Halo! Kali ini saya akan review mobil lagi..

Pesan tersebut diakhiri dengan sedikit curhat dan pertanyaan rekomendasi small sedan apa yang saat ini menurut saya paling worth to buy dari masing-masing kelas rentang harga.D wrote:
"Go, tahun ini kok kayaknya yang kau review mobil-mobil mewah semua? Ada E-type, MINI, sama Evoque.. Ayo dong review mobil biasa lagi.. Kesannya jadi terlalu eksklusif review mu."
Jujur, membaca pesan ini saya ada sedikit perasaan takut.. Takut kalau yang dinyatakan oleh beliau juga dirasakan oleh pembaca yang lain. Bukan takut terkesan akan selalu eksklusif, akan tetapi takut jika ekspektasi pembaca jika melihat saya review mobil "biasa" lagi akan menilai kalau pandangan saya akan terlalu subjektif dan tidak balance karena lebih sering review mobil "mewah".


Balik ke mr. "D", untuk berterima kasih karena secara tidak langsung telah mengingatkan saya, I want to do him a favor. Saya mau coba bantu beliau mencari small sedan baru apa yang terbaik saat ini, dan akan buat review-nya.
Sambil melihat list mobil small sedan baru apa saja yang ada di pasaran, nanya-nanya di WaSem (thanks oom Iming, dkk dan Peyot di lapak sebelah



Akhirnya, saya telfonlah rekan saya yang lain yang memang sepermainan dengan si "D" tadi, sebut saja namanya Mawar (bukan nama sebenarnya.... dan batangan...


*Beep! - Telfonnya pun di tutup tanpa nunggu saya balas omongannya.Mawar wrote:
Kebetulan c#k lu telfon.. Ini temen awak ada yang mau minta mobil sedannya lu review! Ntar kita kesana ya jam 12-an!
Ow, kampret.


Saya lihat jam, menunjukkan pukul 11 pagi. Dan saya belum mandi, apalagi sarapan. Di tambah badan lagi lemes efek begadang sampai subuh hari sebelumnya, padahal si Mawar bakal datang sejam lagi. Betul-betul tidak dalam mood untuk menerima tamu, apalagi review mobil.
Ow, kampret kuadrat.




------------------------------------
Sejam kemudian, setelah siap-siap seadanya, terdengar bunyi klakson. Si Mawar sempat menyatakan kalau mobil yang akan di review adalah sedan, membuat saya betul-betul berharap semogaa yang datang adalah Altis baru, atau Focus sedan tipe tertinggi, atau minimal Vios baru lah..


Saya buka pintu depan, finger crossed.... Dan...... Walah.. Yang terlihat adalah sebuah BMW M135i berwarna biru, dan sudah terparkir manis di garasi saya.... Tetep bukan mobil "biasa" donk... Malah masuk kelas "mewah"...


I'm sorry Mr. "D"... Sepertinya belum bisa kali ini saya review small sedan terbaik versi saya............
...Or... Is it?
SHORT HISTORY
Sengaja nulis pakai "Short" biar yang suka skip baca sejarahnya ikut baca, hehehe...

M135i masuk dalam keturunan 1-series, awal lahir di tahun 2004. Kenapa BMW repot-repot bikin kelas dibawah seri-3 lagi padahal nyaris 60% penjualannya di awal tahun 2000 merupakan varian dari seri 3? Karena BMW sudah mengetahui setelah E90 series, seri-3 tidak akan bisa lagi disebut sebagai entry level car. Dengan ukurannya yang semakin besar, trimming yang semakin mewah, dan fitur yang semakin banyak, seri 3 bukan lagi mobil yang simpel, yang utamanya ditujukan sebagai "hot" car. Dan melihat dari lanjutannya E90, yaitu F30, hal ini sangat terlihat. Seri 3 bukan lagi mobil yang "simple" yang dulu di banggakan oleh para enthusiasts, bahkan 335i saja lebih mengutamakan kenyamanan ketimbang fun factor, it isn't pure anymore.

