alexdonovan wrote:teretenteng wrote: Sat Jul 08, 2017 17:27
alexdonovan wrote: Fri Jul 07, 2017 13:02
Saya termasuk yang skeptis dengan mobil listrik. Instead of market driven / regulation driven, ini (IMHO) hype-driven.
Why?
1. Rechargeable battery will always have limited lifetime. The capacity decreases over that lifetime
2. Energy density of the battery, tetep ga sepadat gasoline untuk volume sama. It implies that the range cannot be made equal to ICE cars
3. Fast charging... Secepat apapun ga akan lebih cepat dari 5 menit (waktu iso full tank plus gesek CC)
4. EV is not as clean as it's perceived to be. Rare earth mining di Africa itu saat ini masih highly unregulated. Massive environmental damage are happening there. Also, rare earth metal are exactly that... They are very rare
Kendala yang saya tulis diatas semuanya teknis. Then again, sebagai orang teknik saya mesti tahu bahwa ada batasnya kita bikin suatu improvement. Saya yakin 4 item diatas bisa solved, but I won't hold my breath... And they won't be cheap
Kurangi green house emission yang paling feasible saat ini di Indonesia ya eliminate coal-fired powerplant...
Wind cuma bisa dipasang di NTB. Solar power is no longer cute when oil is at USD 40 / barrel
kenapa cuman di NTB Om? anginnya kencang2 emang Om?? parameternya apa?
klo visibilitas di NTB pasang kincir angin, tepatnya di daerah mana itu. sp tau dapat durian runtuh, bisa bikin kincir+generator buat mining energi listrik. hehehe
Sorry typo. Maksud saya NTT. Cuma disitu yang anginnya selalu ada sepanjang tahun.
Syaratnya bikin wind powerplant, angin consistently ada sepanjang tahun dengan minimum speed tertentu (saya lupa angkanya). Contoh, north sea, scotland, etc.
Iceland punya geothermal. Dia turbine blade-nya aja dari emas. Iceland can afford it, but not us.
Fuel cell based on H2 kelemahannya... H2 is not readily available in pure state. Mostly in H2O. Misahinnya energy extensive
Lebih masuk akal methanol-based (atau produk renewable lainnya). Kalo di ITB yang fokus disini ibu Isdiriayani dari Tekim.
Selama bukan jadi tenaga listrik utama, wind powerplant bisa dimana saja, asal anginnya mencukupi. Di lahan gunung2 yang diisi tower2 BTS saja bisa diisi wind power plant kok. Hanya saja tau sendiri, di Indonesia pada ga mau susah dan juga pada ga bisa merawatnya.
Lihat saja di Jerman, mereka bikin powerplant dari tenaga angin dimana-mana, tapi lebih sebagai backup power plant. Main power plant mereka itu menggunakan coal. Lihat saja RWE Power, mereka menghidupi listrik hampir seluruh Jerman.
Coal Power Plant itu sebenarnya lebih efisien dibanding dengan solar.
Indonesia itu sebenarnya kaya akan SDA, yang semua bisa dimanfaatkan sebagai power plant. Hanya saja regulasi dan "kebebalan" yang membuat di Indonesia ini tidak mau explore menggunakan yang sebenarnya, namun mau proyek gampangnya saja.
Jujur saja, itu lahan coal di Kalimantan kalau dibuat coal power plant di Kalimantan sana, saya yakin cukup2 untuk memenuhi kebutuhan listrik dari Sabang sampai Merauke. Realitanya? No comment