CRDi ke Indonesia dengan mesin yang spesifikasinya tidak di-tone down sama sekali untuk "menyenangkan" orang banyak.

Bahkan saking Hyundai merasa pede dengan mesinnya dan yakin pembelinya segmented, di fuel cap dan di buku manual servis semuanya penuh dengan tulisan "WAJIB MENGGUNAKAN PERTAMINA DEX". OK mungkin ini adalah cara marketing Pertamina, tapi saya berharap makin banyak pabrikan yang "berani jujur" dengan barang jualannya, terakhir Suzuki di Ertiga ZDi juga sangat saya apresiasi.
Selain itu, makin banyak tuntutan mobil yang wajib pake DEX, tentunya Pertamina juga punya kewajiban mendistribusikan DEX dengan lebih intensif lagi ke daerah - daerah.
Spek mesin ini untuk sebuah diesel CRD di Indonesia sangat tinggi - bahkan dibanding merek Eropa sekalipun. Berkode R2.2 2.200cc 4 silinder DOHC dengan tenaga 195HP @ 3800 RPM dan torsi raksasa 445 Nm @ 1800 - 2500 RPM. Gila! Saat itu mesin diesel Jepang paling kuat tenaganya hanyalah Pajero Sport Dakar dengan 178 HP dan torsi 350 Nm.
Saat itu transmisinya juga paling canggih di saat Fortuner VNT masih stay dengan 4-speed, Pajero Sport dengan 5-speed, Hyundai dengan 6-speed (along with KIA Sorento CRDi yang juga bermesin sama).
Dibanding rival bermesin bensin seperti CR-V 2.4 Liter dan CX-5 2.5 Liter pun ia masih yang tertinggi. So, performa SantaFe ini terdengar sangat menjanjikan. Best of both worlds antara Petrol dan Diesel. HP nya bensin dapat, Torsi diesel pun dapat.
Start mesin dan saya takjub dengan suara mesin dieselnya yang halus - meskipun punya saya terdengar sedikit kasar karena pemakaian dan kemarin diagnose di Hyundai harus ganti pulley damper assy nya. Tapi sekali lagi wajar karena pemakaian, itupun masih terdengar halus. Di kabin, peredamannya superb! Nyaris tidak terdengar rattle khas mesin diesel dari dalam kabin kecuali waktu digas saja.
Saat jalan, yang pertama terasa adalah setirnya yang punya cukup feedback dibanding Civic FB saya, ternyata baru sadar kalau SantaFe ini pakai Hydraulic. Pantes. Feeling setirnya pun nggak vague seperti Toyota Harrier yang HPS tapi rasa EPS : cuma dapet beratnya doang. Setir di SantaFe ini cukup komunikatif dan bobotnya pas. Di SantaFe tidak ada mode-mode pengatur bobot setir (Yang membuat Tucson terbaru meskipun punya level chassis setara CX-5, tapi steeringnya kayak main wangan... sintetik). Ada mode Eco tapi hanya throttle response saja yang diatur. Meskipun saya tetap struggling karena setirnya besar dan rasio setirnya tidak se agresif CR-V RW maupun CX-5.
Dengan pengalaman setir yang demikian, rasanya akan lebih cocok jika SantaFe dibawa bersantai saja tanpa harus banyak meliuk-liuk. Mungkin memang ia berbeda dari RW maupun CX-5. Baiklah, dan dugaan saya tepat. Masuk ke jalan tol, SantaFe begitu rileks untuk dikemudikan. Tidak perlu effort besar, mesin berkitir di bawah 2000 RPM saat lari 100 km/jam, dan karakter suspensi yang lembut bikin sensasinya mirip naik kapal - in a good way. Tidak se "kapal" All New Pajero Sport, tapi tidak keras juga. Setidaknya format sasis monokok membuatnya punya low center of gravity sehingga nggak limbung-limbung amat.
Rem mobil ini karakternya pedalnya cukup soft, perlu pembiasaan di awal kalau terbiasa bawa mobil Jepang. Tapi remnya cukup pakem dan nggak terasa kedodoran.
Bagaimana dengan mesinnya ?
Inilah nilai plus terbesar dari Hyundai SantaFe CRDi. Mesinnya tidak terasa meledak - ledak di awal seperti Fortuner VRZ, lebih memberikan kesan smooth, padahal ia front-wheel drive. Jadi torsi 445Nm itu efektif dan lebih merata karakternya. Walaupun jika kita usil sedikit, di gerbang tol mobil ini mudah sekali untuk melakukan wheelspin. Tapi sekali lagi, dengan karakter suspensi dan setir yang lebih orientasi ke kenyamanan - mobil ini agak kurang bersahabat untuk dibawa ngebut. Ditambah tanpa kontrol stabilitas, lebih baik dipake santai aja.
Konon, 0-100 nya mobil ini menurut versi beberapa media ada di bawah angka 9 detik. Berimbang dengan SUV bensin modern seperti All New CX-5 dan CR-V Turbo.
Sayangnya semua kebaikan dari mesinnya mesti "dikebiri" oleh tuning TCU yang kurang pinter dikit. Memang 6 speed dan canggih pada zamannya, tapi inilah penyakit yang saya temukan di beberapa mobil Korea seperti Hyundai Tucson bensin 2014 (yang dulu saya buat reviewnya dan cukup kontroversial karena bingung dengan karakter mobil itu), All New Tucson CRDi 2.0, dan SantaFe/Sorento Diesel. Penyakitnya : transmisi suka kagetan dan bingung.
Di SantaFe CRDi, jika dari kondisi cruise ditambah gas atau direm tiba - tiba, terkadang transmisi suka bingung milih gigi sendiri. Kickdown kadang bingung antara milih gigi 2 atau gigi 1, lalu ngerem kadang bisa engine brake kadang bisa ngeloyor gak nurunin gigi. Ini bukan karena ATFnya butuh servis - karakternya memang gini. Referensi dari review om AD74YA 5 taun lalu juga mengatakan demikian. Memang sih bisa diakalin dengan mode sekuensialnya, tapi pointnya beli mobil matic kan bukan itu...
Untuk sementara ini berdasarkan MID konsumsi BBM dalam kota sekitar 1 : 9 - 10 km/l, sebenarnya saya berharap lebih karena ini kondisi belum ganti filter solar dan lain - lainnya, baru oli aja yang baru.
Oh ya, BBM selalu isi DEX. Keras buat dompet mengingat tangkinya dalem, tapi worth the pain...
----------------------------------------------------
Need for Maintenance
Ngambil mobil bekas dengan odo tinggi seperti ini tentunya punya resiko besar di maintenance. Potensi problem akan sangat banyak, dan sejauh ini di mobil saya problem list nya :
- Ganti kompresor AC - udah dibenerin waktu beli.
- Set fanbelt (tensioner, damper pulley, etc... ketahuan waktu general check)
- Kaki-kaki, dan ini problem terkompleks di unit saya. Semua bagian kaki - kakinya bekas rekondisi dan sepertinya kena abuse dari user sebelumnya (ya odometer tinggi untuk mobil tahun segini pastinya kena abuse).