Dari review 335i saya: http://www.serayamotor.com/diskusi/post ... 9&p=546429
AD74YA wrote:
Seri yang saya coba adalah jenis line-up satu-satunya 335i yang edar di Indonesia yaitu Luxury. Perbedaan utama dari kelas Luxury ini dibidang eksterior terdapat di adanya chrome dibagian bumper depan yang mana BMW dengan agak alay menyebutnya High-Def Gloss. Beberapa chrome ini ditempatkan di grill, 2 strip di bagian tengah air scoop dibawah grill, frame kaca, di bumper belakang, dan tailpipe.
.....
Interior
Di 335i Luxury line, ada beberapa poin yang berbeda dengan yang lain yaitu penggunaan Nappa leather warna beige di sekeliling interior, termasuk jok dan doortrim. Selain itu terdapat wooden panel warna coklat di dashboard dengan aksen garis pemanis bermotif diamond.
........
Secara desain, jujur saja untuk kelas seri 3, sangat striking. Dari setir yang dari jaman dulu di seri 3 selalu cupu, di F30 ini berubah menjadi enak dilihat, panel tengah dan konsol tengah yang sengaja di desain semi asimetris sangat enak dilihat.
........
Tapi jujur saja, desain bukanlah kelebihan utama dari F30. Kelebihan utama interior F30 adalah luasnya ruang yang diberikan. Legroom depan memang tidak ada perbedaan yang terasa signifikan dengan E90, tapi legroom belakang jauh berbeda. Selain itu headroom terasa sangat lapang baik di depan maupun belakang. Dan...
.........
Bagasinya juga terlihat bertambah jauh lebih besar.
.........
Test Drive
Setir di F30 terasa ringan, sangat ringan malah untuk ukuran BMW. Selain itu ukurannya terasa sangat kecil.
..........
Kedua, entah karena DEC atau apa, driver bisa merasakan suspensinya secara adaptive real time bekerja menyesuaikan dengan keadaan jalanan dan manuver mobil. Hasilnya, pada saat menikung akan ada sedikit resistensi dari goyangan mobil untuk menjadi liar (gimana cara jelasinnya bingung). Sehingga mobil terasa sangat stabil dan aman.
Inilah dimana seri-1 dicanangkan sebagai penerus old characteristics dari seri-3 yang dicintai semua enthusiasts. Small, front engine, rear-wheel drive, and that is it. Untuk mendukung hal ini, seri-1 dibangun dengan platform yang 60% berasal dari E90, bahkan sampai ke M135i yang saya review; transmisi, mesin, suspensi depan-belakang sama, hanya dengan wheelbase lebih pendek, dan penyesuaian chassis. Hal ini bertujuan agar essence direct breed dengan seri-3 tidak sepenuhnya hilang. So, in a way, 1 serie is 3 serie-simplified.

Sayangnya, track record seri 1 kurang begitu baik pada awal peluncurannya. Media tidak menyukai bentuk eksteriornya; karena fascia depan seri 1 seperti orang blo'on, dan proporsi badan keseluruhan yang terlihat aneh. Pun begitu dengan konsumennya yang kecewa dengan standar kualitas di interior yang menurun drastis, dan pantulan suspensi keras tapi disertai steering yang awkward dan cenderung terasa distant.



But then, it got better. Setelah facelift pertamanya di tahun 2007, BMW meluncurkan 135i pertama dalam bentuk coupe yang mendapatkan pelebaran di suspensi depan, mesin I6 biturbo N54, dan steptronic, dan mobil ini mendapatkan sambutan hangat dari press yang menyebutkan bahwa BMW telah berhasil membuat coupe yang sama fun-nya dengan Mini Cooper. Puncak kejayaan seri 1 adalah saat diluncurkannya 1 Series M Coupe, atau lebih dikenal dengan BMW 1M, di tahun 2011. Mobil yang begitu fun dan sempurna sampai Jeremy Clarkson (Top Gear) memberinya 5 bintang,



Diluncurkan dengan kode F20, semua all-new series 1 menggunakan mesin longitudinal dalam bentuk hatchback, new aluminium multi-link suspension dan RWD (di beberapa negara ada yang AWD). Walaupun begitu, F20 memiliki wheelbase lebih panjang dari generasi sebelumnya (E87), dan overall lebih panjang 10 cm, dan lebih lebar 20 cm, ukuran yang mendekati besarnya BMW M3 E30, dan menjadikannya masuk dalam ranah ukuran small sedan.


