Background Story
Pada tahun 2024 saya menjual mobil Merkedes rawatan saya, yaitu E300 Elegance W212 keluaran 2010 silver on grey yang menurut saya menjadi mobil "belajar" untuk saya. Harganya yang sudah terpaut terjangkau membuat saya berani untuk memutuskan untuk merawat sendiri mobil eropa pertama saya. Tentunya, merawat mobil eropa membutuhkan perhatian lebih besar dibandingkan mobil jepang keluaran terbaru. Lantas, saya berkenalan lah dengan berbagai bengkel spesialis, terjun ke forum-forum seperti topic W212 di sini yang rame banget, dan mendapatkan teman baru yang juga ikutan mengurus bintang-bintang berjalan ini.r
Setelah hampir 2 tahun merawat W212, saya mulai melirik mobil-mobil yang lebih baru, mulai dari mengincar GLE400 dan X5 F15, geser tertarik dengan Lexus GS, intinya semua kandidat saya cari. Tetapi, saya selalu memiliki ketertarikan dengan sedan besar, khususnya yang berbentuk sporty dan ceper. Keperluan saya sendiri juga tidak memerlukan adanya SUV dengan ground clearance tinggi karena mayoritas akan dipakai dalam kota. Maka, mulailah saya tertarik untuk meminang Mercedes CLS.
Mobil ini memang sudah menjadi bucket list saya sejak masa kecil diajak Ayah untuk servis mobil di beres Mercy. Waktu itu C218 terpampang di showroom, and I can't take my eyes off it. Ya, jadinya setidak praktis atau semenakutkan apapun mobil ini untuk dirawat, selalu ada keinginan dari saya sendiri untuk bisa menjadi pemilik dari sebuah CLS, at least once in my lifetime. Mulailah saya mencari-cari di internet untuk mendapatkan unit CLS yang paling fresh. Bermacam-macam unit saya cek, dan setiap mobil yang saya lihat sepertinya either tidak fresh, banyak PR-nya, atau tidak cocok saja dengan yang saya inginkan.
Sekitar 3 bulan saya mencari-cari unit yang tepat, sampai pada akhir tahun 2024 saya melihat ada CLS350 AMG Line warna Diamond White di internet yang menarik perhatian saya. Unit tahun 2013, interior coklat, dan KM yang tergolong masih sedikit untuk umurnya. Singkat cerita, saya langsung merasa bahwa "this is the one I should get" saat mengecek mobil ini secara langsung. Maka dari itu, langsunglah saya melakukan transaksi, and the car is officially mine:
Impresi Pertama
Dalam segi penampilan, mobil ini memang tidak ada cela-nya sama sekali. Lekukan badannya yang curvy tetapi atletis, didukung dengan garis belakangnya yang melandai seperti coupé menjadikan mobil ini unik di jalanan ibukota. Lampu depan dan belakangnya juga sangat menarik untuk dilihat. Bahkan, saya sendiri prefer lampu depan pre-facelift dibandingkan post-facelift yang terlalu mirip dengan lineup mercy lainnya. Lampu belakangnya yang menyerupai daun juga membedakannya dari mobil lain, sehingga orang yang melihat dari jauh saat malam hari akan langsung tahu mobil ini adalah sebuah CLS.
Di interior, material yang digunakan sebagian besar adalah kulit sampai dashboard, berbeda dengan W212 saya sebelumnya yang menggunakan soft touch saja. Lantas, interior dipenuhi dengan wangi kulit dan sekujur interior terasa sangat mewah untuk dilihat dan disentuh. Ergonomi menyetir juga sangat baik. Saya bisa mendapatkan posisi menyetir yang ideal di depan, dan duduk di belakang juga tetap lega, meskipun headroom akan sempit apabila anda memiliki tinggi lebih dari 175 cm. Rasa claustrophobic juga akan ada karena kursi belakangnya yang dipisahkan oleh konsol tengah. Ya, sehingga mobil ini hanya bisa dinaiki 4 orang atau 2+2. Mobil ini juga dilengkapi dengan sound system Harman Kardon Logic7. Mendengarkan lagu yang bassy seperti electronic dan hip-hop sangatlah enak, tetapi lagu instrumental/jazz tetap kalah dengan Mark Levinson-nya Lexus. Overall, interiornya terasa proper seperti sebuah Mercedes high-end.
Pertama menyetir mobil ini dengan jarak yang agak jauh, yang bisa saya deskripsikan adalah mobil ini cocok dipanggil Grand Tourer. Mobil ini memiliki karakter yang halus. Dibekali dengan mesin M276 3500cc Naturally Aspirated dengan output tenaga 302 HP dan torsi 370 NM, mesin ini meraih puncak tenaga di 6500 rpm dan torsi maksimal di 3000-5000 rpm. Lantas, kurva tenaganya linear, tidak meledak-ledak, dan cocok untuk aplikasi akselerasi yang lebih gradual. Di jalan tol, tenaganya selalu ada bahkan sampai kecepatan tinggi di atas 200 kph. Di kecepatan rendah, mobil ini juga tetap responsif, berbeda dengan mesin M272 di W212 saya dulu yang cenderung 'malas' di kemacetan. Dengan mobil ini, respons gasnya lebih sigap dan bisa untuk 'mensusuk' celah-celah kemacetan. Mungkin ini didukung dengan transmisi 7G-Tronic Plus dengan perpindahan transmisi lebih cepat, bisa lah untuk menyaingi ZF 8-speed BMW. Dalam segi suspensi, mobil ini dibekali sistem Airmatic yang bisa mengatur tinggi mobil sesuai kebutuhan. Ini sangat cocok digunakan di basement atau jalanan berlubang untuk mengurangi kemungkinan gasruk. Suspensi ini juga adaptive, sehingga kekerasan suspensinya bisa diatur. Di mode comfort, bantingannya mirip dengan W212 dan di jalan tol cenderung membuai di atas lekukan permukaan jalan. Apabila dipindah ke mode sport, bantingannya langsung keras dan enak untuk digunakan untuk bermanuver di kecepatan tinggi. NVH tetap terjaga, meskipun suara ban memang berisik karena lebar ban dan profilnya yang tipis (255/35 di depan dan 285/30 di belakang). Lantas, impresi saat melewati lubang dan permukaan kasar tidak begitu baik. Akan tetapi, itu terbayarkan dengan handling yang sangat napak dan stabil di kecepatan tinggi. Mobil ini sendiri dibekali ban Yokohama Advan Sport V105, very recommended bagi yang ingin handling baik dengan tetap menjaga kenyamanan. Looksnya juga mengotak seperti Neova. Sayang, Yokohama sudah tidak dijual lagi sepertinya di Indonesia.
