Tadinya kami sudah SPK Nissan Leaf saat GIIAS karena pas ditanya apa ada unit warna biru, sales pun bilang harus inden dan kami fine-fine aja yang penting bisa pesan warna yang kami suka, alhasil disitu kami SPK. Ya panjang cerita, ternyata tidak bisa inden karena brand Jepang punya kalender bisnis sendiri, yakni di bulan April dan Agustus. Artinya mobil-mobil yang diimpor dari Jepang dimasukkin di bulan itu saja oleh semua brand Jepang disini. Tapi di tengah semua kegaduhan itu, saya dapat info dari teman ada unit Nissan Leaf berwarna merah marun di dealer Nissan Roxy. Kami pun kesana untuk cek mobilnya
First Meeting Ternyata warnanya bagus pas dilihat langsung, flake metaliknya khas mobil CBU; kalau dibawah sinar lampu banyak partikel-partikel flakenya kalau dibandingkan dengan cat metalik mobil CKD. Yang pastinya terkesan lebih elegan tampilannya dibanding unit warna putih. Setelah kami cek unit, kami tidak langsung SPK untuk komparasi dengan mobil lainnya. Saat itu MG4 sudah ada namun masih CBU, dengan harga yang tidak jauh beda. Tapi karena orangtua kurang yakin dengan merk tsb. Jadilah kita memantapkan Nissan Leaf ini setelah bolak-balik nego. Masih dapet bonus wall charger dan extended warranty baterai sampai 10 tahun pula hehe.
First Impression After Owning The Nissan Leaf First impression kendarain mobil ini di jalanan dan bukan di tempat test drive: bantingannya beneran enak, tenaganya seamless, e-pedal bukan gimmick dan beneran kepake banget pas macet apalagi di pas macet di tol JORR, juga jok kulitnya empuk dan enak untuk didudukin padahal bukan genuine leather. Poin negatifnya adalah, ternyata nih mobil lebar juga wkwkwk. Juga di harganya yang sekarang ini, gak dapet sensor parkir depan ataupun belakang, Nissan Pro Pilot (Active Cruise Control), Blind Spot Monitoring, jok elektrik, dan yang paling "hadeh" adalah Nissan Indonesia cuma masukin versi 40kWh (cuma bisa 270km WLTP)... padahal ada versi 62kWh (bisa 385km WLTP) yang notabene dapet range yang setidaknya bisa 'saingan' dikit sama Ioniq 5 Standard Range. Agak disayangkan tapi yasudah, toh di luar negeri sana sudah banyak Leaf yang swap pakai baterai ukuran lebih besar jadi nanti mungkin 10 tahun ke depan sudah ada kali ya bengkel spesialis dan toko sparepart khusus mobil EV.
Velg yang cakep dilihat tapi bikin malesin pas lagi cuci mobil

Interior yang gak terlihat seperti mobil listrik sama sekali, tapi justru ini poin unggulan menurut saya karena transisi dari mobil biasa jadi jauh lebih mudah. Jadi orangtua pun bisa dengan mudah pakai mobil ini. Salah satu poin yang bikin saya suka dengan mobil ini adalah posisi duduk dan joknya yang empuk. Bentuk joknya walau semi bucket, tapi pas dipake berlama-lama di dalem pun enak-enak aja dan gak bikin capek. Tubuh saya yang agak gemuk pun bisa ditopang oleh jok dengan enak, dan tidak terasa sempit. Sangat disayangkan sih ya, jarak tempuh mobil ini gak sebanyak mobil listrik jaman sekarang.
Charging Situation and Range Anxiety Mumpung masih bahas range, mobil ini berdasarkan tes WLTP (Eropa) bisa menempuh jarak 270 km saja, tapi kalau berdasarkan tes EPA (Amerika Serikat) hanya bisa menempuh 240km. Menurut saya cukup akurat kedua angka ini, karena kalau dilihat dari foto ini; selama saya pakai sejauh 124km, efisiensi saya berada di angka 6,6 km/kwh. Artinya kalau dikalikan dengan ukuran baterainya yang 40kwh, full charge bisa menempuh jarak 264km. Jadi cukup akurat lah ya. Oh ya, ini rutenya kombinasi ya, tapi lebih banyak dalam kotanya dimana mobilnya terjebak macetnya Jakarta yang cukup brutal pas jam berangkat dan pulang kerja. Apakah range 264km cukup? Buat saya cukup, karena saya tinggalnya masih cukup dekat dengan pusat kota Jakartanya sendiri dan aktivitas saya selama satu minggu itu kurang dari 200km.
Perihal charge mobilnya bagaimana kan pake ChaDeMo, otomatis kesusahan dong ya cari charger? Eits, tunggu dulu. Seperti yang dibilang sebelumnya, mobil ini saya pakainya tidak jauh-jauh jadi saya hampir tidak pernah charge di SPKLU, dan selalu charge di rumah pakai wall charger sendiri. Enaknya charge di rumah sendiri, bisa ditinggal tidur jadi pas paginya udah penuh hehe. Gak repot harus nongkrongin mobil di SPKLU sampai 100% baru jalan ke rumah. Bagi yang belum tahu, seperti handphone atau elektronik lainnya; kecepatan charging mobil dari 20-80% itu bisa dibilang cepat, tapi kalau sudah mendekati 100% bakal lama sekali karena density baterai. Apabila kita lihat di Google Maps, PlugShare, ABRP, dan berbagai aplikasi charger mobil listrik lainnya; kebanyakan charger di dalam kota Jakarta itu adalah AC 7kWh dan 11kWh. Jadi setidaknya masih bisa charge, dibanding tidak sama sekali. Juga AC charging sering ada di mall, hotel, dkk. Jadi walau chargenya agak lama, bakal tidak terasa kalau ditinggal ngemall atau ngopi sebentar.
