SELUK BELUK OCTANE DAN MESIN NGELITIK
Posted: Sat Oct 06, 2007 14:02
A. RON, MON, PON/AKI/RdON
Kondisi pengendaraan kendaraan bermotor dapat dibedakan menjadi dua keadaan:
1. Keadaan Tanpa Beban (IDLE)
2. Keadaan Dengan Beban (UNDER LOAD)
Ada kendaraan yang NGELITIK pada saat IDLE (walaupun jarang), dan ada kemungkinan waktu idle smooth, tapi sewaktu berjalan ngelitik. Kejadian ngelitik pada saat kendaraan berjalan dapat terjadi pada berbagai macam kondisi, Full Throttle Acceleration, High Constant Speed misalnya. Ngelitik akan mempercepat proses keausan dan kerusakan pada mesin, inilah yang harus dihindarkan.
Tanpa mengulas lebih dalam, secara fisik ada keterkaitan erat antara CR (Compression Ratio) dengan kwalitas BBM. Maka perlu dibuat Rating berupa angka pada BBM. Lalu bagaimana memberikan angka pada BBM dan apa sebutannya.
Bahwa minyak bumi yang diproses (refinery) menjadi bermacam-macam hydrocarbon masih banyak mengandung kotoran (impurity). Kandungan dan jenis impurity ini berbeda dari tempat ke tempat dimana minyak mentah (crude oil) diambil. Antara yang diambil dari Aceh dan Balikpapan berbeda. Pemberian nilai oktan sebagai standard reference, mestilah kepada BBM yang murni.
Ringkas cerita, pada tahun 1927 Graham Edgar mengusulkan untuk menggunakan dua macam hydrocarbon yang dapat dibuat semurni mungkin dan dalam kwantitas (jumlah) yang banyak. Kedua hydrocarbon itu adalah n-Heptane (normal-Heptane) sebuah “OCTANEâ€Â, hasil sintesa dari 2,2,4-trimethyl pentane, yang sekarang kita kenal dengan “ISO-OCTANEâ€Â. Octane mempunyai nilai anti knock yang tinggi, yang mana Graham Edgar mengusulkan menggunakan campuran kedua hydrocarbon itu sebagai “REFERENCE (ACUAN)â€Â.
Alasan penggunaan n-Heptane dan Iso-Octane sebagai acuan adalah karena kedua-duanya mempunyai sifat-sifat yang serupa (volatility dan boiling point), dalam arti kata perubahan komposisi pencampuran 0:100 sampai 100:0 tidak akan berpengaruh besar pada volatility, sehingga tidak akan berpengaruh kepada pengujian rating.
Untuk memudahkan perhitungan, karena komposisi kandungan dalam BBM dinyataakan “persentaseâ€Â, maka nilai Octane dari Iso-Octane diberi angka “100†dan n-Heptane diberi angka “0â€Â, keduanya sebagai “Reference (Acuan)â€Â. Dari sinilah munculnya Bilangan/Nilai Octane (Octane Number). Campuran 90% Iso-Octane dan 10% n-Heptane mempunyai octane rating = 90.
BBM komersial (yang dijual SPBU) mengandung bermacam-macam hydrocarbon yang masing-masingnya mempunyai octane rating yang berbeda-beda. Kandungan BBM yang bermacam-macam ini akan memberikan perilaku (Behavior) dan RESPONS yang berbeda pada saat IDLE (Unloaded) dan pada saat dikendarai (Under Loading), maka perlu dilakukan dua jenis pengujian Octane Rating.
Pengujian Octane Rating pada kondisi IDLE disebut dengan Research Octane Rating (RON), sedang pengujian pada kondisi terbebani (under loading) disebut dengan Motor Octane Number (MON). Perilaku dan respons BBM yang berbeda pada kedua kondisi tersebut akan memberikan nilai yang berbeda. Berdasarkan statistik data pengujian nilai RON selalu lebih tinggi dari MON.
Perbedaan nilai antara RON dan MON disebut dengan SENSITIVITY (RON-MON). Sebagai indikasi nilai sensitivty BBM adalah 6 s/d 10. Perbedaan angka itu tidaklah mutlak (absolute), karena tergantung dari campuran dalam BBM. Ada kemungkinan nilai perbedaan ini lebih dari 10. Hanya pada umumya diambil gampangnya saja S = 10.