M135i yang saya review memiliki kode F21, diluncurkan November 2012, tepat setelah wafatnya 1M... Dan sebagai un-direct successor-nya 1M, M135i memiliki spesifikasi performa yang nyaris 11-12 dengan 1M: torsi yang sama (450 Nm), horsepower lebih sedikit hanya 15 HP dari 1M (M135i's 320 HP vs 1M's 335 HP), dan RWD.






Hmmm... Bentar.... Mobil suksesor BMW 1M yang menang Top Gear Award 2011 dengan performa setara, dengan ukuran lebar dan tinggi persis Honda Civic, dan panjang persis E30 sedan, yang artinya masuk ranah ukuran small sedan.
Well, this might be my lucky day... This car might be the best small sedan in the market today. And, if so, I dedicate this review to you, Mr. "D".

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
REVIEW
Sebagian sudah di jabarkan di atas, saya tulis pendek saja disini. Varian yang saya test merupakan Estoril Blue BMW M135i 2013, dengan optional ZF 8-speed automatic single clutch. Memiliki mesin TwinPower Turbo (single turbo with turbo scroll) L6 Valvetronic, double-Vanos, dan High Precision Injection. Aluminium multi-link Suspension, ventilated 4-pot disc brake, rear-wheel drive coupe. Power to weight ratio 219 bhp/tonne. Bingung? Sama. Saya juga gak ngerti kok nulis apaan...

Secara simpel dalam bahasa manusia: it's f#ckin' fast on paper. Power to weight nya lebih besar 50 bhp/tonne dari Golf GTI Mk 7 yang katanya hatchback paling hot saat ini



Tapi....... Ada fakta unik dari M135i, yaitu; mobil ini merupakan gado-gado parts dari seri BMW yang lain:
Chassis dari E90, mesin dan transmisi dari BMW 740i 2012, rear suspension dari F30, dan steering rack dari 1M. Sebuah kombinasi yang lumayan acak adut untuk sebuah mobil dengan lambang M

Dan ternyata memang benar, M135i tidak di bangun, bahkan tidak di desain oleh M Division di Munich, melainkan di 1-series' Leipzig production line.



So that is all.. Mobil kecil, ringan, dengan wheelbase pendek, 320 HP, RWD, and no locking-diff. What could possibly go wrong?

EKSTERIOR



Pendek saja. Saya tidak suka depannya, saya tidak suka sampingnya, saya tidak suka tarikan garis keseluruhannya, dan satu-satunya yang bisa saya nikmati hanya bagian belakangnya. Bahkan DRL dan LED lampu belakang pun terlihat stupid di mata saya. Mobil overall terlihat terlalu tinggi, bagian depan terlihat terlalu lebar proporsinya, dan desain bumper depan-belakangnya terlihat terlalu ricer di mata ane, mengingat ini bukan proper M-car.


Adapun detail eksterior yang saya sukai yaitu spionnya yang diambil dari F30, dan velg 18" yang bertengger manis terlihat proporsional dengan low-profile tires dan desain palang 5 belah nya yang agresif, dan lambang BMW di belakang yang sekaligus menjadi tuas bagasi, mengikuti Golf, dan hanya ditemukan di seri 1 dan seri 6 BMW.



Ya, intinya saya gak suka eksteriornya.

