HARGA
Poin pertama yang terdampak... tentu saja harga. Saat saya ambil unitnya, harga yang saya dapat hanya selisih 2 juta lebih mahal dari HR-V SE 2021. Sepertinya Mazda memang berencana membuat Mazda CX-3 1.5L sebagai volume maker Mazda di Indonesia. Bahkan sampai hari ini di media sosial Mazda, CX-3 jadi satu-satunya yang nonstop diiklankan. Memang, dengan harganya yang turun sekitar 50 juta dari tipe sebelumnya (2.0 Sport), CX-3 menjadi compact SUV Mazda yang paling potensial dipilih sebagai 'your first Mazda SUV', di iklan mereka. Logis sih, banyak orang merasa Mazda 2 terlalu kecil dan CX-5 terlalu mahal. 3 tahun belakangan kan orang Indonesia cenderung tertarik untuk beli mobil di range 300 jutaan. Saya sempat mikir apakah dengan rilisnya 1.5L Sport akan bikin unit 2.0 Sport nya diskon besar. Tapi setelah dihitung-hitung, pajaknya juga akan lebih mahal. Akhirnya saya putuskan ambil unit 1.5L Sport. Nyatanya, sampai hari ini unit 2.0 Sport kosong (tidak ada unit available/sisa).
EXTERIOR
Secara umum, tidak ada yang membedakan varian 1.5 Sport dengan tipe 2.0 Sport sebelumnya di bagian exterior. Lampu tetap dapat full LED sampai foglamp, begitu pula lampu belakang dan lampu mundur. Lampu mundurnya sudah full LED. Velg yang dipakai aluminium 18", desainnya two tone yang saya sangat suka. Jauh lebih elegan dibanding CX-3 keluaran pertama. Satu-satunya yang membedakan tipe 1.5 Sport dengan 2.0 Sport di bagain exterior adalah warna. Khusus CX-3 tipe 1.5 Sport, dilengkapi warna baru yaitu Polymetal Grey, yang jadi hero color CX-3 1.5 Sport saat ini. Berikut tampilannya:


First Polymetal Grey di Semarang
Plat nomor masih sementara, jadi tidak saya sensor. Feel free untuk menyapa kalau ketemu di jalan