Overall, mobil ini memberikan balance antara sporty dan nyaman yang membuat saya memanggilnya sebuah Grand Tourer tulen.
Review Setelah 6 Bulan dan 10,000KM
Sebelum saya meminang mobil ini, saya sudah mengetahui adanya resiko kerusakan yang bisa menjadi lumayan fatal. Pertama, sistem airmatic-nya pasti akan bocor karena usia, dan menggantikannya tidak hanya mahal, tetapi susah untuk didapatkan. Lalu, mesin M276-nya juga memiliki beberapa kelemahan seperti jalur coolant yang bisa bocor ke transmisi, issue timing chain rattle, dan lain sebagainya. Tetapi, kunci merawat mobil eropa adalah dengan dipakai, jangan dibiarkan terus di garasi. Oleh karena itu, mobil ini saya pakai hampir setiap hari dari rumah ke kantor, dibawa nongkrong bersama teman-teman, dan sudah dipakai long-distance ke Yogyakarta.
Selama 6 bulan dan 10 ribu KM, konsumsi BBM saya sekitar 8 km/l dengan kecepatan 23 kph, cukup irit untuk mesin sebesar ini. Bensin yang saya gunakan adalah BP Ultimate karena pom bensinnya dekat dengan rumah dan bisa dapet free 1 liter. Fitur-fitur mobil ini, meskipun sudah berumur 12 tahun, tetap modern dan tidak terlalu gimmick-y. Fitur yang paling sering saya pakai adalah ventilasi kursi yang nikmat digunakan di Jakarta yang panas ini. Punggung menjadi adem dan sepertinya akan susah untuk kembali ke kursi non-ventilasi setelah ini. Berhubung mobil ini juga dibeli dari IU (CBU UK), head unitnya juga tersedia DAB (Digital Audio Broadcasting) yang ternyata full hanya diisi oleh stasiun RRI. Kualitas broadcast-nya seperti streaming HP dan ada stasiun seperti Jazz dan Kenangan yang saya sering setel. Untuk perawatan yang sudah saya lakukan simple saja. Ganti oli mesin, oli transmisi, air radiator, minyak rem, dan oli gardan untuk menjaga performa optimal. Selain perawatan tersebut, mobil ini relatively trouble-free, kecuali satu hal: Shockbreaker.
Shockbreaker mobil ini menggunakan shockbreaker adaptive khusus Airmatic yang dibuat oleh Monroe, dan shockbreaker ini sudah mulai menunjukkan usianya. Melewati poldur, shockbreaker akan bergetar seperti knock yang lumayan berisik dan mengganggu. Setelah mengecek di bengkel langganan saya di Blok M Square, diagnosis awalnya adalah adanya sensor di shockbreakernya sendiri yang sudah tidak akurat dan mengakibatkan adanya suara benturan tersebut saat melewati poldur. Setelah berkonsultasi, pilihan paling tepat adalah untuk menunggu saja sampai shockbreaker tidak bisa dipakai lagi, karena shockbreakernya sendiri belum mati dan mencari parts pengganti sangatlah susah. Mungkin om n tante di sini ada yang punya pengalaman juga mengurusi Airmatic?
Hal yang paling saya sukai selama memiliki mobil ini adalah attention yang ia berikan di jalan. Tidak jarang bagi saya untuk diajak ngobrol dengan orang di parkiran yang bertanya, "ini Mercy apa ya Mas?" atau "tahun berapa ini Mas?" Bahkan sampai ada yang menawarkan untuk beli on the spot, kaget juga saya karena sebelumnya tidak pernah sampai disamperin oleh strangers di parkiran. Selain itu, kenikmatan dan kenyamanan khas Mercedes yang harganya hampir 2M saat baru dulu membuat semua pengeluaran yang saya gelontorkan menjadi worth it. At least, cara saya mengikhlaskan duit jutaan yang sudah habis untuk merawat mobil ini seperti itu.
Menurut saya, mobil ini akan cocok bagi om n tante yang menginginkan sebuah Mercedes yang berkualitas dan unik di jalan. Memang, perawatannya pasti tidak akan semudah dan semurah Mercedes pada umumnya, tetapi mobil ini is not for everyone. Tetapi, if you are in the market for a CLS, mobil ini akan memberikan pengalaman berkendara yang tidak bisa didapatkan dari mobil baru dengan harga sekitar 380-400 jutaan saar ini. Siap-siap saja untuk bisa merawat mobil ini. Take care of your car, and the car will take care of you.
Yang sempat coba atau punya CLS boleh dong sharing pengalamannya atau yang tahu mengenai seluk-beluk mobil ini silahkan untuk bercerita. Thank you om n tante!