Semakin Kecil nilai sensitivity, maka perilaku dan respons baik pada pengendaraan tak terbebani dengan pengendaraan terbebani akan kecil. Semakin besar nilai sensitivity, maka semakin besar jurang perbedaan perilaku dan respons saat Idle dan Under-loaded.
Disini pentingnya kedua-dua RON dan MON diketahui melalui pengujian. Untuk marketing strategy, kebanyakan SPBU menggunakan angka RON, karena akan memberikan dampak psikologis, makin besar Octane Rating akan semakin bertenaga. Bagi yang Jujur maka akan memasang nilai MON karena lebih representative (persentase underloading akan lebih besar ketimbang idle), tapi dampak marketing nya nggak menolong. Maka dibuatlah kompromi dan muncullah definisi (RON+MON)/2 = AKI = PON = RdON. Nilai AKI atau PON atau RdON ini tidak berdasarkan pengujian, yang diuji RON dan MON. Bagaimana kita dapat AKI atau PON atau RdON kalau hanya yang diuji RON saja.
Ada salah satu dukungan perlunya dilakukan test RON dan MON. Pada akhir tahun 1960, pabrik mobil di jerman menemukan mesin mereka hancur sewaktu meluncur di autobahn, walaupun menggunakan BBM dengan RON sesuai spesifikasi. Ternyata BBM yang digunakan setelah diuji ulang dengan metode test MON, nilai sensitivity-nya besar. Walhasil perlu ditest juga MON untuk menentukan nilai Sensitivity, yang selanjutnya dimasukkan dalam spesifikasi mobil buatan mereka. Tetap bahwa Eropa (termasuk UK), melakukan Test RON dan MON. Hanya untuk marketing tool mereka gunakan RON pada Petrol Station sebagai salah satu strategi pemasaran (alasan psikologis – makin besar Octane makin Bertenaga). Jadi bukan persoalan kiblat-kiblatan, Shell & Petronas berkiblat ke Eropa sedang Pertamina berkiblat ke USA. USA lebih fair dengan menggunakan (RON+MON)/2 pada Petrol Station mereka. Semua terserah pada masing-masing pembuat BBM, mau makai RON silahkan, makai MON silahkan, makai PON/RdON/AKI juga silahkan.
Memang harga peralatan pengujian cukup mahal, yang paling sederhana berharga US$ 400,000.00. Maka dibuatlah “Alat Ukur†(Octane Analyzer) dengan memasukkan data base harga RON dan MON berbagai Hydrocarbon yang telah menjalani Test RON dan MON, tentunya dengan harga relative murah.
Dengan Alat Ukur yang dipunyai Raden Pertamina, si Raden bisa meracik BBM dan mengukur Octane Ratingnya dengan alat ukur octane. Katakanlah bahwa alat ukur itu dapat mengukur RON dan MON bahkan sekaligus AK/PON/RdON nya. Maka yang akan di klaim oleh Raden Pertamina adalah bacaan RON, katakan RON 99.9, tapi MON nya rendah hingga S nya besar.
Katakanlah Formulasi BBM RON-95 Petronas dan Shell mempunyai nilai sensitivity 6, jadi MON nya adalah 89, sehingga memberikan AKI / PON / RdON = 92. Sedang formulasi BBM-nya Pertamina yang RON 99.9, mungkin mempunyai nilai sensitivity 18 (Who Knows ? lihat kasus Autobahn di atas), sehingga AKI / PON / RdON nya hanya 90.9. Ini berarti perilaku dan respons tarikannya (underloading) RON-99.9 Pertamina KALAH dengan Shell dan Petronas RON-95 (ini baru salah satu parameter), belum lagi melibatkan parameter yang lain, seperti Flame Speed dan Distribusi Octane dalam Ruang Bakar.
Standard Test RON dan MON diawali dengan standard ASTM, kemudian diadopsi oleh Eropa menjadi EN Standard. Di Inggris jadi BS-EN, di Prancis AFNOR-EN dan lain lain, yang jelas, tetap mengacu pada EN Standard yang mengadopsi ASTM Standard.
Karena Standard testingnya sama, maka RON Eropa akan sama dengan RON USA. MON Eropa sama dengan MON USA. Yang dipaparkan di UK adalah angka RON, sedang di USA (RON+MON)/2, tentu saja USA lebih rendah. Bukan dengan cara Analogi Imperial Gallon (Gallon UK) lebih besar dari pada Gallon USA.