INTERIOR
Interior M135i ini banyak yang saya sukai. Antara lain layout terbarunya yang mengikuti F30, tombol-tombol gak penting yang tersusun rapi, jok barunya yang terlihat cukup proporsional, tidak ketinggian, dan tidak ketebalan. Tuas transmisi sudah menggunakan desain joystick, dan disampingnya ada tuas pengganti mode karakter mobil (SPORT-COMFORT), dan, oh yeah, proper handbrake.



Masuk ke row-2, ternyata ruangannya cukup proper untuk dinaiki 3 orang (dengan skala tinggi saya: 168 cm). Salah satu coupe terluas yang pernah saya masuki dibagian belakang setelah Scirocco dan terkesan sama nyamannya dengan 2011 E-class convertible. So, kalau ada yang nanya, apakah M135i merupakan proper 5-seater? Well, yes, more or less. Seluruh kursi dilapis oleh kulit, yang saya nggak tau apa jenisnya tapi sangat tidak terasa mewah untuk harganya.


All in all, seperti biasa, interiornya tidak terlalu perhatian di detail; seperti lipetan kulit glovebox kelihatan tidak rapi, bagian headrest banyak kerutan, kursi belakang juga penuh kerutan, plastik silver dan abu-abu yang terkesan murahan, layar i-Drive yang static membuat debu mudah menempel, dan trimming fabrik di bagasi yang terlihat agak tidak rapi dibagian pertemuannya dengan panel plastik bagasi. And, yes, it's a German CBU.
Overall, interiornya predictable, tidak ada yang spesial, masih sangat khas BMW. Semua sangat fungsional, mudah diraih, dan dengan angle seluruh indikator (termasuk layar i-Drive dan tombol-tombol audio-aircon) yang 30% lebih condong ke arah driver, tempat yang paling menyenangkan untuk duduk ya di kursi drivernya.
TEST DRIVE
Ok, inilah bagian terpenting untuk mobil seperti ini. Saya duduk, dan menyalakan mesinnya yang sudah menggunakan tombol Start/Stop. Body mobil berguncang pada saat ignition diiringi suara gemuruh knalpot ala M-division pada detik berikutnya.
Brrruuummmm!!....
Wow.
Hanya kata itu yang keluar dari mulut saya, karena diluar ekspektasi saya yang selalu under estimate mobil ini sebagai not-an-M car. Mobil ini agar bisa bekerja sempurna harus menunggu mesinnya panas terlebih dahulu. Saya berencana untuk membawa mobil ini ke suatu tempat dimana saya bisa mengeksplorasi seluruh kemampuannya; suatu tempat dengan jalanan lebar dan sepi. Setelah mendapat saran dari si Mawar, saya pun menetapkan tujuan ke daerah Prasetya Mulya BSD.
Hmm.. Prasmul berjarak 40 km dari rumah saya, jarak yang cukup jauh. Saya pun memutuskan untuk mengawali kencan saya dengan M135i dengan mode Comfort seorang diri, diikuti oleh si Mawar dan temannya dalam BMW 520i 2013. Initial feeling yang saya dapatkan dari mengendarai mobil ini di dalam kota Jakarta dengan kemacetan yang khas:
1. Posisi duduknya sempurna, dan joknya sangat supportif. Tidak seperti seri 5 yang terkesan duduk agak terlalu far right, di M135i ini terasa pas. Walau untuk konsep mobilnya, posisi duduknya terasa agak sedikit ketinggian untuk selera saya.

2. Setirnya untuk kecepatan biasa terasa agak terlalu chunky walau diameternya pas. Dan beratnya menyenangkan, masih termasuk ringan kalau dibanding sama BMW jadul karena sudah pakai EPS, tetapi settingannya lebih berat dan reaktif ketimbang F30. Dengan lock-to-lock yang jelas dan akurat. Dengan feedback yang agak terlalu minim, setirnya tidak terlalu komunikatif saat jalan pelan.
3. Dengan ban biasa, bukan RFT, pantulan kerasnya sangat reasonable dan acceptable, pun begitu dengan road noise nya. Sama berisiknya dengan 335i, akan tetapi jauh lebih masuk akal di M135i.