Oh ya, sejauh ini spare part yang udah diganti :
- Kampas rem belakang 1.5 juta
- Filter Solar 478 ribu
- Filter Udara 174ribu
- Cleaning Injector 480ribu
- ATF Genuine @198ribu x 5
ABS sensor sempat menyala, tapi direset oleh bengkel resmi dan sampe sekarang masih belom nyala lagi. Jadi rencana ganti wheel hub belakang kiri ditunda sementara karena masih liat kondisi gimana.
Untuk biaya jasa service nya sendiri agak ngeri di kilo 120ribu (karena gak tau record sebelumnya jadi dimasukin ke paket 120ribu), jasa thok itu 2juta... Total udah habis 6 juta buat benerin nih mobil... kaki-kaki estimasi sekitar 8 juta lagi...
Service sejauh ini dilakukan di dealer Hyundai Surabaya Jl. Sulawesi.

----------------------------------------------------
Conclusion
Bagi penggila fitur, mobil ini akan sangat terlihat menyedihkan karena banyak tombol kosongnya.
Tapi tentunya SantaFe kondisi bekas ini sangat menarik bagi yang mengidamkan SUV Diesel dengan tongkrongan gagah, dengan mesin dieselnya yang merupakan salah satu yang paling canggih, nyaman untuk getaway car di hari libur, dan reliabel. Kapan lagi dapat mobil harga dekat 600 juta dengan harga kurang dari separuhnya ?
Kebutuhan BBM yang mahal ? Ah, mahal itu relatif. Sekarang sama aja beli BBM murah tapi keawetan mesinnya nggak terjamin, belum lagi resiko garansi gugur kan... Pabrikan rekomen apa, ya isilah sesuai rekomendasi pabrikan, jangan ditawar-tawar. Mereka lebih ngerti mesin itu umurnya bisa berapa lama.
Kalo mobil rusak atau sering bolak-balik servis gara-gara ngisi BBM jelek, itu konsekuensi nya nggak cuma hilang uang, tapi hilang waktu, yang otomatis jadi nggak produktif juga kan ?
Dan fakta bahwa unit saya yang kurang terawat saja masih enak dipakai, juga salah satu bukti bahwa mobil Korea tidak perlu lagi diragukan ketahanannya. It has the same level of reliability as Japanese, and better build quality than most Japanese CKDs.
Dengan dana 200-250juta, meng-quote kembali kata - kata bro Jose di review Camry Q nya : anda bisa mengubur dalam-dalam impian anda sebagai seorang petrolhead dan memilih sensibility lalu membeli LMPVs seperti Avanza, Mobilio, Ertiga, Xpander, atau membeli sebuah SUV besar CRD yang will cost you more on fuel and maintenance, tapi sebanding dengan kenikmatannya...
dan bagi SMer yang kenal saya sebagai "raw car" fanboy, SantaFe got enough for a big-sized Diesel SUV with 230 millions rupiah : decent engine and refinement. Not too much gimmick that will cause potential problem in the future.
Reference :
Review Hyundai SantaFe 2013 by AD74YA
viewtopic.php?f=19&t=17456