Teknologinya tidak rumit, tapi canggih
Pada era 1980-an hingga awal 1990-an, mobil-mobil bertampang jip bisa dikatakan menjadi penguasa jalanan. Hal ini sejalan dengan tren film-fim macho yang marak menggunakan mobil jip sebagai tunggangan pria-pria berotot penakluk wanita. Namun, mobil Jepang lebih banyak dipilih karena faktor harga.
Salah satu pemain nasional asal Jepang yang menjadi penguasa di segmen jip murah ini adalah Suzuki yang bernaung di bawah bendera PT Indomobil Suzuki International (ISI). Sebut saja varian Suzuki Jimny yang sampai saat ini masih jadi pilihan utama bagi penggila off road.
Bagi para penyuka olahraga melumpur, Jimny adalah jagoan di pasar low sport utility vehicle (SUV). Selain harga pasarannya damai, biaya modifikasinya untuk siap melumpur pun murah meriah. Menurut para punggawa Suzuki Jip Indonesia (SJI), kalau dihitung-hitung tak sampai Rp6 juta.
Faktor ini pula yang membuat para penggunanya tak khawatir kalau sewaktu-waktu bodi tunggangan mereka itu harus tergores atau penyok karena 'mencium' kerasnya batu. Namun, ada pula penggila off road berdasi yang enggan kepanasan atau sakit pinggang jika terus-terusan menunggangi Jimny di jalan raya. Maklum, Jimny sejatinya memang dirancang sebagai kuda tunggangan di jalan-jalan proyek atau perkampungan.
Untuk itu mereka lantas melirik Vitara dan Escudo yang bertenaga dan nyaman, tapi tetap mudah dimodifikasi dengan murah. Ini pula yang membuat pengganti Jimny, yakni SJ 413 Caribian 1.300 cc kurang mendapat sambutan.
Maklum saja, varian terganas Jimny ini dibandrol dengan harga di atas Rp100 juta. Ini tak hanya membuat penggila Jimny mati kutu, harganya pun hanya terpaut tipis dengan Escudo 1.600 cc bekas, tapi mulus.
Suzuki akhirnya memang merilis Suzuki Grand Vitara 2.000 cc awal tahun ini, namun harganya antara Rp190 juta dan Rp230 juta memang masih terlalu mahal bagi off roader berdasi berkantong sedang.
Untung saja kekosongan di ceruk ini tidak dimanfaatkan pesaingnya seperti Honda, Toyota, dan pabrikan asal Korea. Satu-satunya pabrikan yang mencoba bermain adalah JRD. Sayangnya, pemain asal Malaysia ini malu-malu untuk mengakui kalau mereka menjual mobil betulan.
Penantian ini semoga saja berakhir tahun depan, seiring membaiknya kondisi pasar otomotif nasional. Pasalnya, kemungkinan besar ISI bakal segera melepas senjata terbaru mereka di segmen low SUV.
Menurut rencana, di kuartal pertama 2007 bakal muncul SUV Suzuki berpenumpang empat orang bermesin intercooler turbocharge DDiS dengan teknologi berpenggerak empat roda (all wheel drive/ AWD) berkode SX4.
Soebronto Laras, Direktur Utama PT ISI, mengatakan pihaknya masih melakukan penjajakan dengan prinsipal untuk membangun fasilitas produksi SX4 di Indonesia, termasuk juga model Swift yang saat ini masih didatangkan dari Jepang.
"Saat ini SX4 dikenal luas di pasar Eropa, tapi sebentar lagi SX4 akan kami produksi di Indonesia. Tunggu saja tanggal mainnya," ujarnya.
Suzuki SX4 yang bermodel sedan tanpa ekor (hatchback) beratap tinggi ini dijuluki sport compact crossover (SCC). Pertama kali diperkenalkan di Eropa pada Maret lalu. Kendaraan ini diluncurkan dengan target produksi sebanyak 90.000 unit per tahun melalui pabriknya di Hungaria. Ini berarti produksinya naik 50% dari semula sebanyak 60.000 unit. Selain di Eropa, model terbaru juga akan dipasarkan di India.
Sistem komputer
Karena bakal menyasar segmen menengah ke bawah, sistem AWD yang disisipkan ke SX4 termasuk teknologi yang tak terlampau rumit. Pada SX4, torsi menyalurkan tenaga ke roda depan dan mendistribusikannya ke roda belakang jika diperlukan.
Meski sederhana, bukan berarti tak canggih. Sistem AWD milik SX4 dilengkapi sensor yang terhubung pada komputer dan akan memantau sekaligus mengontrol kecepatan roda dan bukaan gas.
Data yang masuk akan diolah komputer AWD untuk menetapkan kebutuhan torsi yang diperlukan oleh roda depan atau disalurkan ke roda belakang sesuai kebutuhan pengendaraan pada tingkat kecepatan yang aman.
Artinya, pada kondisi pengendaraan di jalan raya atau normal, seluruh torsi yang dihasilkan akan disalurkan ke roda depan. Jika sensor mendapati kondisi selip, komputer akan menyalurkan torsi ke roda belakang untuk membantu laju mobil.
Untuk menjalankan fungsi tersebut diletakkan sebuah kopling elektromagnet kecil seukuran kaleng minuman ringan di depan diferensial gardan belakang. Untuk operasionalnya, pengendara cukup menekan tombol mode lock yang berada di konsol depan jika akan melaju di jalanan yang licin. Pada kondisi perintah lock, komputer akan memerintahkan agar 30% hingga 50% torsi dibagi ke ban belakang sepanjang waktu. Sistem pembagian torsi tersebut secara otomatis akan dibatalkan jika kendaraan terus dipacu hingga jarum spedometer menyentuh angka 60 km/jam.
Sayangnya, hingga kini belum diketahui harga yang akan ditetapkan ISI untuk senjata terbarunya ini. Namun, bisa jadi akan bermain di harga Rp120 juta hingga Rp150 juta.
Untuk pasar Jepang, SX4 yang baru diperkenalkan pada awal Juli dengan dua varian mesin yakni 1.500 cc dan 2.000 cc dihargai antara 1,49 juta yen dan 2,04 juta yen atau setara Rp112 juta hingga Rp154 juta.
Dengan tingkat harga ini, SX4 akan bermain di atas SJ 413 Caribian 1.300 cc, di bawah Grand Vitara 2.000 cc, dan bisa berdampingan dengan Escudo 1.600 cc yang dibandrol dengan harga Rp160 jutaan.
Untuk mencapai harga tetap ekonomis, ISI wajib meluluhkan hati prinsipal mereka di Jepang agar mau memproduksi SX4 di Tanah Air. Bisa juga diproduksi serupa Swift di Malaysia untuk menekan beban pajak bea masuk mobil impor yang mencapai 40%.
Jika sampai akhir tahun ini ISI tak mampu melakukan hal tersebut dan mengharuskan untuk melakukan impor SX4 dalam bentuk CBU, bisa dipastikan harga SX4 bersaing dengan Grand Vitara 2.000 cc.
(sumber :bisnis.co.id)