Kondisi pengendaraan kendaraan bermotor dapat dibedakan menjadi dua keadaan:
1. Keadaan Tanpa Beban (IDLE)
2. Keadaan Dengan Beban (UNDER LOAD)
Ada kendaraan yang NGELITIK pada saat IDLE (walaupun jarang), dan ada kemungkinan waktu idle smooth, tapi sewaktu berjalan ngelitik. Kejadian ngelitik pada saat kendaraan berjalan dapat terjadi pada berbagai macam kondisi, Full Throttle Acceleration, High Constant Speed misalnya. Ngelitik akan mempercepat proses keausan dan kerusakan pada mesin, inilah yang harus dihindarkan.
Tanpa mengulas lebih dalam, secara fisik ada keterkaitan erat antara CR (Compression Ratio) dengan kwalitas BBM. Maka perlu dibuat Rating berupa angka pada BBM. Lalu bagaimana memberikan angka pada BBM dan apa sebutannya.
Bahwa minyak bumi yang diproses (refinery) menjadi bermacam-macam hydrocarbon masih banyak mengandung kotoran (impurity). Kandungan dan jenis impurity ini berbeda dari tempat ke tempat dimana minyak mentah (crude oil) diambil. Antara yang diambil dari Aceh dan Balikpapan berbeda. Pemberian nilai oktan sebagai standard reference, mestilah kepada BBM yang murni.
Ringkas cerita, pada tahun 1927 Graham Edgar mengusulkan untuk menggunakan dua macam hydrocarbon yang dapat dibuat semurni mungkin dan dalam kwantitas (jumlah) yang banyak. Kedua hydrocarbon itu adalah n-Heptane (normal-Heptane) sebuah “OCTANEâ€Â, hasil sintesa dari 2,2,4-trimethyl pentane, yang sekarang kita kenal dengan “ISO-OCTANEâ€Â. Octane mempunyai nilai anti knock yang tinggi, yang mana Graham Edgar mengusulkan menggunakan campuran kedua hydrocarbon itu sebagai “REFERENCE (ACUAN)â€Â.
Alasan penggunaan n-Heptane dan Iso-Octane sebagai acuan adalah karena kedua-duanya mempunyai sifat-sifat yang serupa (volatility dan boiling point), dalam arti kata perubahan komposisi pencampuran 0:100 sampai 100:0 tidak akan berpengaruh besar pada volatility, sehingga tidak akan berpengaruh kepada pengujian rating.
Untuk memudahkan perhitungan, karena komposisi kandungan dalam BBM dinyataakan “persentaseâ€Â, maka nilai Octane dari Iso-Octane diberi angka “100†dan n-Heptane diberi angka “0â€Â, keduanya sebagai “Reference (Acuan)â€Â. Dari sinilah munculnya Bilangan/Nilai Octane (Octane Number). Campuran 90% Iso-Octane dan 10% n-Heptane mempunyai octane rating = 90.
BBM komersial (yang dijual SPBU) mengandung bermacam-macam hydrocarbon yang masing-masingnya mempunyai octane rating yang berbeda-beda. Kandungan BBM yang bermacam-macam ini akan memberikan perilaku (Behavior) dan RESPONS yang berbeda pada saat IDLE (Unloaded) dan pada saat dikendarai (Under Loading), maka perlu dilakukan dua jenis pengujian Octane Rating.
Pengujian Octane Rating pada kondisi IDLE disebut dengan Research Octane Rating (RON), sedang pengujian pada kondisi terbebani (under loading) disebut dengan Motor Octane Number (MON). Perilaku dan respons BBM yang berbeda pada kedua kondisi tersebut akan memberikan nilai yang berbeda. Berdasarkan statistik data pengujian nilai RON selalu lebih tinggi dari MON.
Perbedaan nilai antara RON dan MON disebut dengan SENSITIVITY (RON-MON). Sebagai indikasi nilai sensitivty BBM adalah 6 s/d 10. Perbedaan angka itu tidaklah mutlak (absolute), karena tergantung dari campuran dalam BBM. Ada kemungkinan nilai perbedaan ini lebih dari 10. Hanya pada umumya diambil gampangnya saja S = 10.
