Setidaknya itu adalah prinsip saya setiap kali melihat sebuah penawaran. Bahkan puluhan review mobil yang saya buat pun, selalu berawal dari ketidakpuasan melihat spek brosur dan review orang. Tentu saja tiap orang beda - beda, ada yang puas dan bisa beli mobil bermodal baca brosur, ada yang harus test drive dulu, ada yang bahkan saking kaya dan berduitnya penasaran sekali langsung coba.
Saya tipe yang kedua…. karena tidak ada duitnya buat beli 1-1 wkwk.
OK kita sama - sama tau di jagat SM ini setiap ada bahasan tentang EV (tentu saja thread ini juga) pasti rame pro-kontra. Saya selalu di pihak yang kontra jika membahas dampak environmental dan sosial nya. Buat saya EV is pure business. Omon-omon kosong soal environment itu hanya bumbu marketing seperti sedotan kertas dan plastik - yang dua - duanya sama juga merusak lingkungan. Hanya yang satunya terurai lebih cepat - saking cepatnya kita masukkan ke minuman pun langsung meleyot dan akhirnya pakai lebih banyak karena cepat rusak.
Tapi di sisi lain, saya tetaplah seorang enthusiast otomotif - dalam arti, jika ada sebuah pabrikan bisa offer sesuatu yang lebih dari sekedar daily econoboxes yang hanya mementingkan konsumsi BBM atau konsumsi listrik murah.
Sayangnya, sudah kadung selama ini tawaran EV itu semua membosankan. Saya bisa terima EV kalau memberi Tesla-level of performance spt yang didemonstrasikan oleh reviewer kondang luar. Tapi jika anda beri saya sebuah AirEV atau Binguo, itu hanya 2 mobil yang diciptakan untuk lucu - lucuan saja. Nggak meant for serious performance. Lebih baik beli Honda Brio lalu dioprek krn lebih murah dan tetap irit plus twice more fun.
Yes, we want these kind of EVs.
Tapi belakangan, penetrasi China mulai santer di urusan EV. Termasuk mulai merangseknya brand top mereka urusan EV (akhirnya) masuk pasar passenger car : BYD.
BYD sejujurnya bukan merek baru di Indonesia. Sudah dari 2016 tapi menyasar pasar fleet. Taxi Blue Bird pun sudah pakai BYD dari lama.

BYD memasukkan 3 varian mobil : Dolphin, Atto 3, dan top of the line : Seal. Nah, yang terakhir ini menarik. Klaimnya 0-100 bisa dalam 3.8 detik yang type AWD. Artinya mobil ini memang dilahirkan untuk performa tinggi, dan tentu saja, jika anda punya sebuh EV company, penting untuk punya 1 lineup untuk performance stunt, karena itu kelebihan anda.
Tentu saja saya nggak tertarik, atau paling tidak belum ingin punya - tapi nggak ada salahnya juga dicoba. Kalau saya nggak bisa pegang Tesla setidaknya saya udah pernah nyentuh “Chinese copy” nya Tesla - BYD Seal.
Mampirlah saya siang itu ke BYD Arista Semarang yang masih separuh under construction krn saya juga dapet kebagian orderan ke sana beberapa kali oleh subkontraktornya. Sempat kecewa karena adanya hanya unit TD Dolphin, tapi nggak lama ada Seal hitam muncul. Gayung bersambut, langsung saja saya sepik untuk TD.
Seal nya putih... iya iya ini show unit
The Chinese Model 3 ?
Melihat Seal, susah buat saya nggak menganggap mobil ini mengcopy formula dari Tesla Model 3. Modelnya sangatlah mirip, sizenya hampir - hampir mirip, figur performanya mirip, bahkan interior yang kontrolnya hampir semua dipusatkan pada layar pun sangat Tesla-like.

Tesla Model 3
Bentuknya sangat biasa aja mungkin kalau kita bukan pecinta mobil kita juga nggak akan ngeh ini mobil apa, bakal dikira semacam Mazda atau Chevrolet. Inilah masalah utama saya dengan EV - semuanya dibuat seperti smartphone yang akan dilupakan 3 detik begitu melihatnya karena tak ada beda antara iPhone dan Samsung, misalnya.
Pada EV, semua bentuknya nyaris mirip dan nggak ada unsur kreativitas - form follow function seperti pada ICE. Pada EV hanya plain battery dan body saja. Sementara ICE ada unsur “seni” karena ia harus ngikutin kemana arah pendinginan mesin, kemana tunnel transmisi, pendinginan rem, letak tangki bensin, dll. Memang jadi repot, tapi otak kreatif manusia itu akan main jika banyak limitasi pada desain.