4. Karakter mesinnya... Wow.. Galak dari awal pedal disentuh. Dalam mode Comfort, bodyroll dengan sengaja dibiarkan tersisa sedikit. Tidak mengganggu, malah menambah fun saat manuver di tengah kemacetan. Mobil ini seperti anjing terrier yang sedang ngejar-ngejar remote control, sedetik dikiri, dengan sedikit flick detik berikutnya bisa ke kanan, semudah menjentikkan jemari tangan.



5. Pantulan suspensinya keras, tapi totally acceptable. Tidak harsh sama sekali, dan dengan jok yang supportif, tidak capek mengendarai mobil ini.
Memasuki jalan toll, saya ubah mode-nya ke Sport. Dan setelah gerbang toll, saya pacu mobil semaksimal mungkin. Suara exhaust meningkat beberapa tingkat, ditambah suara induksi di mesin depan, saya ereksi mendengar suaranya. Yes, it is a bit synthetic, but no, suaranya sangat intriguing dan dominan terkesan natural.
Range suaranya sangat lebar, dan menurut saya, hanya berada 1 level di bawah suara proper M car.

Pada mode Sport, body roll berkurang dengan signifikan, pantulan suspensi menjadi lebih keras, dan variable-ratio steeringnya secara default menjadi berat. Ban low-profile Michelin Super Sports nya sangat grippy, dan pada manuver kecepatan tinggi, mudah sekali memprediksi limit grip dari ban. Remnya pun memberikan assurance sangat tinggi. Menyenangkan!
Di atas jalan tol menuju BSD, melesat hingga 200 kpj sangat mudah, dan mobil sangat stabil. Adapun kekurangannya adalah wind noise yang besar dan road noise yang sedikit berlebihan dari yang dibutuhkan. Yang jelas, keduanya terkalahkan oleh kenikmatan suara knalpot M-performance yang luar biasa merdu di high-rev (rasa sintetik hanya terasa di putaran bawah-tengah).
Masuk ke area BSD yang macet, saya menggunakan mode Comfort lagi hingga tiba di area Prasmul. Dan setelah berada tepat di area yang saya tuju, yaitu area dengan aspal 3 lane yang halus dan nyaris tidak ada mobil sama sekali, disinilah test sebenarnya dimulai.

Mobil dalam kondisi diam, setting mobil di mode Sport+, dan getaran knalpot yang terasa membuat mobil ini terasa threatening. Perasaan yang tidak akan pernah di dapat di Golf GTI. Dengan memegang setir dengan 1 tangan, dan stopwatch di tangan lainnya, saya bejek gasnya dalam seketika.
Rrrooaaarr!!!
Mesin dan knalpot meraung dengan galak, wheel spin sempat terjadi tapi dilanjutkan dengan traksi superbesar dan melejitkan mobil dengan luar biasa cepat dan stabil. Tidak ada torque steer karena ini RWD. Badan terhempas ke dalam jok dan mata susah fokus antara speedo atau jalan karena jarum speedo naik dengan cepat. Efek akselerasi yang sama sensasinya saya rasakan saat dipaksa main slingshot di Kuta, Bali. Waktu yang saya dapatkan adalah 4,7 detik, entah gimana lebih cepat 0,2 detik dari klaim BMW yang 0-62 mph dalam 4,9 detik. Mungkin saya yang salah, but, believe me, it feels as fast as its claim.



Oh wait, test session belum berakhir. Next menu is feeling how it behaves on corners.

Matikan traction control, tetap berada di Sport+ dan larikan mobil menuju sebuah tikungan lebar ke kanan, dilanjutkan dengan tikungan cepat ke kiri dan ke kanan, rangkaian jalan yang agak technical. M135i melahap semuanya dengan sangat menyenangkan dalam mode ini. Keseluruhan mobil terasa rear-driven, sehingga setiap melahap tikungan driver harus melakukan koreksi setir sendiri, pada saat memasuki tikungan dengan kecepatan tinggi M135i terasa sedikit understeer, dan dilanjutkan dengan sedikit oversteer keluar tikungan yang menyebabkan bagian belakang mobil terasa sedikit bergeser tapi dalam batas yang ditentukan oleh safety control. Keluar tikungan dengan pantat bergeser karena oversteer, lalu bisa mengoreksinya untuk kembali mendapatkan grip, atau bisa menahan pergeseran rear-end nya menghasilkan drift lebih panjang, keduanya bisa dilakukan dengan mudah.




