225 milyar, banyak orang yang bilang; mahal amat!!! mending buat sekolah, mending buat rumah sakit, mending buat...dll. Nah sekarang gw balik tanya deh, itu duit 225 milyar kalo..katakanlah ga dikasih ke Rio, emang yakin mau dialirin ke rumah sakit, pendidikan, sekolah, kesehatan, dll? Gw sih lebih yakin itu duit bakal pergi lebih ga jelas lagi juntrungannya.
Masalah kenapa ga cabang olahraga lain? Kalo pendapat pribadi gw sih ini jatuh2nya ke masalah existensi cabang itu juga, oke kita punya banyak bibit unggulan untuk renang, atletik, angkat besi, sampe bulu tangkis...tapi apakah disini ada yang pernah nyiarin, nontoin ato ngikutin yang namanya "kejuaraan renang dunia (ato apapun itu namanya)", siapa yang bisa dengan fasih top player untuk cabang2 tersebut? Bahkan untuk cabang populer bulut tangkis juga mungkin bukan mayoritas orang yang bisa nyebutin top playernya. Sedangkan F!? Siaran langsung hampir pasti ada tiap taun, minimal orang pasti ngeh sama yang namanya Hamilton, Vettel, Alonso, MErcedes, MClaren, Pit-Stop, dll. Kejam? Emang...kata siapa dunia ini baik untuk semua orang? PAda akhirnya pemerintha akan lebih melihat prestige sebuah cabor yang bisa "mengangkat" dan memperlihatkan Indonesia ke seluruh dunia.
Plus bahkan gw yang ga ngikutin karir Rio, menurut gw udah waktunya ko dia dikasih kesempatan ini. Tanpa gembar-gembor TV dan segala macam tetek bengeknya, tiba2 muncul ada kans jadi pembalap F1 dan sekarang jadi beneran pembalap F1. Cobalah dukung dia dulu, ga usah nyinyir duluan. Ada artikel di dtk.com yang menarik:
Pada suatu hari Lukman dan anaknya pergi ke pasar dengan menunggangi seekor keledai. Awalnya Lukman-lah yang menaiki keledai tersebut, sedangkan sang anak mengikuti di belakangnya. Dalam perjalanan, orang-orang yang melihat Lukman berkomentar sinis: "Lihatlah orang tua itu. Betapa dia tidak kasihan kepada anaknya. Dia enak-enakan naik keledai, sementara anaknya dibiarkan berjalan kali."
Mendengar gunjingan tersebut Lukman lantas turun dan menyuruh anaknya naik. Apa komentar orang? "Helloww... Lihatlah anak yang kurang ajar itu. Orang tua disuruh berjalan kaki, sedangkan dia begitu enaknya naik keledai."
Bereaksi terhadap rasan-rasan itu, Lukman pun naik ke atas punggung keledai. Bersama anaknya, mereka melanjutkan perjalanan dengan menunggangi keledai yang jelas lebih kecil dibanding kuda.
Apa yang dilakukan Lukman dan anaknya itu pun tidak lepas dari gunjingan orang. "Coba amati dua orang itu. Keledai sekecil itu ditunggangi berdua. Apa tidak kasihan?"
Lukman dan anaknya kemudian turun. Bingung. Akhirnya keledai tidak lagi ditunggangi, hanya dituntun. Yang demikian itu pun masih dikomentari orang. "Hahahaha... betapa bodohnya kedua orang itu. Punya keledai kok tidak ditunggangi."
Analogi yang pas, ahahahaha
Gw pribadi sih, jauhhhh lebih ikhlas uang pajak dari hasil keringet dan darah gw dipake untuk si Rio daripada dimalingin sama keparat-keparat berdasi untuk untuk ngasih makan daun-daun muda mereka

- uppsss - yg ini ga akan kena UU ITE kan?