Bannya menggunakan r19, 235/45/19 dengan ban Continental ….. EcoContact 6, yang mana implikasi penggunaan ban ini akan saya jabarkan di driving.
Too much gimmick, too little substance
Interiornya juga sangat Tesla-like. Layar besar di tengah itu menjadi pusat kontrol hampir 80% fungsi mobil kecuali perseneling. Layarnya bisa rotate, gimmick keren yang bentar lagi akan jadi mainan anak anda dan ujungnya ketika layarnya rusak maka AC pun nggak berfungsi karena hal sesimpel kontrol semburan AC pun harus lewat layar. Phew.
Kualitas panel - panelnya pun cukup rapih, walaupun secara desain rada acakadul karena itu dashboard rasanya kayak ventilasi AC semua. Steernya punya feel sporty, enak digenggam, ukurannya pas, tapi information display nya ntah kenapa pelit sekali. Padahal ini lebih penting daripada layar besar di tengah itu.
Sayangnya buat saya interior Seal lebih banyak gimmick daripada fungsi yang saya banyak sekali pertanyakan :
Pertama jika ini memang diperuntukkan sebagai family sedan maka duduk belakangnya kurang bersahabat untuk orang tinggi. Kaki penumpang tidak bisa masuk ke bawah jok depan. Artinya terima nasib saja paha agak naik.
Yang kedua adalah jika orang rame - rame membully sunroof HR-V, Seal punya model panoramic roof yang mirip. Malah sepanjang perjalanan covernya tidak dipasang. Ok peredam kacanya memang ada, tapi tetap saja saya nggak terlalu suka nyetir dengan cover dibuka covernya siang - siang. HR-V yang diberi shade tambahan saja tidak membantu. Kemarin sepanjang sesi saja saya ngerasain terik matahari masuk dikit2 makanya saya langsung kaget kok cover panoramic roofnya tidak ada.
Ketiga ya tentu saja semua kontrol terpusat ke layar besar. Di saat orang itu protes dengan tombol touch capacitive yang berpotensi bahaya ketika mengemudi, ini malah hal sesimpel AC saja semua kontrolnya di layar.
They didn't tell you it can't handle its power, eh?
Model yang dicoba adalah Extended Range Premium. Single motor, Range 650 Km claimed, power 308hp dan torsi 360 Nm. Claimed 0-100 adalah di sekitar 5.5 detikan. Jadi ini bukan tipe tertinggi yang 0-100 nya dalam 3.8 detik.
Seating position, perfect. Duduk di dalam Seal ini feelnya memang seperti mobil sport. Steernya juga mengingatkan saya dengan McLaren 650S yang pernah saya coba. Walau nggak bisa dibilang rendah-rendah banget duduknya, tapi tetap nggak terasa aneh karena biasa mobil China bahkan seperti Chery Omoda5 saja duduknya tetap terasa aneh. So far, semua soal ergonomi nyetir di mobil ini saya cukup positif.
Tuas transmisi walau bentuknya aneh tapi mudah dioperasikan. Walau saya juga bingung kenapa China suka bentuk tuas transmisi yang hora umum begini. Well tapi nggak cocok sih disebut tuas transmisi wong nggak ada transmisinya juga.
Jalankan mobil dan as expected. Effortless. Pertama mobil jalan masih eco mode. Mobilnya terasa jinak tapi ntah kenapa feel nya seperti kekuatan regen brakingnya terlalu kuat. Ini jujur yang bikin saya nggak terlalu suka nyetir EV atau hybrid atau apapun di mode eco karena akhirnya rasa yang didapatkan ndut-ndutan, nggak loss. Sama seperti nyetir Kicks atau IONIQ5. tetap saja mode paling enak itu sport karena lebih loss dan minim regen braking.
Ya sudah, selama test drive jalanin saja mode sport langsung. Toh memang itu tujuan mobilnya diciptakan, bukan?
