SOLAR DICAMPUR OLIE BEKHAS
http://cetak.bangkapos.com/sports/read/8130.html
edisi: 12/Apr/2008 wib
bangka pos/dok
SYAMSUDDIN BASARI
PERSOALAN niaga bahan bakar minyak (BBM) tetap menjadi perhatian publik, khususnya BBM jenis solar. Berbagai masalah muncul, seiring kenaikan harga minyak dunia yang saat ini menembus 112,21 dolar AS per barel. Apalagi solar di Babel selalu menjadi rebutan sejak lama. Persoalannya dipicu oleh maraknya tambang inkonvensional (TI) dan juga berbagai usaha pertambangan serupa. Belum lagi kebutuhan industri terhadap BBM jenis ini terus menggeliat. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penimbum atau pemain solar yang ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Antrian panjang kendaraan di sejumlah SPBU pun menjadi pemandangan yang biasa. Para spekulan BBM rela berdesak-desakan, seolah tak takut dijaring petugas. Belum lagi perbedaan harga solar bersubsidi dan harga solar industri ikut-ikutan menjadi pemicu. Solar subsidi dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 4.300 per liter di SPBU berpeluang dijual dengan harga industri ke TI-TI maupun lainnya. Jika hal ini dilakukan, tentu keuntungan yang diperoleh oleh para mafia solar ini menjadi berlipat-lipat.
“Memang sih kalau kita beli solar di SPBU harganya tidak seberapa walaupun terjadi kenaikan harga minyak dunia. Karena walau bagaimanapun kita tetap dapat untung. Satu jeriken berisi 18 liter bisa kita jual lagi dengan harga Rp 140.000-Rp 150.000, atau rata-rata harganya Rp 8.000 per liter,†kata Yi (38), pengerit sekaligus penimbun solar di Kabupaten Bangka kepada tim investigasi Bangka Pos Group, Senin (8/4).
Yi mengakui tak sulit mencari keuntungan, asalkan punya keberanian menimbun, termasuk rela antrian di berbagai SPBU di Bangka. “Memang jatah ngerit solar di SPBU di Bangka dibatasi per kendaraan. Tapi kan kita bisa pindah-pindah antrian dari satu SPBU ke SPBU lainnya sehingga bisa mendapatkan lebih banyak solar,†ujar Yi seraya mengakui, pendapatan mereka mulai menurun sejak jatah antri solar di SPBU dibatasi.
Lelaki satu ini tak menampik, ada sejumlah rekan seprofesinya yang kemudian terpaksa mengoplos solar. “Sering kok ditemukan solar dicampur (oplos) dengan bahan lain, salah satunya dengan air demi mencari keuntungan. Tapi kalau saya sih nggak pernah melakukan hal itu,†kata Yi menolak dituduh ikut-ikutan mengoplos. Sayangnya Yi tak mau menyebutkan identitas rekan-rekannya yang suka berbuat seperti itu.
Pernyataan serupa dilontarkan An (40), yang juga penimbun solar di negeri ini. Hanya saja An berbeda dengan Yi, karena ia hanyalah penimbul solar kategori partai kecil. “Kalau saya sih cuma beberapa jeriken saja per hari,†katanya.
Dari keterangan An inilah tim investigasi tahu, ternyata solar tak hanya potensi dioplos dengan air, tapi juga bisa dioplos dengan oli bekas. “Caranya satu drum oli bekas yang telah dipanaskan (masak). Setelah oli itu dingin. dicampurkan dengan tawas agar kotorannya mengendap. Tunggu beberapa jam, tiga perempat drum oli itu di bagian atas akan berwarna bening dan bisa dipisahkan dari serbuk yang kotor. Setelah itu, oli ini dicampurkan dengan lima drum solar murni dan siap dipasarkan,†kata An.
Tentu saja kalkulasi keuntungan para pengoplos ini semakin besar hingga mencapai jutaan rupiah. “Untungnya bisa berlipat-lipat. Apalagi harga oli bekas murah, yaitu sekitar Rp 300.000 per drum. Sementara solar yang sudah dioplos dengan oli bekas itu bisa laku dijual ke konsumen dengan harga sekitar Rp 1.800.000 per drum,†papar An.
Indikasi pengoplosan ini cukup beralasan mengingat beberapa faktor yang sudah disebutkan. Apalagi sering ditemui sejumlah limbah minyak (termasuk oli bekas) masuk ke Babel.
Seperti terjadi pekan lalu ketika jajaran Ditpolair Polda Babel berhasil menahan dan menetapkan enam sopir truk tangki yang mengangkut limbah minyak di Muntok. Para sopir itu ditetapkan sebagai tersangka. Sayangnya pemilik limbah minyak masih dalam pengembangan penyidikan. Enam tersangka yaitu Kadir, Agus, Hasim, Zaenal, Munajat dan Yamin serta satu pengawas Amin diperiksa dan dimintai keterangan. Mereka diduga membawa limbah minyak yang berbahaya.
“Saya hanya diperintahkan bos (pemilik -red) untuk mengawal mobil tangki berisi minyak itu. Tapi saat hendak merapat ke Pelabuhan ditangkap (Polair) Polda Babel -red),†kata Amin.
Limbah itu diangkut dari Palembang untuk dibawa ke rumah bos mereka di Pangkalpinang. Ia tidak tahu apakah limbah minyak itu akan dijual kepada siapa. Amin juga tidak paham mengenai harganya.
Waspadalah!
Kemungkinan mengoplos solar dengan cara-cara seperti ini bisa saja terjadi. Wira Penjualan Retail IV & V Pertamina Depo Pangkalbalam, M Iswahyudi juga mengakui kemungkinan itu. Apalagi BBM jenis tertentu menurutnya mudah dioplos.
“Tidak cuma BBM jenis solar, tetapi juga BBM lainnya seperti premium. Artinya solar bisa saja dicampur dengan minyak atau cairan jenis lain,†katanya saat ditemui harian ini, Kamis (10/4).
Ironisnya, solar oplosan itu sulit dibedakan dengan solar murni (non oplosan). “Sebab bau dan warna minyak solar bisa berbeda-beda oleh katalis dari proses destilasi atau penyulingan. Sehingga untuk membedakannya harus diuji melalui tes laboratorium atau disebut uji flash point dan boiling point,†papar Iswahyudi seraya mengingatkan agar masyarakat di Babel waspada dan jeli dengan segala kemungkinan itu.
“Oleh karenanya masyarakat di Babel hendaknya tidak sembarangan membeli BBM. Masyarakat pun diminta selalu teliti bila hendak membeli BBM, sehingga kerugian dapat dihindari,†tambah Iswahyudi seraya menjelaskan, BBM jenis solar berasal dari alam setelah terlebih dahulu melalui proses penyulingan (destilasi) dengan cara memisahkan fraksi-fraksi dalam minyak bumi berdasarkan titik didih. Iswahyudi juga mengingatkan, perbuatan mengoplos BBM ini sangat merugikan konsumen/negara. Perbuatan seperti ini kata Iswahyudi melanggar Undang-Undang No 22 Migas tahun 2001 Pasal 54 dan Pasal 53, tentang pemalsukan BBM dan juga masalah pengolahan BBM tanpa izin