FITUR
Dibandingkan tipe 2.0 Sport sebelumnya, yang disunat di 1.5 Sport cuma Auto Headlights, Auto Wiper, dan i-ACTIVSENSE nya tersisa Blind Spot Monitoring serta Rear Cross Traffic Alert. Selebihnya, sama persis. Saya yang sebelumnya belum pernah punya mobil dengan BSM, merasa sangat terbantu, mengingat traffic sepeda motor di Kota Semarang yang suka main potong seenaknya dari belakang pas kita belok. Not a big deal kalau SCBS nya tidak disertakan, toh saya yakin hanya segelintir pengguna Mazda yang mengaktifkan SCBS nya.
Auto Headlights dan Auto Wiper memang sayang sekali dihilangkan. Tapi saya bisa maklum kalau ingat Mazda ingin menekan harga CX-3 menjadi lebih affordable bagi masyarakat menengah. Saya lupa-lupa ingat Kia Seltos punya fitur-fitur tsb atau tidak, yang jelas HR-V belum punya fitur serupa.
Terlepas dari sunatan di atas, banyak fitur unggulan yang patut dibanggakan dari CX-3 ini.
- Kamera parkir hi-res
- MZD Connect yang sudah dilengkapi Wireless Apple CarPlay dan Android Auto
- 6 speaker yang meskipun bukan branded tapi cukup premium di telinga
- Cruise control
- Auto door lock + walk away lock
- Stir kulit yang sama dengan CX-5
- AC full automatic dengan pengoperasian knop putar (saya tidak suka yang sentuh-sentuh)
- Active Driving Display (HUD)
- EPB + Auto Hold
- i-Stop
Nggak banyak gimmick yang diberikan Mazda untuk menarik konsumen, ya standar Mazda sejak dulu lah. Sepelit-pelitnya Mazda, kita tahu kalau Mazda tetap worth the money dengan fiturnya yang tidak banyak gimmick namun disajikan secara 'matang'.
Satu hal yang mungkin bagi banyak orang ketinggalan zaman tetapi bagi saya tidak, yaitu speedometer yang belum Full TFT alias masih hitam putih. Bagi saya, tidak semua mobil harus punya layar Full TFT. Justru nggak cocok kalau di Mazda. Again, Mazda memilih memasukkan fitur-fitur yang tidak merusak karakter aslinya hanya demi mengejar tren yang diusung brand-brand lain.
POWERTRAIN - Impresi Berkendara
Yang jadi pertanyaan banyak orang, termasuk saya sebelum coba, adalah mesin 1500 cc Mazda 2 yang dipasang di CX-3. Sempat saya mengira CX-3 akan underpower menggunakan mesin 1500 cc. Ternyata, 1260 kg bisa ditopang dengan baik oleh mesin 1500 cc ini. Sama sekali nggak ada rasa kekurangan tenaga. Saya baru pertama kali merasakan mesin 1500 cc ini, dan surprisingly jambakan mesin ini di kecepatan bawah sangat menarik. Galak. Tarikan yang paling menjambak bisa dirasakan ketika kickdown dari kecepatan rendah menuju 60 km/jam. Karakter yang seperti ini cocok untuk penggunaan dalam kota karena kesan yang didapatkan adalah lincah dan tidak lemot sama sekali.
Yang paling mendukung sensasi driving tsb tentu transmisi SkyActiv nya. Shifting transmisinya sangat cepat dan sangat halus, jauh beda sekali dengan CVT di mobil-mobil lainnya. Sesuai dengan konsep aslinya, mobil ini didesain untuk orang yang suka nyetir. Saya suka membayangkan seberapa overpower CX-3 yang dilengkapi mesin 2000 cc.
Satu hal yang mengganggu, yaitu respons & feel pedal gas. Pedal gas CX-3 ini kadang menyenangkan dan kadang menyebalkan. Menyenangkan karena tarikannya galak, menyebalkan karena jadi sulit sekali nyetir secara halus. Pakai pedal gasnya harus diurut, karena kalau ditekan agak dalam sedikit saja, transmisinya akan downshift dan meraung. Biasanya terjadi ketika dipakai nanjak agak panjang atau menyalip kendaraan lain. Di thread suggestion corner, karakter ini ternyata dibenarkan oleh user Mazda 2 SkyActiv. Jadi, ya nggak heran, wong mesin yang dipakai identik. Tapi kalau sudah ketemu celahnya, nyetir mobil ini jadi enaaak sekali.
Fuel consumption yang saya dapatkan cukup impresif. Di jalan tol dengan kecepatan rata-rata 90 km/jam, saya bisa dapat 19.7 km/l. Di rute kombinasi yang banyak stop and go, memang nggak bisa dibilang irit. Saya dapat 11 km/l. Average fuel cons ini cepat sekali turun kalau kita berhenti agak lama, misalnya di lampu merah. Dalam 2 menit berhenti, bisa tuh turun dari 13.3 jadi 12.5 km/l. Keiritannya ketika eco-driving mungkin didukung kompresi mesinnya yang sangat tinggi. Saya selalu pakai Pertamax selama pemakaian.

SUSPENSI DAN HANDLING
Ketika orang-orang bilang suspensi Mazda keras, saya nggak merasa demikian. Menurut saya suspensi CX-3 ini well-built untuk kebutuhan di jalan Indonesia: stabil, nggak bikin pantat sakit, tapi nggak mentul-mentul.
Seriously, suspensinya bisa meredam getaran dengan sangat baik. Karena saya punya Altis 2015, bagi saya Mazda CX-3 jauuuh lebih empuk. Dengan suspensi MacPherson Strut & Torsion Beam yang dirancang sedemikian rupa, kata-kata yang bisa mendeskripsikan handling mobil ini adalah: BAWANYA GAMPANG

Iya, mobil ini sangat cocok untuk dipakai di jalanan kota besar yang sering macet, butuh selap selip, tapi tetap stand out tampilannya. Dimensinya dari bangku pengemudi rasanya nggak jauh beda dengan Ford Fiesta yang saya pakai sebelumnya. Artinya, mobil ini dimensinya fleksibel dibawa kemanapun. Dengan ukuran yang compact, handlingnya jadi tidak ribet sama sekali. Ibaratnya, ini cocok untuk mama-mama muda yang antar jemput anaknya sekolah dan les. Karena? Yes! Stirnya enteng banget! Saya sih prefer stir yang agak berat sedikit karena bagi saya stir CX-3 ini terlalu ringan. Tapi kembali lagi, stir yang demikian memang cocok dipakai di perkotaan.
Di jalan tol, saya bisa nikung dengan kecepatan 120 km/jam tanpa ragu-ragu. Mobil ini solid parah, seakan-akan badan kita nempel sama mobilnya. Semua tikungan bisa dilibas dengan percaya diri.
Satu lagi yang juara dari Mazda adalah rem. Rem di CX-3 ini sangat empuk dan presisi. Nggak ada ceritanya rem senin kamis di mobil ini. Firm, tapi nggak kaget dalam pengeramannya. Rem mobil paling enak yang pernah saya coba sejauh ini adalah rem CX-3.
THE BEAUTY INSIDE
Semua orang tentu tahu Mazda mendevelop mobil-mobilnya untuk driving experience yang maksimal. Desain dashboard nggak beda jauh dengan Mazda 2. Paling bedanya cuma ada di console tengah yang handbrakenya diganti dengan EPB dan Brake Hold. Poin plus dari semua kompetitor CX-3 adalah posisi mengemudinya. Mobil ini sebenarnya nggak kecil-kecil amat, tapi entah kenapa duduk di kursi pengemudi dengan konfigurasi yang sedemikian rupa bisa membuat mobil ini seakan-akan kecil. Bagusnya, CX-3 sudah dilengkapi tilt & telescopic yang sangat membantu kenyamanan duduk pengemudi
Joknya fabric dengan pinggiran kulit. Saya lebih suka daripada full kulit. Kenapa? Boleh dicoba kalau tidak percaya, jok fabric CX-3 empuk! Bukan kempes ketika diduduki seperti kursi fabric LCGC, tapi cushionnya terasa mahal dan menahan tubuh manusia di atasnya dengan sangat baik tanpa membuat sakit punggung maupun pantat.
Build quality CX-3 1.5 Sport bisa dibilang luar biasa GILA! Sudah sangat jarang mobil keluaran sekarang yang punya build quality yang refined seperti mobil ini. Tapi jangan heran, itu semua karena CX-3 1.5 Sport unit saya masih diimpor langsung dari Jepang, alias CBU Jepun asli