Adapun downside-nya, yaitu jika melewati jalan jelek saat manuver dengan kecepatan tinggi, balance mobil ini agak terganggu, dan karakter mobil berubah menjadi harsh sesaat agak tidak terprediksi. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena tidak adanya M diff-lock, sehingga beberapa kali saat manuver, terasa koneksi ke rear suspension terasa menurun drastis, dan malah seakan letak ban belakang saat menikung terasa tidak pada tempatnya, membuat feedback saat oversteer menjadi tidak akurat, sehingga menurunkan keyakinan untuk memacu mobil lebih jauh. Bahasa simpelnya; pada beberapa kali saat di push kencang di tikungan, feel bagian belakang terasa hilang, dan mobil terasa loose.


Lalu rem-nya, rem-nya pada keadaan manuver terasa tidak terlalu responsif, walaupun cengkeramannya kuat. Ada jeda yang mungkin hanya sepersekian detik, akan tetapi sering kali membuat momen penting untuk reassurance masuk tikungan menjadi hilang karena respon pedal rem yang sedikit agak terlambat, malah membuat beberapa kali salah tekan menjadi terlalu besar rem nya, walau most of the time bisa diakali dengan flick setir dan heel-toe sehingga bisa lebih oversteer.
Akan tetapi kekurangan ini tidak ada seberapanya dibanding dengan kelebihannya. Ada 4 kelebihan mobil ini yang, I'm pretty sure I will say this, membuat mobil ini terasa menjadi mobil hatchback/ small sedan paling menyenangkan yang pernah saya kendarai. Melebihi MX-5, GTI Mk 6, TSI Mk 7, Impreza WRX STi, Scirocco 2.0, C250, F30 335i, dan beberapa yang lain yang saya lupa apa saja yang pernah saya coba. Bahkan bagi saya, M135i lebih demanding dari Porsche Boxster 2700cc with PDK yang pernah saya coba dan membuat saya ditilang 200 ribu di Thamrin.

Penasaran apa saja? Ok, here goes:
1. The fast steering rack. Steering rack yang digunakan di mobil ini begitu baiknya hingga tidak ada jeda sama sekali ketika setir digeser dan roda berbelok. Jarak sempit lock-to-lock membuat hanya perlu flick sedikit untuk membuat mobil berubah arah. Walaupun feedback yang diberikan cenderung seadanya karena penggunaan EPS, kecepatan dan ketepatan arah setir selalu 100% sama dengan arahan tangan kita dan mobil ini bisa berkomunikasi menggunakan kelebihannya ini.

2. The sound. Tidak bisa dipungkiri, suara mobil ini akan selalu jadi elemen terbaik saat kapanpun dimanapun, tidak perlu kecepatan rendah atau tinggi. Bahkan saya tidak melirik speaker HK-nya sama sekali, saya betul-betul lupa menyalakan audio sejak mobil ini keluar dari garasi. Saya tidak terlalu suka suara induksi, tapi suara yang sinkron dengan bass kering yang keluar dari M-Performance exhaust betul-betul adiktif, terutama blurping tiap lepas gas dan downshift. Sayang suaranya terkesan telah di tuning dengan software pada putaran bawah-tengah sehingga terkesan ricer, tapi tak bisa dipungkiri kalau M-tuned engine sound selalu menjadi salah satu tone terbaik di dunia mobil.