360 Nm itu angka yang wajar saja untuk sebuah mobil. Itu angka torsi Toyota Fortuner 2GD. Tapi masalahnya, di mobil ini 360 Nm itu langsung di berikan dan melesat begitu cepat. Sekedipan mata, mobil sudah sampai ke 100 km/h dalam jarak pendek. Wow. Kulkas berjalan ini mampu melejit secepat itu. Untuk overtaking mobil apapun di jalan tentu saja tidak sulit. Apalagi hanya meladeni bocil pakai Fortuner arogan modif dibayarin bapaknya. Dengan tampang sebuah sedan biasa, tentu saja nggak akan terlihat flashy seperti bawa M3 atau Porsche 911 yang ditabrak Xpander mabuk. Mobil ini dilimit secara elektronik di 180 km/h yang mana mudah sekali dicapai pastinya. Agak sayang.
Tapi untuk mobil sekencang ini…. I don’t feel safe driving it.
Entah kenapa setiap kali berakselerasi, ada feeling bahwa mobil ini sulit dikontrol dengan torsi se-instan dan sebesar itu. Problemnya yang juga saya baru lihat setelah test drive : type ban nya “Continental EcoContact 6”. Dengan judul ban “Eco”contact, saya akan sangat berprasangka buruk karena artinya betapapun BYD mendesain mobil ini sebagai sport sedan, Range tetaplah concern utamanya. Karena ini praktek yang umum di semua EV di manapun akan dilengkapi ban yang “Eco” untuk meningkatkan jarak tempuh. Sampai pada taraf saya merasa lebih percaya diri ngebut pake Fortuner 1GD modif dibanding pake Seal. Kenapa BYD, kalian bikin sedan bisa lari kenceng gini dan masih mikirin range?
OK mungkin fans EV akan bilang ya tinggal ganti bannya saja. Ya itu membantu, tapi treadwear ban performa tinggi seperti Michelin Pilot Sport 4 itu tidak akan panjang jika diberi torsi instan dan bobot mobil seberat Seal yang kurang lebih 1.8-1.9ton. Belum potensi range berkurang drastis.
Lalu seluruh set suspensi mobil ini didesain lebih pada kenyamanan dan tidak ada air suspension atau adaptive suspension. Artinya walaupun di upgrade dengan ban performa tinggi, balance mobilnya tetap nggak bagus. Beberapa kali terasa untuk manuver mobilnya terasa berat dan terlalu soft. Mirip dengan bawa IONIQ 5 yang rasanya demikian kalau belok.
Ketiga, steernya tetap saja terlalu ringan ketika di sport mode.
Artinya, ya nggak salah claim BYD bahwa ini sedan kenceng di lurusan, tapi BYD memang nggak pernah mengklaim suspensi mobilnya mumpuni buat belok kenceng.
Still, the cheaper alternative.
Silahkan kalo ada yang bilang saya hater mobil China atau hater EV atau apalah. Tapi beberapa pengalaman masih membuktikan bahwa mobil China itu mungkin bagus - tapi bukan sebagai sebuah engineering prowess. Belum ada yang mengagumkan atau breakthrough. Saya percaya Jepang dan Jerman punya jam terbang lebih tinggi - dan itu yang belum dipunyai China sehingga mobilnya terkesan half-baked walau tentu saja secara resources mereka sekarang menang banyak.
Mobilnya terkesan dibuat oleh satu tim yang nggak saling komunikasi dan hanya terkesan hasil reverse engineering mobil - mobil yang mereka “bajak”. Alhasil, suspensi, mesin (atau motor), interior, semuanya seperti nggak sinkron. Beruntungnya EV itu tidak pakai transmisi jadi nggak ada itu seperti Wuling Almaz yang berantakan sekali. Buat saya, secara engineering Tesla lebih matang di model 3 karena fitur - fitur di Tesla pun dapat menyokong kemampuan mobilnya.
Tapi don’t get me wrong - sebagai consumer product, BYD Seal adalah produk yang dapat dikatakan mumpuni untuk bersaing dengan Tesla. Bahkan BYD pun terjual lebih banyak dari Tesla. Tentu saja sudah rahasia umum betapa kacrutnya build quality Tesla di manapun, dan saya rasa BYD tak punya reputasi punya build quality kacrut walau dipertanyakan juga reputasinya sebagai mobil yang “gampang kebakar”.
Dan dengan harga 1/2 nya Model 3, saya nggak akan bilang Seal sebagai mobil yang nggak menarik. Tentu saja gimmick 0-100 kenceng nya menarik, dan untuk orang yang sekedar punya-punyaan mobil listrik kenceng, lebih enak beli BYD Seal daripada IONIQ5. minimal bisa kita bawa ke Sentul drag race untuk flexing sama seperti awal - awal tren modifikasi diesel dulu ngasepin Evo sampai Porsche.
So yes, welcome BYD!