Keunggulan lainnya di dalam kabin yaitu kualitas peredamannya. Noise insulation dari depan, samping, belakang, sangat baik. Di awal-awal saya sempat merasa road noise sangat terdengar, tetapi seiring berjalannya waktu tetap masih bisa diterima. Nggak separah itu. Masih lebih parah peredaman Honda. Karena, saya ada CR-V RM yang peredamannya masih kalah dibanding CX-3 ini.
Kabin CX-3 ini desainnya sudah agak lama, tapi tetap menyenangkan untuk dilihat.

Sebagai user CX-3 saya sudah kebal dengan omongan "kabin belakang Mazda gak manusiawi! Mending HR-V!"
Padahal, buat saya kabin belakangnya masih manusiawi. Memang nggak selega keluarga Honda, tapi masih bisa kok diduduki dengan nyaman. Malahan enak. Syaratnya, pengemudinya nggak lebih dari 173 cm, dan diisi oleh 2 orang saja. Ya memang ini bukan family car. Kadang suka gatel kalau dengar selentingan mendang-mending, namanya produk juga pasti ada marketnya sendiri, mana yang untuk muat banyak, mana yang untuk dikendarai berdua, dll. Sebagai konsumen tinggal pilih saja yang menurut kita ideal. Jangan buru-buru mengurungkan niat punya Mazda cuma karena kalimat jok belakang nggak manusiawi. IMHO, mending dicoba saja karena parameter 'nyaman' dan 'sempit' setiap orang pasti berbeda-beda.
KESIMPULAN
Mending beli HR-V atau CX-3 dong?
- Kalau suka nyetir, spirited driving, CX-3. Kalau nggak suka mobil standar dan suka modif, ambil HR-V.
- Resale value Mazda nggak sejelek itu. Cek aja harga bekas CX-3, masih tergolong tinggi. Jadi menurut saya RV is not a big deal anymore dalam menentukan dua pilihan ini.
- Servis Mazda dan Honda sama-sama mahal. Jangan termakan propaganda servis mahal

Overall, mobil ini enak banget untuk jadi daily car kalau sering nyetir sendiri, berdua, atau bertiga.
Harganya sekarang sudah reasonable, bahkan menurut saya masih agak terlalu murah untuk driving experience yang luar biasa dari Mazda, kalau pembanding harganya adalah HR-V dan Kia Seltos. Saya sempat tertarik Kia Seltos, tapi somehow keinginan punya mobil negara maju stonks setelah lihat warna Polymetal Grey, daripada keinginan untuk punya mobil berfitur banyak dan ber-dual-clutch tapi didevelop untuk negara berkembang.
Kaca film dapat merk Eurotek dari dealer. Dengar-dengar, semua Dealer Mazda harus pakai kaca film Eurotek karena produknya masih dalam satu group distributor yaitu Eurokars. Penolakan panasnya cukup baik, tint nya cenderung hijau which is good bagi saya karena feels negara maju nya dapet banget. Bukan silver seperti V-kool lho ya.
Bonus beberapa foto setelah CX-3 saya dilapisi IGL Coating 2 Layer, hasil rekomendasi bro erwinign (saya gatau bisa mention ga sih di SM?



Demikian review perdana saya, semoga membantu warga SM yang masih penasaran dan sedang mempertimbangkan pelihara CX-3 1.5