3. The gearbox. ZF 8-speed special tuned for M135i. It is a real triumph! Pada saat initial driving di mode comfort dan melaju kencang di toll, saya sempat mengira bahwa M135i menggunakan DSG karena shift nya yang super-cepat sampai dalam batas mustahil single-clutch bisa shifting secepat dan selembut ini. Ternyata saya salah. Betul-betul salah. Saya terlalu menganggap remeh kemampuan ZF dalam membuat dan melakukan tuning pada transmisinya.. Transmisinya hanya single-clutch! Dan major component-nya sama persis dengan yang digunakan di 335i, tapi bisa memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Di mode automatic, gearbox bekerja extra cerdas hingga transmisinya tidak bingung memilih gigi dan menahan di gear lebih tinggi (3) pada kondisi jalan merayap, kalaupun harus shifting, dengan sinkronisasi rpm, transmisinya melakukan up and down shift menghasilkan shifting sangat lembut, tidak bodoh dan kasar seperti di 335i. Pada kondisi full on Sport+, karakternya berubah menjadi buas; shifting lebih cepat dari kedipan mata. Down-shift turun lebih dari 1 gigi pun memiliki fitur synchomesh, menyesuaikan putaran mesin sehingga mobil tidak kehilangan momen secara berlebih, dan up shift saat keluar tikungan selalu berada dalam momen yang tepat menyebabkan drifting atau fast cornering yang dilakukan bisa menjadi sangat-sangat seamless. Saya bahkan merasakan kinerja transmisinya lebih baik, lebih sinkron dan sama cepatnya ketimbang PDK yang ada di Porsche Boxster 2013 2700 cc yang sempat saya coba.





4. Dan, sebagai finalnya, the Engine. Dengan konfigurasi simpel badan kecil, ringan, dan RWD layout, penggunaan mesin 320 Hp terasa sangat berlebih untuk mobil ini. Jangankan berlebih, dengan monumental power and torque dipasang di mobil sekecil ini, M135i terasa seperti mini-supercar. Yang jelas bagi saya M135i sudah berada lebih dari sekedar hot-hatch sekelas Golf GTI, lebih cocok di sandingkan dengan Cayman atau Boxster. Mesin yang nyaris tanpa turbo-lag menyebabkan akselerasi yang seamless dan menanjak eksponensial kearah putaran tengah-atas. Dan tidak seperti mesin Ecoboost 2000cc di Evoque, M135i memiliki nafas putaran atas yang panjang. Bahkan setelah badan mobil seluruhnya bergetar karena melaju terlalu kencang, mesinnya masih memiliki ruang untuk memutar roda belakang melakukan akselerasi. Nuts. Mesin ini juga yang mendominasi keseluruhan karakteristik mobil.. Bahkan saat lepas kendali saat menikung dan hidung mobil sudah terlalu patah karena oversteer, dengan memainkan pedal gasnya dan mengarahkan setir ke arah berlawanan mobil masih bisa diselamatkan dan keluar tikungan dengan selamat. Ya. Sekuat itu mesinnya. Kebayang?
Sayang borosnye naudzubile kalau full-on performance.. Ane tekor 900 ribu 1 hari...

KESIMPULAN
It is simple, yet crazily satisfying to drive.
Yang akan saya tuliskan berikutnya mungkin merupakan statement yang bold, tapi saya 100% yakin bahwa saya mengatakan hal yang benar, paling tidak untuk diri saya sendiri, bahwa:
M135i is the best small sedan / hatchback today.
And with that conclusion, I dedicated this review to Mr. "D", I hope this review can answer your question about the best small sedan available in Indonesia, although it may not be the same as what you might expected.




I can't even imagine how A45 AMG or Golf GTI Mk 7 could be chosen as a better car than this, but I'm pretty sure both of them won't provide the sheer pleasure M135i offered. It has the best layout for simple sports car: Front engined, and rear wheel-drive.
Buy it mr. "D", buy it.

NB: Jadi penasaran bagaimana rasanya 1M since M135i digadang-gadang hanya memiliki 90% kepuasan yang ditawarkan oleh 1M.
Stig Score:
10 out of 10
Price:
980 juta Rupiah