The Good and Bad Oke saatnya agak serius sedikit. Nissan Leaf generasi kedua (ZE1) yang masih dijual oleh Nissan sampai 2026 di Jepang dan UK dan 2024 di US ini sebenarnya masih pakai basis Nissan Leaf generasi pertama (ZE0/AZE0). Ada positifnya dan ada negatifnya. Positifnya, sudah ada banyak tips and tricks di luar sana yang membahas luar-dalam mobil ini sampai ada guide DIY cara swap battery pack (bukan baterai aki ya) dari mobil kampakan di garasi rumah sendiri. Semua tips ini masih bisa berguna karena battery pack Nissan Leaf generasi pertama dan kedua interchangeable, hanya beda di port connection saja. Ada juga tersedia yang jual battery pack aftermarket buatan CATL dari China, dari ukuran 24kWh, 30kWh, 40kWh, 62kWh sampai 77kWh custom yang katanya bisa bikin mobil punya range sampai 500km. Baru-baru ini, ada juga yang berhasil bikin adapter charger CCS2 ke ChaDeMo. Artinya di masa depan nanti saya bisa charge mobil ini di charger CCS2 hehe, tapi sayangnya adapter ini masih mahal sekali. Ya wajar, namanya juga barang baru dan RnD barang tsb tidaklah mudah.
Nah sekarang negatifnya; mobil ini tidak punya pendingin baterai dalam bentuk apapun. Satu-satunya cara untuk mendinginkan baterai ini adalah mengandalkan angin yang mengalir ke bawah mobil dan temperatur kabin dalam. Artinya apa? Kalau fast charging dibawah cuaca yang cukup panas atau langsung di charge setelah dipakai di tol, kecepatan chargingnya akan diperlambat oleh komputer mobil untuk menjada suhu baterai tetap optimal dan tidak rusak. Tapi tenang, sampai saat ini TIDAK ADA Nissan Leaf yang terbakar karena baterai overheat ataupun terbakar setelah tabrakan. Leaf ini uniknya jadi salah satu mobil EV ter-aman. Kalau dipakai keluar kota dengan kecepatan konstan, efisiensi mobil ini tidak begitu bagus apabila dibandingkan dengan mobil EV yang punya pendingin baterai. Ambil contoh dari video youtube CVT Indonesia saat pakai Ioniq old dan Leaf di tahun 2021, dimana saat dipakai dari Jakarta sampai Cirebon, Ioniq old jauh lebih efisien dibanding Leaf. Range Ioniq old saat sampai di Cirebon terbilan cukup signifikan bedanya dibanding Leaf. Inilah yang harus diakui kalaui Ioniq old ini sangat efisien ketika dipakai jalan jauh. Tapi kalau berdasarkan review luar negeri, Leaf lebih enak dikendarai ketika dipakai di dalam kota dengan bantingannya yang lebih empuk, e-Pedal yang sangat halus, dan build quality yang bagus. You win some you lose some. Tadinya mau ambil Ioniq old, tapi karena orangtua lebih percaya ke brand Jepangan yowes tak ikuti aja hehe.
Conclusion Overall cukup puas dengan mobil ini, terlebih lagi running cost mobil ini setiap minggunya hanya sekitar Rp 20-35rb saja untuk charge mobil ini dari 30% sampai 80% atau 100% dengan menggunakan wall charger rumah. Pajak tahunan masih ratusan ribu, bantingan cukup enak melibas jalanan Jakarta yang konturnya gak menentu, dan ukurannya juga masih cukup pas untuk dipakai dalam kota. Nissan Leaf ini cocok untuk yang tinggalnya dan aktifitasnya masih di dalam area kota Jakarta, dan juga rute aktifitasnya tidak lebih dari 200km. Apakah worth it di harganya saat ini (Februari 2024) yang lagi promo di kisaran Rp650 juta? Ya kalau sudah tau kelemahan dan kelebihannya, rute hariannya tidak jauh-jauh amat dan tidak terlalu dependen dengan SPKLU, bisa cocok kok. Sebagai gambaran, Mini Cooper SE hanya bisa 230km WLTP atau 183km EPA dengan harga Rp 1 miliar lebih. Nissan Leaf jadi jauh lebih meyakinkan untuk dimiliki bukan?
Owner's Afterthoughts
Apakah ada rasa penyesalan kenapa tidak beli Ioniq 5 Prime dengan PPN 1%? Pasti ada wkwk, apalagi saat mobil EV China mulai umumin harga hahaha wah nyesek sekali liatnya. Tapi saat saya coba-coba beberapa mobil EV China yang hype, cuma BYD yang lumayan enak bawanya walau tidak punya one pedal driving. Tapi user interfacenya cukup membingungkan dan berantakan layoutnya, Ioniq 5 masih jauh lebih mudah dan enak dipakainya untuk mobil EV dibawah 1 miliar. Ya intinya, Ioniq 5 menurut saya masih "king" di ranah mobil listrik multifungsi dibawah 1 miliar. Dibawa di dalam kota masih bisa (asal sudah terbiasa dengan lebarnya), dibawa keluar kota pun masih pede karena range lumayan banyak bahkan untuk standard range. Intinya, kalau mau aman pilih brand yang anda yakini.
Sekian review saya kali ini yang saya buat karena tidak adanya review Nissan Leaf di Indonesia yang dibuat dari pemilik langsung. Semoga review ini cukup membantu bagi yang lagi bimbang pilih-pilih mobil EV hehe. Pastikan sebelum membeli, selalu awasi range mobilnya ya. Angka range yang paling bisa diandalkan itu angka range hasil tes WLTP dan EPA. Selain kedua tes itu, angkanya terlalu halu

- Salam Token PLN -