Semakin Kecil nilai sensitivity, maka perilaku dan respons baik pada pengendaraan tak terbebani dengan pengendaraan terbebani akan kecil. Semakin besar nilai sensitivity, maka semakin besar jurang perbedaan perilaku dan respons saat Idle dan Under-loaded.
Disini pentingnya kedua-dua RON dan MON diketahui melalui pengujian. Untuk marketing strategy, kebanyakan SPBU menggunakan angka RON, karena akan memberikan dampak psikologis, makin besar Octane Rating akan semakin bertenaga. Bagi yang Jujur maka akan memasang nilai MON karena lebih representative (persentase underloading akan lebih besar ketimbang idle), tapi dampak marketing nya nggak menolong. Maka dibuatlah kompromi dan muncullah definisi (RON+MON)/2 = AKI = PON = RdON. Nilai AKI atau PON atau RdON ini tidak berdasarkan pengujian, yang diuji RON dan MON. Bagaimana kita dapat AKI atau PON atau RdON kalau hanya yang diuji RON saja.
Ada salah satu dukungan perlunya dilakukan test RON dan MON. Pada akhir tahun 1960, pabrik mobil di jerman menemukan mesin mereka hancur sewaktu meluncur di autobahn, walaupun menggunakan BBM dengan RON sesuai spesifikasi. Ternyata BBM yang digunakan setelah diuji ulang dengan metode test MON, nilai sensitivity-nya besar. Walhasil perlu ditest juga MON untuk menentukan nilai Sensitivity, yang selanjutnya dimasukkan dalam spesifikasi mobil buatan mereka. Tetap bahwa Eropa (termasuk UK), melakukan Test RON dan MON. Hanya untuk marketing tool mereka gunakan RON pada Petrol Station sebagai salah satu strategi pemasaran (alasan psikologis – makin besar Octane makin Bertenaga). Jadi bukan persoalan kiblat-kiblatan, Shell & Petronas berkiblat ke Eropa sedang Pertamina berkiblat ke USA. USA lebih fair dengan menggunakan (RON+MON)/2 pada Petrol Station mereka. Semua terserah pada masing-masing pembuat BBM, mau makai RON silahkan, makai MON silahkan, makai PON/RdON/AKI juga silahkan.
Memang harga peralatan pengujian cukup mahal, yang paling sederhana berharga US$ 400,000.00. Maka dibuatlah “Alat Ukur†(Octane Analyzer) dengan memasukkan data base harga RON dan MON berbagai Hydrocarbon yang telah menjalani Test RON dan MON, tentunya dengan harga relative murah.
Dengan Alat Ukur yang dipunyai Raden Pertamina, si Raden bisa meracik BBM dan mengukur Octane Ratingnya dengan alat ukur octane. Katakanlah bahwa alat ukur itu dapat mengukur RON dan MON bahkan sekaligus AK/PON/RdON nya. Maka yang akan di klaim oleh Raden Pertamina adalah bacaan RON, katakan RON 99.9, tapi MON nya rendah hingga S nya besar.
Katakanlah Formulasi BBM RON-95 Petronas dan Shell mempunyai nilai sensitivity 6, jadi MON nya adalah 89, sehingga memberikan AKI / PON / RdON = 92. Sedang formulasi BBM-nya Pertamina yang RON 99.9, mungkin mempunyai nilai sensitivity 18 (Who Knows ? lihat kasus Autobahn di atas), sehingga AKI / PON / RdON nya hanya 90.9. Ini berarti perilaku dan respons tarikannya (underloading) RON-99.9 Pertamina KALAH dengan Shell dan Petronas RON-95 (ini baru salah satu parameter), belum lagi melibatkan parameter yang lain, seperti Flame Speed dan Distribusi Octane dalam Ruang Bakar.
Standard Test RON dan MON diawali dengan standard ASTM, kemudian diadopsi oleh Eropa menjadi EN Standard. Di Inggris jadi BS-EN, di Prancis AFNOR-EN dan lain lain, yang jelas, tetap mengacu pada EN Standard yang mengadopsi ASTM Standard.
Karena Standard testingnya sama, maka RON Eropa akan sama dengan RON USA. MON Eropa sama dengan MON USA. Yang dipaparkan di UK adalah angka RON, sedang di USA (RON+MON)/2, tentu saja USA lebih rendah. Bukan dengan cara Analogi Imperial Gallon (Gallon UK) lebih besar dari pada Gallon USA.